Hal tersebut terkait dengan adanya sejumlah penindasan dan pembunuhan kepada para "pejuang" yang ingin mempertahankan bahasa daerah Bangli, Bangladesh.
Seorang Bangli, Bangladesh, yang bermukim di Vancouver, Kanada, Rafiqul Islam, menulis surat pada 9 Januari 1998 kepada Sekjen PBB pada saat itu, Kofi Annan, untuk mengambil langkah menyelamatkan bahasa daerah (bahasa ibu) di seluruh dunia dari kepunahan.
Oleh karenanya, maka Kofi Annan menetapkan tanggal 21 Pebruari sebagai International Mother Language Day. Karena seperti yang disebutkan di atas, pada tanggal 21 Pebruari 1952 terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang ingin melestarikan bahasa Bangli.
Untuk itu, setiap tahunnya di Indonesia juga diperingati Hari Bahasa Ibu Internasional ini.
Menurut kabar yang beredar namun belum terkonfirmasi jelas konon Bahasa Sunda akan diambil sebagai "tauladan" atau tema contoh bahasa ibu di Hari Bahasa Ibu Internasional 2022 ini.
Mengapa bahasa Sunda?
Dapat dimaklumi karena Bahasa Sunda ini merupakan kedua paling  banyak penuturnya di Indonesia dengan 43 juta penutur, setelah bahasa Jawa yang dua kali lipatnya (86 juta penutur).
Menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, maka bahasa Sunda juga menjadi bahasa ibu bagi mereka.
Bahasa Sunda kini juga kini memiliki dua tingkatan seperti bahasa Jawa yaitu bahasa halus dan bahasa kasar.
Bahasa Sunda juga memiliki beberapa dialek. Ada dialek Priangan, dialek Cirebon, dialek Badui, dialek Brebes, dan sebagainya. Namun satu arti.
Bahkan ada dialek Banten, atau dialek Banyumas (orang Sunda yang bermukim di dua wilayah itu).