Selain Raden Kian Santang, Islam di Jakarta juga disebarkan oleh orang-orang dari Gujarat, India, dan dari Timur Tengah (Arab).
Sebelum kedatangan mereka yang disebutkan di atas pada waktu itu masyarakat Sunda Kelapa belum beragama Islam. Mereka masih menganut Hindu-Budha, animisme, dan dinamisme.
Sejumlah orang di Jakarta itu lantas menganut agama Islam seperti yang diajarkan oleh para "wali" tersebut.
Karena mereka pada saat itu masih "minoritas" mereka menjadi lain sendiri.
Mereka yang memeluk Islam itu dianggap melakukan pelanggaran kepada warisan kepercayaan para leluhur dan masyarakat sekitarnya.
Mereka lantas membentuk komunitas dan berkumpul dalam sebuah "mesjid" yang sampai kini disebut dengan langgar.
"Langgar itu tempat berkumpul orang-orang yang melanggar adat istiadat dan kepercayaan leluhurnya," kata Alwi Shihab.
Sampai saat ini masih ada Mesjid Langgar Tinggi yang berlokasi di wilayah Pekojan Jakarta Utara.
Mesjid itu dibangun dari sumbangsih para pedagang asal Khoja, Gujarat, India. Mereka bersatu padu mengumpulkan dana untuk membangun langgar itu pada tahun 1829 Masehi atau 1249 Hijriyah.
Pada tahun 1833 langgar itu "direnovasi" oleh Syekh Said Naum dari Palembang menjadi berlantai dua.
Karena bangunannya cukup tinggi maka disebut Mesjid Langgar Tinggi.