Oleh karenanya De Cock memberikan seekor kuda pilihan untuk Pangeran Diponegoro dan uang sejumlah 10.000 gulden untuk biaya para pengikutnya selama bulan Ramadhan.
Mengenai tantangan dari De Cock itu, seorang penulis tentang Diponegoro, Peter Carey, menyebutkan bahkan De Cock mengijinkan anggota keluarga Diponegoro yang menjadi tawanan di Semarang dan Yogyakarta untuk berkumpul di Magelang bertemu dengan Diponegoro.
Catatan, Peter Carey adalah seorang sejarawan asal Inggris yang mengkhususkan dirinya mempelajari dan menulis terutamanya sejarah modern Indonesia.
Khususnya di Jawa dan Timor Timur.
Konsentrasinya di Jawa adalah mempelajari Pangeran Diponegoro.
Selama 30 tahun lamanya Peter Carey mempelajari Diponegoro dan membuat sejumlah buku tentangnya seperti "The Life Prince Diponegoro of Yogyakarta".
"The Power of Prophecy", dan sebagainya.
1 Ramadhan 1245 Hijriah pada waktu itu jatuh pada tanggal 25 Pebruari 1830 Â perhitungan Masehi.
Ya, masa-masa Ramadhan itu sangat ingin digunakan Pangeran Diponegoro untuk beristirahat. Bahkan sang pangeran pada saat itu sempat mendapatkan perawatan karena gejala malaria nya kambuh.
Belanda mulai merasakan satu-satunya cara mengakhiri perang dan menaklukkan Diponegoro adalah dengan menangkap sang pangeran.
Oleh karenanya Belanda mengadakan sayembara yang berhadiah 20 ribu gulden kepada siapa saja yang dapat mengindikasikan dan memberi kemudahan untuk menangkap sang pangeran.