Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peresmian Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Majapahit di Bandung, Hapus "Luka Lama" Perang Bubat

2 November 2021   11:07 Diperbarui: 2 November 2021   11:20 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Yang bersalah dalam tragedi Bubat bukanlah Hayam Wuruk, tetapi Gajah Mada.

Tragedi Bubat itu adalah perang yang terjadi antara pasukan Sunda dengan pasukan Gajah Mada.

Karena ambisinya yang meledak-ledak, Gajah Mada bahkan rela menipu Raja Sunda Lingga Buana hanya untuk menaklukkan Kerajaan Sunda.

Pada abad ke 14 Hayam Wuruk yang pada saat itu berusia 23 tahun jatuh hati kepada Dyah Pitaloka Citra Resmi, putri dari Raja Sunda, Lingga Buana.

Hayam Wuruk lantas memerintahkan Gajah Mada untuk mewakilinya melakukan lamaran. Maka berangkatlah Gajah Mada ke Sunda menemui Lingga Buana.

Gajah Mada meminta agar pernikahan dilangsungkan di Trowulan, ibukota Majapahit, bukan di Sunda. Lingga Buana menyetujuinya.

Dengan diiringi rakyat Sunda, maka berangkatlah Lingga Buana diiringi para menteri dan sejumlah pengawalnya melakukan perjalanan jauh menuju Trowulan.

Sesampai di Bubat, sekonyong-konyong datang seseorang yang mengaku utusan Gajah Mada yang menyampaikan pesan Gajah Mada agar Lingga Buana menyerahkan saja Dyah Pitaloka Citra Resmi sebagai tanda takluk.

Seketika rombongan Lingga Buana naik pitam. Raja Sunda dan rombongan datang jauh-jauh bukan untuk menyerahkan begitu saja Citra Resmi sebagai tanda takluk, tetapi untuk melangsungkan pernikahan.

Lingga Buana masih dapat menahan emosinya, namun seorang pengawalnya sudah tidak tahan. Dia melepaskan anak panahnya dan menembus utusan Gajah Mada itu hingga terguling-guling ke tanah.

Tak pelak, maka pada tahun 1357 itu terjadilah perang terbuka antara pasukan Lingga Buana dengan para prajurit Gajah Mada.

Rupanya Gajah Mada sudah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar di sekitar lapangan Bubat tanpa sepengetahuan Hayam Wuruk.

Karena dengan peralatan dan personil kurang lengkap, rombongan Sunda mengalami kekalahan. Raja Lingga Buana dan sejumlah menterinya tewas.

Tak tahan melihat keadaan itu, permaisuri dan Citra Resmi melakukan bela pati, atau bunuh diri di depan jenazah ayahnya.

Maha Patih Gajah Mada sudah termakan oleh ambisinya sendiri. Dia bersumpah tidak akan bersenang-senang dulu dengan makan buah palapa sebelum seluruh Nusantara dipersatukan dibawah Majapahit.

Pada saat itu hampir seluruh wilayah yang kini disebut dengan Indonesia sudah dikuasainya, hanya tinggal kerajaan Sunda yang belum.

Melihat kejadian itu Prabu Hayam Wuruk sangat marah dan menyesali apa yang terjadi. Sejak saat itu hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjadi tegang.

Untuk menghormati Lingga Buana dan rombongan yang gugur, Hayam Wuruk menggelar upacara secara militer pengebumian mereka.

Hayam Wuruk lantas mengirimkan seorang utusan dari Bali ke Sunda untuk meminta maaf sekaligus turut berdukacita kepada plt Raja Sunda.

Dalam bukunya yang berjudul "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit", Slamet Muljono menulis jika Prabu Hayam saking sedihnya menjadi lupa tidur, lupa makan, bahkan sampai jatuh sakit.

Sejatinya Prabu Hayam Wuruk sangat mencintai Dyah Pitaloka Citra Resmi, begitu juga sebaliknya dengan Citra Resmi kepada Hayam Wuruk, namun semua itu menjadi hancur karena Tragedi Bubat.

Sulit untuk melupakan Citra Resmi, setelah 12 tahun semenjak tragedi Bubat, Hayam Wuruk menggelar upacara pendharmaan.

Terkait dengan itu, Hayam Wuruk juga membangun sebuah kolam besar yang bernama Citra Wulan. Mirip dengan nama yang dicintainya Citra Resmi.

Citra dalam bahasa Jawa artinya cemerlang sedangkan Wulan artinya bulan.

Jadi Citra Wulan adalah bulan yang cemerlang untuk mengenang Citra Resmi yang sangat disayanginya.

"Kolam Citra Wulan dibuat Hayam Wuruk untuk mengenang wanita yang sangat dikasihinya Citra Resmi," kata sejarawan Agus Aris Munandar dalam "Tak Ada Kanal di Majapahit".

Aris Munandar mengatakan Prabu Hayam Wuruk kerap melakukan upacara pemujaan kepada arwah Citra Resmi disaat bulan purnama sedang indah-indah nya.

Kolam kuno yang berada di Desa Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dan berukuran 2,88 m x 175 m x 375 m, tebal 1,6 m dan luasnya 6,5 hektar itu pertama kali ditemukan oleh sejarawan asing pada tahun 1926 bernama H Maclaine Point.

Untuk menghapus luka lama, maka pada tahun 2018 lalu, Gubernur Jawa Barat pada waktu itu Ahmad Heryawan meresmikan tiga jalan di Bandung, yaitu Jalan Majapahit, Jalan Hayam Wuruk, dan Jalan Citra Resmi. Namun tidak ada Jalan Gajah Mada.

Begitu pun sebaliknya, di Yogyakarta ada nama Jalan Pajajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun