Sebelum mayoritas penduduk Sunda (Jawa Barat) sekarang ini beragama Islam, dulunya wilayah Parahyangan ini beragama Hindu-Buddha.
Sebelum kerajaan legendaris Pajajaran dengan rajanya yang paling terkenal Prabu Siliwangi, di tatar Pasundan itu konon ada Sri Jayabuphati, yang digadang-gadang sebagai pendiri kerajaan Sunda pada tahun 923 Masehi.
Jika Anda masih bertanya-tanya, di Jawa Barat ini ada kerajaan Pajajaran, Tarumanagara, kerajaan Sunda, dan Galuh.
Maka jawabannya adalah, nama-nama yang disebutkan di atas adalah sejajar dan saling berhubungan satu sama lain.
Pajajaran adalah kelanjutan dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, yaitu Tarumanagara, Sunda, dan Galuh. Yang semuanya bernafaskan Hindu-Buddha.
Menarik disimak, kapankah waktunya Islam mulai masuk ke wilayah Pasundan ini?
Dari buku yang berjudul "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan" karya Fery Taufiq El Jaquene, Islam mulai masuk ke wilayah Sunda ini pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi.
Dalam buku itu, Prabu Siliwangi (1428-1579) yang memiliki gelar Sri Baduga Maharaja dikatakan tidak mempermasalahkan masuknya agama baru (Islam) ke wilayah kekuasaannya.
Dalam naskah Carita Parahyangan disebutkan penduduk Sunda mulai mengenal agama baru itu seiring dengan kedatangan atau hubungan dagang antara penduduk Sunda dengan orang-orang dari Arab atau Timur Tengah.
Seiring dengan itu sedikit demi sedikit penduduk Jawa Barat mulai memeluk agama Islam.Â
Pada awal-awalnya penduduk Sunda yang mualaf itu mulai menimbulkan friksi di masyarakat. Mereka yang mualaf harus menanggung risikonya sendiri.
Salah satunya adalah Bratalegawa. Bratalegawa yang dimaksud adalah seorang bangsawan sekaligus seorang saudagar yang kaya raya pada waktu itu.
Karena dia tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu dari anak Bunisora, Raja Galuh.
Dalam sejarah, Bratalegawa yang dimaksud di atas lantas dikenal sebagai tokoh Sunda pertama yang memeluk agama Islam.Â
Karena sering melakukan hubungan dagang dengan orang-orang dari Timur Tengah, baik di dalam negeri maupun saat melakukan perjalanan ke luar negeri, lama-lama Bratalegawa mulai tertarik dengan agama Islam yang dianut oleh orang-orang Arab itu.
Bratalegawa lalu memeluk agama Islam karena memang diislamkan oleh rekan-rekan bisnisnya, juga setelah dia menikah dengan seorang perempuan asal Gujarat.
Bratalegawa menikah dalam kesempatan kunjungannya ke luar negeri (Gujarat). Dari pernikahannya itu Bratalegawa dikaruniai seorang anak laki-laki.
Setelah mualaf, Bratalegawa lalu naik haji. Inilah tonggak sejarah, dimana Bratalegawa menjadi tokoh Sunda pertama yang naik haji. Tak pelak karenanya, Bratalegawa dijuluki sebagai Haji Purwa. Purwa (dalam bahasa Sunda) artinya pertama.
Bratalegawa juga mempunyai nama baru Haji Baharudin Al-Jawi.Â
Ketika kembali ke Kawali (ibukota Galuh), Bratalegawa berusaha membujuk Ratu Banawati dan adiknya untuk masuk agama Islam.
Setelah itu Bratalegawa juga membujuk para petinggi istana supaya mualaf. Namun semua upayanya itu sia-sia, dia ditolak mentah-mentah.
Tidak patah hati, Bratalegawa lantas mengunjungi Cirebon. Kakeknya yang berkuasa di Caruban Girang itu juga menolak mentah-mentah ajaran Islam yang diberikan cucunya.
Namun dakwahnya di tempat lain di Caruban Girang itu mendapatkan sambutan yang hangat, banyak penduduk Cirebon yang menjadi pengikutnya.
Salah satunya adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang terkenal sebagai penyebar syi'ar Islam di Cirebon.
Melihat Cirebon sudah menjadi kerajaan Islam, Prabu Siliwangi tidak marah. Penguasa itu marah karena Cirebon menjalin kedekatan dengan Demak.
Bahkan pasukan gabungan Demak-Cirebon melakukan penyerangan kepada salah satu utusan Pajajaran, Tumenggung Jagabaya dan 60 tentaranya. Banyak para pasukan Pajajaran yang tewas.
Jagabaya akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam.
Kejadian itulah yang menjadi cikal bakal Prabu Siliwangi marah dan berencana membalas dendam dengan mengirimkan tentaranya ke Cirebon. Namun berkat bujukan para pendeta kerajaan, Siliwangi mengurungkan niatnya.
Atas anjuran para pendeta itu, akhirnya Pajajaran berunding dengan Cirebon dan memahami Cirebon untuk mengembangkan wilayahnya sendiri.
Siliwangi menjadi legendaris, karena beliau sangat bijaksana, raja-raja bawahan sangat senang dan mencintai Sri Baduga Maharaja, rakyat hidup sejahtera, aman dan adil.
Jejak atau sumber sejarah kerajaan Pajajaran itu dapat diketahui dari berbagai prasasti, seperti Prasasti Kawali, Sanghyang Tapak, atau Batu Tulis, atau babad (Waruga Guru, Parahyangan, dan Pajajaran)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H