Soal redenominasi ini sudah cukup banyak dibahas sejak tahun 2014 yang lalu. Beberapa di antaranya kemudian ada yang menimbulkan pro dan kontra.
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menjadi yang pro. Kedua lembaga pemerintahan itu bahkan mengajukan RUU Redenominasi Mata Uang secara resmi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang kembali mengusulkan pembahasan mengenai RUU yang diajukan itu pada tahun 2020 lalu senada dengan pandangan dari BI bahwa redenominasi ini akan menyederhanakan digit rupiah.
"Efisiensi perekonomian," katanya.
Sedangkan mereka yang kontra menyebutkan redenominasi yang tidak tepat waktu akan menimbulkan masalah, seperti inflasi.
Mereka mencontohkan Turki yang melakukan redenominasi yang tidak tepat waktu sehingga inflasi.
Mudarat lainnya tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat maka tindak redenominasi akan menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Mereka mengatakan butuh waktu setidaknya 7 tahun untuk adaptasi di masyarakat. Untuk mengurangi seminimal mungkin dampak psikologis kepada masyarakat.
Pendapat lainnya mengatakan redenominasi ini akan memakan biaya dari mencetak uang baru itu untuk menggantikan uang sebelumnya.Â
Juga perlu adaptasi perubahan sistem elektronik di semua instansi, dari toko-toko, bank, lembaga atau kementerian.
BI sudah melakukan pendekatan kepada ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) dan sudah mengadakan kajian bersama tentang manfaat penyederhanaan tersebut.