Yang masih menjadi kesangsian adalah apakah kondisi seperti yang disebutkan di atas mungkin juga kebalikannya. Yaitu justru Batak Filipina yang berkelana ke Sumatera dan bahkan bisa jadi cikal bakal adanya suku Batak di Sumatera sekarang ini?.
Berdasarkan sejumlah catatan itu, para arkeolog berasumsi jika Batak Filipina dan Batak Sumatera itu berasal dari nenek moyang yang sama. Namun mengapa mereka berpisah, satu di Filipina satu di Sumatera?
Ada perbedaan dari segi keterbukaan penerimaan kemajuan teknologi antara Batak Sumatera dan Batak Filipina.
Dalam hal ini, Batak Sumatera lebih dapat menerima kemajuan teknologi. Bandingkan dengan Batak Filipina yang konon masih primitif. Bahkan masyarakat Filipina menyebutkan Batak Filipina sebagai orang gunung.
Mereka hidup di hutan-hutan dan menganut kepercayaan dinamisme dan animisme. Mereka hidup dengan melakukan perburuan hewan-hewan hutan dan meramu berbagai tumbuhan yang tumbuh di hutan.
Sayangnya, keberadaan Tiniatianies (para arkeolog menyebut Batak Filipina) sudah tergerus populasinya. Konon kini populasinya hanya sekitar 500 jiwa saja.
Ada juga yang beranggapan jika keberadaan Batak Filipina itu berasal dari abad ke 14. Pada saat itu orang-orang dari Nusantara sudah berinteraksi dengan orang-orang yang mendiami wilayah Filipina sekarang ini.
Mereka yang berasal dari suku-suku Sunda, Batak, Minangkabau, Jawa melakukan transaksi dagang dengan orang-orang Filipina itu.
Di sinilah, jika suku-suku selain Batak itu kembali lagi ke kampung halamannya setelah berhubungan dagang. Akan tetapi sejumlah suku Batak banyak yang tidak kembali ke Sumatera dan ingin menetap di Kepulauan Palawan.
Beberapa waktu lalu ada rombongan orang Filipina yang berwisata ke Sumatera Utara, mengunjungi Pulau Samosir dan Parapat.
Guide yang memandu mereka mengatakan beberapa di antara wisatawan Filipina itu nampaknya terdapat juga keturunan Batak.