Orang Indonesia umumnya memiliki mata hitam. Konon bermata biru dikategorikan cantik atau tampan untuk lelaki.
Untuk itu ada beberapa wanita yang memakai softlens berwarna biru agar matanya kelihatan cantik.
Tidak semua penduduk Indonesia matanya hitam, di beberapa wilayah Indonesia ini ada sejumlah suku yang penduduknya bermata biru. Dimana dan mengapa demikian?
Orang yang bermata biru itu bisa disebabkan karena sejumlah hal. Ada yang karena mempunyai darah Eropa, karena orang-orang Eropa itu bermata biru, ada yang karena kelainan genetik, atau ada juga yang masih misteri.
Dilansir dari beberapa sumber, di Indonesia ini setidaknya ada tiga wilayah yang penduduknya bermata biru.
Adapun ketiga wilayah yang dimaksud adalah di pedalaman Halmahera, Maluku, di Lamno, Aceh, dan di Sulawesi Tenggara.
La Dala adalah sebutan untuk mereka yang bermata biru yang ditemukan di Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan sebuah kabar burung, seorang peneliti melakukan pencarian ke tempat pemukiman suku Simpou di Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Dan ternyata si peneliti itu memang menemukan apa yang dicarinya. Menurut peneliti yang bernama La Ode Yusrie itu, ada 10 orang suku Simpou yang bermata biru.
La Ode Yusrie juga menemukan perawakan orang-orang suku Simpou lainnya seperti perawakan orang-orang Eropa, tapi tidak bermata biru.
Konon orang-orang bermata biru suku Simpou itu dilihat untuk pertama kalinya oleh seorang pelaut Portugis yang kebetulan singgah di wilayah itu.
Si pelaut Portugis itu menyebutkan orang-orang bermata biru dengan La Dala, atau jika diterjemahkan artinya "orang berjalan".
Sedangkan suku Lamno di Aceh yang ditemukan dan bermata biru, hal tersebut dikarenakan hasil dari kawin campur antara orang-orang Portugis yang datang ke Bumi Rencong itu untuk berdagang.
Mereka kawin dengan penduduk setempat dan beranak cucu hingga sekarang. Namun keberadaan suku Lamno yang bermata biru jumlahnya kini semakin sedikit akibat bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 lalu.
Selain bermata biru atau kehijau-hijauan, ada juga yang bermata coklat dan berambut pirang seperti orang Eropa. Berbeda dengan mayoritas penduduk Aceh lainnya.
Karena itu wilayah Lamno yang terletak di Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya itu sempat disebut sebagai "kampung bule".
Dan yang masih menjadi misteri adalah adanya orang-orang bermata biru lainnya di Halmahera, Maluku. Karena suku Lingon itu hidup di pedalaman, jauh dari kota.
Selain bermata biru, mereka juga berkulit putih dan beberapa memiliki perawakan yang tinggi seperti orang Eropa.
Bermata biru orang-orang suku Lingon itu didefinisikan sebagai cantik dan tampan. Bahkan ada kisah nyata sejumlah gadis suku Lingon yang bermata biru diculik untuk dijadikan isteri.
Jika pun suku Lingon sekarang ini ditemukan meski tidak banyak, orang-orang suku Lingon ini masih menganut animisme dan dinamisme dan masih hidup di pedalaman, hingga sulit untuk menemukan mereka.
Menilik kepada sejarah, pada dulunya orang-orang Portugis itu melakukan pelayaran ke Maluku untuk mencari rempah-rempah, karena Maluku memang sumbernya komoditas itu sampai sekarang.
Selain untuk mencari komoditas itu, mereka datang ke Maluku juga untuk menyebarkan agama Katolik.
Ada cerita rakyat yang beredar, pada saat bangsa Portugis pada saat itu berlayar kapal mereka karam dan terdampar di Halmahera.
Banyak penumpangnya yang selamat namun mereka pada akhirnya masuk ke pedalaman. Dan di sanalah mereka kawin campur dengan penduduk asli suku Lingon.
Sejumlah penduduk suku Lingon sempat mengikuti agama Katolik yang diajarkan orang-orang Portugis itu. Tak berlangsung lama, mereka balik lagi ke kepercayaan mereka yang sudah melekat, animisme dan dinamisme.
Di sejumlah tempat lainnya ada juga yang bermata biru. Namun itu disebabkan mereka menderita apa yang disebut dengan sindrom Waardenburg.
Sindrom Waardenburg ini diderita oleh 1 dari 40.000 orang di dunia atau sekitar 5 persen penduduk dunia.
Mereka mempunyai kelainan genetik, bermata biru. Tidak ada keluhan dengan penglihatannya, namun mereka yang Waardenburg itu sulit untuk melihat benda pada cahaya yang sangat terang, namun uniknya mereka bisa melihat benda dalam kondisi gelap.
Orang Waardenburg juga biasanya memiliki masalah dengan pendengarannya.
Sesuai dengan sebutannya, Waardenburg Syndrome ini diambil dari nama penemunya, seorang dokter asal Belanda, D.J. Waardenburg. Yang pertama kali menemukan penyakit itu pada tahun 1951.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H