Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiket Borobudur Rp 750.000, Bikkhu Sri Pannyavaro: Sampai Mati pun Buddhis Pedesaan Tidak Akan Mampu Melakukan 'Puja'

7 Juni 2022   10:05 Diperbarui: 7 Juni 2022   10:39 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan akan memberlakukan tiket masuk Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 per orang baik bagi wisatawan dalam maupun luar negeri mengundang polemik di masyarakat terutamanya di media sosial.

Wisatawan luar negeri dikenakan tarif 100 USD per orang.

Setidaknya, yang saya tahu, media sosial Kompasiana yang paling banyak mengulas dan menulis artikel soal pernyataan Bapak Luhut tersebut.

Ini menjadi masalah. Lantaran tiket sebesar itu dinilai terlalu tinggi dan memberatkan masyarakat. Dengan tarif sebesar itu tak pelak hanya orang-orang berduit saja yang mampu menikmati kemegahan karya agung tersebut.

Betapa tidak, dapat dibayangkan bagaimana bentuk arsitektur pada masa pendirian candi Buddha tersebut.

Apakah pada masa itu (tahun 800-an) dimana karya agung didirikan di masa pemerintahan Wangsa Syailendra sudah mengenal ilmu arsitektur, ada insinyurnya, alat-alatnya, untuk membentuk Karya Agung.

Sangat tidak masuk akal, namun kenyataannya itulah yang terjadi Karya Agung maha Candi Borobudur.

Konon yang membentuk candi yang kini menjadi candi atau kuil Buddha terbesar di dunia itu adalah para penganut Buddha Mahayana.

Candi Borobudur digadang-gadang sebagai salah satu dari delapan keajaiban dunia. Monumen Buddha terbesar di dunia.

Itulah sebabnya, wisatawan dari mancanegara (bukan saja dari dalam negeri) menjadikan Candi Borobudur sebagai salah satu tujuan destinasi travel mereka.

Kita bangga bahkan Candi Borobudur sudah masuk dalam salah satu warisan dunia oleh UNESCO. Tentunya harus dirawat dengan sebaik-baiknya agar tetap lestari.

Ini yang menjadi polemik dan menjadi bahan perbincangan.

Memang benar tujuan pemerintah menetapkan karcis Rp 750.000 itu dengan tujuan untuk membatasi pengunjung yang masuk candi menjadi 1.200 orang per harinya.

Hal tersebut demi menjaga kelestarian warisan yang tak ternilai harganya. Menjaga dari tindakan vandalisme yang dapat merusak keaslian arsitektur.

Namun tarif sebesar itu tetap saja menimbulkan persoalan baru. Sangat mencekik.

Membayar Rp 750.000 untuk naik candi sangat mahal sekali bagi masyarakat Indonesia.

Jika upah seorang pekerja saja yang Rp 3 juta per bulan. Mereka perlu memenuhi segala kebutuhan dasar. Apakah mereka dihambat tidak boleh menikmati naik candi?

Batasan pengunjung 1.200 orang per hari itu jika diprosentasikan maka itu adalah 10-15% dari rata-rata pengunjung sebelum Pandemi Covid-19.

Namun cukup bijaksana ketika pemerintah hanya mengenakan tarif Rp 5.000 per orang untuk pelajar yang merupakan bagian dari study tour sekolah, bukan perorangan.

Pengelola candi Borobudur yaitu PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT WTC) menambahkan tarif Rp 750.000 itu hanya untuk mereka yang naik ke candi.

Sedangkan tiket untuk masuk ke kawasan adalah Rp 25.000 untuk pelajar/anak, Rp 50.000 untuk dewasa/umum wisatawan Nusantara, Rp 5.000 per orang untuk pelajar yang study tour.

Dan 15 USD untuk pelajar/anak, 25 USD untuk umum/dewasa wisatawan mancanegara.

"Tarif ini berlaku untuk sampai batas pelataran candi. Tidak boleh naik," kata Edy Setijono, Direktur Utama PT WTC.

Menyimak pengunjung Candi Borobudur tahun 2019 yang sebanyak 4,4 juta wisatawan dalam negeri dan mancanegara dapat terbayangkan beban berat daya dukung candi. Hal tersebut merusakkan batu-batu candi.

Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera turut bicara soal tiket Borobudur yang mencekik itu.

Menurutnya, rakyat kecil, umat Buddha yang cukup banyak di Jawa Tengah, sampai mati pun tidak akan bisa naik Candi Borobudur untuk melakukan "Puja".

"Karena harus membayar biaya yang sangat mahal," katanya.

Dengan tiket setinggi itu Candi Borobudur jauh lebih mahal dari tiket masuk Tembok Raksasa Cina atau Candi Angkor Wat di Kamboja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun