Seperti misalnya Peristiwa Madiun, Pemberontakan DI/TII, dan perang saudara lainnya dimana-mana.
Melihat kondisi tersebut, pada tahun 1948 Presiden Soekarno mengundang KH. Abdul Wahab Hasbullah ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi kondisi yang memprihatinkan tersebut. Pada saat itu umat Muslim sedang memasuki pertengahan RamadhanÂ
KH. Abdul Wahab lantas mengusulkan agar diadakan suatu silaturahmi nasional untuk merukunkan kembali umat Islam yang terpecah belah itu.
"Silaturahmi itu kan biasa. Ada istilah lainnya?", Tanya Soekarno.
"Itu gampang. Elit politik itu kan saling menyalahkan mereka tidak mau bersatu. Mereka berdosa. Itu haram. Untuk itu mereka harus dihalalkan. Mereka harus duduk satu meja saling memaafkan. Untuk itu silaturahmi nanti kita ganti dengan halal bihalal," jawab KH. Abdul Wahab.
Maka setelah itu kata halalbihalal ini selalu dipakai di acara "saling bertemu, maaf memaafkan di Hari Raya IdulFitri" itu hingga sekarang.
Dengan uraian tersebut dapat dimengerti jika Anda membaca referensi bahwa halalbihalal itu tidak ditemui di negara-negara Islam lainnya.
Mereka hanya saling berjabat tangan, maaf memaafkan sebagai tanda keakraban mereka setelah melaksanakan sholat Ied.
Di masa kondisi Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini pemerintah melarang open house itu dengan tujuan untuk menekan sekecil mungkin penularan demi keselamatan kita semua.
Bisa juga open house halalbihalal yang identik dengan orang-orang kaya, pejabat tinggi atau artis itu bahkan bisa menimbulkan kecemburuan sosial dimana masyarakat biasa yang tidak mampu menggelar nya.
Seperti berasal dari bahasa Arab, maka dengan uraian di atas kini dapat diketahui jika kata halalbihalal itu bukan berasal dari bahasa Arab tapi Bahasa Indonesia.