Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Menolak Permintaan Monako Merubah Bendera Merah-Putih, Ini Alasannya

7 Agustus 2022   10:05 Diperbarui: 17 Agustus 2022   16:35 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panji merah-putih juga digunakan pada masa Perang Jawa (boombastis.com)

Mereka memaknai merah adalah daging manusia dan putih adalah murni dalam kehidupan sosial.

Kehadiran merah-putih sebagai simbol negara sejatinya berawal dari jaman pendudukan Jepang dimana pada saat itu Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Pada tanggal 17 September 1944 pemerintahan Jepang di Indonesia menggelar sidang dibawah pimpinan Ir. Soekarno untuk mempersiapkan kemerdekaan yang akan diberikan Jepang.

Pada saat sidang itulah bendera Merah-putih dikibarkan.

Pada saat itu kaum terpelajar Indonesia mulai mengantisipasi bendera yang nantinya bakal dijadikan simbol negara.

Dalam masyarakat Jawa kuno merah dan putih yang bersatu itu dilambangkan sebagai bersatunya laki-laki dan wanita.

Merah untuk laki-laki dan putih untuk wanita.

Bendera Merah-putih menjadi penegak bangsa ketika dikibarkan pada saat Dwitunggal Soekarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Itulah tonggak sejarah modern Indonesia dimana merah-putih menjadi simbol negara Indonesia sampai sekarang.

Merunut ke belakang, para pemuda terpelajar dari seluruh pelosok Indonesia mengibarkan bendera merah-putih pada ikrar Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928.

Karena pada masa pemerintah kolonial, maka Belanda lantas melarang pengibaran bendera itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun