Setelah menahan lapar dan haus selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka tibalah umat Muslim di Hari Kemenangan, yaitu Hari Raya IdulFitri.
Tiada Lebaran tanpa ketupat. Lebaran dan ketupat sudah menyatu. Ketupat Lebaran.
Setelah melakukan sholat Ied di pagi hari di hari pertama Idul Fitri, biasanya sekeluarga berkumpul di rumah untuk makan ketupat Lebaran.
Ketupat Lebaran menjadi makanan utama layaknya nasi. Sedangkan lauk pauk yang mendampingi ketupat Lebaran ini biasanya adalah rendang daging, opor ayam, telor balado, sambal goreng kentang ati, atau sayur labu.
Ada dua versi mengenai asal-usul yang membentuk kata ketupat itu dari bahasa Jawa.
Yang pertama, ketupat berasal dari kata "laku papat".Â
Laku artinya perlakuan sedangkan papat artinya empat.
Keempat laku papat yang dimaksud adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Sedangkan versi kedua menyebutkan ketupat itu berasal dari kata "ngaku lepat" atau mengaku bersalah.
Lebaran bermakna lega, Alhamdulillah sudah selesai (menang dari segala hawa nafsu di bulan Ramadhan).
Luberan bermakna luber atau melimpah. Melimpah dalam artian berbahagia atau dalam hal kepunyaan finansial yang diperoleh dari THR misalnya.
Di masa luberan inilah waktu yang tepat untuk berbagi rejeki dengan mereka yang membutuhkan.
Leburan bermakna lebur atau melebur artinya segala kekhilafan sudah lebur atau hilang karena sudah saling memaafkan.
Sedangkan laburan bermakna menjadi suci dan bersih lagi lahir dan batin di Hari Raya IdulFitri itu.
Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Zat kapur berfungsi untuk memutihkan dinding supaya jernih.Â
Ya, itulah harapannya, mereka menjadi putih, jernih dan suci kembali di Hari Raya IdulFitri.
Ketupat yang disebut juga dengan kupat oleh masyarakat Jawa dan Sunda itu berasal dari abad ke 15 dan 16 di masa-masa Sunan Kalijaga syiar Islam.
"Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai filosofi Jawa yang berpadu dengan nilai keislaman," kata sejarawan Universitas Padjadjaran Bandung, Fadly Rahman.
Sunan Kalijaga dikenal dalam sejarah sebagai salah satu dari sembilan wali atau Wali Songo, yaitu sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Fadly Rahman yang dimaksud di atas selain seorang sejarawan dari Universitas Padjadjaran Bandung, dia juga penulis buku yang berjudul "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia".
Fadly Rahman tak memungkiri ketupat ini berasal dari masa pra-Islam. Sunan Kalijaga memadukan akulturasi Hindu pada nilai keislaman.
Fadly mengatakan dalam prasasti yang diteliti oleh para ahli ditemukan tulisan adanya makanan beras yang dibungkus daun nyiur dilakukan di masa Hindu-Budha.
Di Bali, hingga kini masih ditemukan tipat (ketupat) dalam sebuah ritual ibadah.
Ketupat bukan hanya ada di Indonesia, namun ditemukan juga di Asia Tenggara khususnya di negara-negara yang penduduknya ada suku Melayu.
Seperti halnya di Indonesia, penduduk di negara-negara Asia Tenggara seperti yang disebutkan di atas juga menjadikan ketupat sebagai hidangan di Hari Raya IdulFitri.
Pada masa Sunan Kalijaga seperti yang disebutkan di atas nama dari makanan beras yang dibungkus dengan daun nyiur itu adalah Bakda. Pada saat itu ada dua Bakda, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.
Bakda Lebaran ini dimakan pada Hari Raya IdulFitri. Sedangkan Bakda Kupat dimakan satu pekan setelah Hari Raya IdulFitri bagi mereka yang melakukan puasa enam hari di bulan Syawal.
Kini ketupat identik dengan Lebaran, pedagang ketupat menjamur di seputar Hari Raya IdulFitri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H