Novel yang banyak menceritakan kondisi Batak Filipina di masa penjajahan Spanyol dan Amerika itu juga Sionel Jose menuliskan adanya ramuan untuk mengobati penyakit tertentu yang sama dengan di Sumatera.
Suku Batak Filipina boleh dikatakan populasinya tinggal sedikit. Saat ini berjumlah sekitar 5oo an saja.
Batak Filipina itu disebut-sebut sebagai suku yang primitif. Mereka hidup di hutan dan pegunungan dan mereka juga masih menganut faham animisme dan dinamisme.
Karena akses hutan yang dibatasi, serangan imigran, dan juga karena adanya akulturasi antara mereka dengan suku pribumi lainnya, maka "warisan" suku Batak Filipina itu kian tergerus.
Kendati tidak ada kajian ilmiah apakah ada hubungannya antara Batak Filipina dengan Batak Sumatera, namun sejumlah pihak ada yang berpendapat jika adanya suku di Filipina yang mirip dengan Batak Sumatera itu terjadi sejak abad ke 14.
Pada saat itu, suku-suku yang ada Nusantara, termasuk Batak saling berkomunikasi dengan orang-orang di Filipina dalam hal hubungan dagang.
Suku-suku dari Sunda, Batak, Minangkabau, dan sebagainya berlayar ke wilayah Filipina untuk berdagang. Dan saat orang-orang dari Nusantara itu balik lagi ke wilayahnya masing-masing, orang-orang Batak itu tidak kembali dan mereka memilih menetap di Filipina, khususnya di Pulau Palawan.
Beberapa waktu lalu, seorang pemandu wisata di Danau Toba dan Samosir menceritakan dia menandu sebuah rombongan turis dari Filipina.
Sang pemandu wisata mengatakan mereka heran karena kondisi di lokasi yang mereka kunjungi itu mirip dengan kondisi dengan apa yang ada di daerahnya di Filipina.
Si pemandu juga mengatakan ada satu dua dari rombongan itu yang nampaknya seperti keturunan Batak.
Bentuk bangunan, kuburan, makanan, maupun gaya bicara yang khas Batak mirip dengan yang ada di daerahnya.