Ini yang menjadi polemik dan menjadi bahan perbincangan.
Memang benar tujuan pemerintah menetapkan karcis Rp 750.000 itu dengan tujuan untuk membatasi pengunjung yang masuk candi menjadi 1.200 orang per harinya.
Hal tersebut demi menjaga kelestarian warisan yang tak ternilai harganya. Menjaga dari tindakan vandalisme yang dapat merusak keaslian arsitektur.
Namun tarif sebesar itu tetap saja menimbulkan persoalan baru. Sangat mencekik.
Membayar Rp 750.000 untuk naik candi sangat mahal sekali bagi masyarakat Indonesia.
Jika upah seorang pekerja saja yang Rp 3 juta per bulan. Mereka perlu memenuhi segala kebutuhan dasar. Apakah mereka dihambat tidak boleh menikmati naik candi?
Batasan pengunjung 1.200 orang per hari itu jika diprosentasikan maka itu adalah 10-15% dari rata-rata pengunjung sebelum Pandemi Covid-19.
Namun cukup bijaksana ketika pemerintah hanya mengenakan tarif Rp 5.000 per orang untuk pelajar yang merupakan bagian dari study tour sekolah, bukan perorangan.
Pengelola candi Borobudur yaitu PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT WTC) menambahkan tarif Rp 750.000 itu hanya untuk mereka yang naik ke candi.
Sedangkan tiket untuk masuk ke kawasan adalah Rp 25.000 untuk pelajar/anak, Rp 50.000 untuk dewasa/umum wisatawan Nusantara, Rp 5.000 per orang untuk pelajar yang study tour.
Dan 15 USD untuk pelajar/anak, 25 USD untuk umum/dewasa wisatawan mancanegara.