Setidaknya ada dua buah yang selalu hadir di bulan Ramadhan di setiap tahunnya. Selain "si manis" kurma yang populer sebagai pembatal puasa, ada juga timun suri.
Baik dalam dunia medis maupun Sunnah Rasulullah, si manis kurma memang dianjurkan sebagai pembatal puasa.
Ya, sebaiknya jangan dulu buka puasa dengan mengonsumsi makanan yang berat.
Rasullullah bersabda "Berbukalah dengan kurma (3 butir) atau kalau tidak ada dengan air putih karena ia suci". Demikian pun dengan dunia medis yang menganjurkan berbuka puasa dulu dengan 3 butir kurma atau 2 gelas air putih.
Ada satu alternatif lain untuk berbuka puasa di antaranya dengan timun suri yang biasanya sudah ditambah dengan gula putih dan es batu.
Ya, timun suri memang cukup populer juga sebagai pembuka puasa. Hal tersebut lantaran mengonsumsi timun suri dapat memulihkan kesehatan dengan cepat setelah 13 jam berpuasa.
Timun Suri mengandung fruktosa , selain harum buah ini juga terasa nyaman di tenggorokan.
Jika Anda melihat mulai menjamurnya pedagang timun suri ini maka itu adalah pertanda jika bulan puasa mulai akan tiba.
Meski dikatakan timun suri namun buah ini bukanlah sebangsa dengan buah timun, namun lebih mengarah ke blewah. Butuh dua bulan dari sejak ditanam hingga matang.
Tidak tergantung pada musim apa saja.
Oleh karenanya, dua atau tiga bulan menjelang bulan Ramadhan para petani mulai mengintensifkan penanaman timun suri ini untuk dipetik dan dijual kepada para pedagang.
Dalam bukunya "Timun Suri dan Blewah" Drs. H. Hendro Sunarjono dan Rita Ramayulis DCN menyebutkan bahwa timun suri dan blewah memang selalu menjamur saat bulan Ramadhan tiba.
"Mengonsumsi timun suri dan blewah di bulan Ramadhan nampaknya sudah menjadi tradisi" sebut kedua penulis itu di bukunya.
Tak heran mereka yang terlibat dalam penjualan timun suri ini, dari petani hingga pedagang, meraup cuan yang banyak di bulan Ramadhan ini.
Salah satunya seperti yang diberitakan oleh detik.com.
Sejumlah petani di Desa Silirejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, dilaporkan setiap tahunnya mereka merubah penanaman tanamannya dua atau tiga bulan menjelang Ramadhan dari palawija ke timun suri.
"Biasanya dua atau tiga bulan sebelum Ramadhan setiap tahunnya para petani di desa ini merubah tanamannya dari palawija ke timun suri," kata salah seorang petani di Desa Silirejo, Tasreb (50), Senin (11/4/2022).
Tasreb sendiri mengakui setiap harinya kini dia dapat memetik 70 hingga 100 buah timun suri. Mereka menjualnya kepada para pedagang yang berdatangan ke lahan mereka dengan rata-rata harganya Rp 10.000 per buahnya.
Petani lainnya Ahmad Kholiq (35) mengatakan dia pun "banting setir" mengubah lahan palawija nya seluas 500 meter persegi ke timun suri.
"Sekali petik bisa 50 sampai 100 buah," katanya.
Selain cuan, para petani di Desa Silirejo itu juga tak perlu repot-repot dengan"ilmu marketing" memasarkan produknya dengan susah payah karena para pedagang malahan berdatangan sendiri ke lahan mereka untuk membeli dan diperdagangkan lagi di "kota".
Jadi petani dan pedagang sama-sama meraup cuan yang banyak setiap kali di bulan Ramadhan.
Jika dari petani mereka membeli Rp 8.000-Rp. 10.000 per buah, maka mereka menjualnya ke konsumen antara Rp 13.000-Rp. 15.000.
Sepertinya para petani di Desa Silirejo itu hanya mengubah lahan palawija nya ke Timun suri hanya sebulan saja, karena setelah bulan puasa harga turun lagi.
"Paling sebulan di bulan Ramadhan saja. Setelah harga turun, kami kembali ke lahan palawija," kata Ahmad Kholiq.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H