Namun dalam hal ini, mereka yang bercentang biru harus ingat. Mereka sepertinya kurang sadar dan tidak "berperikemanusiaan" kepada yang bercentang hijau.
Setiap artikel yang mereka tulis, sudah pasti mendapatkan label. Beruntung kalau tulisan mereka memang bagus atau layak untuk itu.
Sering saya perhatikan tulisan mereka yang biru dan hijau. Kontennya sama saja, bahkan yang hijau malah lebih baik. Tetapi mengapa yang hijau tidak diberi label?
Justru konten si biru yang lebih buruk malah diberi label.
Mungkin centang biru ini lebih bergengsi ketimbang centang hijau. Okelah kalau demikian, tentu ada perbedaan dan ciri khasnya tersendiri yang membedakan si biru dan si hijau.
Harus diingat, hanya tulisan yang berlabel saja yang dibagikan admin Kompasiana ke media-media sosial, Twitter dan Facebook.
Sedangkan yang tidak berlabel tidak dibagikan. Dengan demikian, jelas artikel akan "lebih terkenal" karena dibaca oleh warganet Twitter atau Facebook.
Itu kan perbedaan dan ciri khas antara centang biru dan centang hijau?
Poin itu juga agak menguntungkan bagi Kompasiana sendiri. Pengalaman menunjukkan, banyak artikel-artikel yang tidak diberi label oleh editor dihapus oleh si penulis.
Terutama oleh penulis yang tujuan utamanya mendapatkan K-Rewards. Toh buat apa tulisan yang tidak berlabel?
Tentang kekhawatiran akan banyaknya artikel sampah. Harus diingat artikel sampah si biru yang sampah juga malah diberi label, masuk dalam hitungan K-Rewards.