Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan akan memberlakukan tiket masuk Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 per orang baik bagi wisatawan dalam maupun luar negeri mengundang polemik di masyarakat terutamanya di media sosial.
Wisatawan luar negeri dikenakan tarif 100 USD per orang.
Setidaknya, yang saya tahu, media sosial Kompasiana yang paling banyak mengulas dan menulis artikel soal pernyataan Bapak Luhut tersebut.
Ini menjadi masalah. Lantaran tiket sebesar itu dinilai terlalu tinggi dan memberatkan masyarakat. Dengan tarif sebesar itu tak pelak hanya orang-orang berduit saja yang mampu menikmati kemegahan karya agung tersebut.
Betapa tidak, dapat dibayangkan bagaimana bentuk arsitektur pada masa pendirian candi Buddha tersebut.
Apakah pada masa itu (tahun 800-an) dimana karya agung didirikan di masa pemerintahan Wangsa Syailendra sudah mengenal ilmu arsitektur, ada insinyurnya, alat-alatnya, untuk membentuk Karya Agung.
Sangat tidak masuk akal, namun kenyataannya itulah yang terjadi Karya Agung maha Candi Borobudur.
Konon yang membentuk candi yang kini menjadi candi atau kuil Buddha terbesar di dunia itu adalah para penganut Buddha Mahayana.
Candi Borobudur digadang-gadang sebagai salah satu dari delapan keajaiban dunia. Monumen Buddha terbesar di dunia.
Itulah sebabnya, wisatawan dari mancanegara (bukan saja dari dalam negeri) menjadikan Candi Borobudur sebagai salah satu tujuan destinasi travel mereka.
Kita bangga bahkan Candi Borobudur sudah masuk dalam salah satu warisan dunia oleh UNESCO. Tentunya harus dirawat dengan sebaik-baiknya agar tetap lestari.