Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Selamatkan Balita Kita dari Ancaman Pneumonia

27 Agustus 2017   08:59 Diperbarui: 27 Agustus 2017   09:15 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: allcbar.com


Hingga kini pneumonia masih menjadi "primadona" penyakit infeksi yang mengancam anak-anak balita di Indonesia. Problem besar yang kunjung tuntas. Apa saja gejala khas pneumonia?

Setiap menit ada enam anak Indonesia meninggal dunia karena infeksi. Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi tersebut, selain diare. Dan 99 persen kematian akibat pneumonia anak berasal dari negara berkembang. Di negara maju, pneumonia banyak disebabkan virus sedangkan di negara berkembang bakteri merupakan penyebab terbesar.

Pneumonia merupakan infeksi paru yang sering didapatkan pada anak terutama balita, namun kurang mendapatkan perhatian. Gejala khasnya batuk disertai sesak nafas dengan nafas cepat dan terengah-engah. 

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menunjukkan insiden pneumonia di Indonesia sebesar 1,8 persen dengan prevalensi 4,5 persen. Jika dijabarkan dengan angka, maka setidaknya dari 23 balita yang meninggal setiap jam dan empat diantaranya karena pneumonia. Tahun 2015 ada 554.650 kasus pneumonia yang dilaporkan.

Data dari laporan rutin Puskesmas kasus pneumonia tahun 2015 lumayan meningkat tajam. Dan dapat diperkirakan saat ini kasus pneumonia adalah 3,55 persen dari jumlah balita di Indonesia. Dari seluruh populasi, jumlah penduduk balita di Indonesia sekitar 10 persen.

Terkait problem besar ini, Dr. Cristina Widaningrum, M.Kes, selaku Kepala Sub Direktorat ISPA Dirjen Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2PML), Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan belum semua provinsi mencapai target 100 persen terutama Indonesia Timur dan propinsi baru untuk program penanggulangan ISPA.

"Ketika kasus pneumonia masih tinggi maka perlu dievaluasi apakah program sudah berjalan dengan benar atau tidak," ujar dr. Cristina.

Prof. dr. Cissy B. Kartasasmita SpA(K), Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin Bandung, menjelaskan pneumonia merupakan penyakit infeksi jaringan paru yang menjadi penyebab utama kematian pada anak di dunia.

"Adanya peradangan pada paru mengakibatkan tertimbunnya eksudat di paru-paru sehingga menyebabkan gangguan pertukaran gas. Kuman penyebab pneumonia mencapai jaringan paru melalui pernafasan, aspirasi kuman di tenggorokan, melalui aliran pembuluh darah, langsung dari infeksi dekat paru-paru atau trauma menusuk paru," papar Prof. Cissy.

Menurut Guru Besar UNPAD ini, bakteri strain pneumokokus, yang hidup normal di tenggorokan adalah salah satu kuman penyebab pneumonia. Kuman yang tidak invasif hanya akan menyebabkan infeksi radang telinga tengah atau otitis media atau sinusitis. Namun pada saat kondisi daya tahan tubuh menurun, kuman dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia.

Lebih rinci Prof Cissy menjelaskan, gejala pneumonia berupa batuk disertai sesak nafas karena alveoli atau bagian ujung paru yang menjadi tempat pertukaran udara kotor dan bersih, tertutup oleh lendir (mukus) yang susah dikeluarkan. Anak sesak nafas dengan nafas cepat dan terengah-engah menandakan ia tengah mencoba menarik oksigen lebih banyak, menyebabkan tarikan dinding ke dalam.

Masih menurut Prof Cissy, kuman utama penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza tipe B.S. pneumoniae menyebabkan 50 persen kasus pneumonia.

Bakteri S.pneumoniae paling banyak hidup di ujung nasofaring tanpa menyebabkan gejala. Data menunjukkan kolonisasi bakteri ini ditemukan pada 10-85 persen saat usia kurang dari 5 tahun dan 4-45 persen pada orang dewasa.

"Suatu hari kalau pertahanan tubuh anak buruk sehingga pertahanan saluran napas terganggu karena pengaruh dari lingkungan luar yang buruk, akhirnya kuman hidup bisa dapat berkembang lebih banyak dan pergi ke mana-mana menyebabkan infeksi di telinga tengah, di darah, sinusitis, meningitis dan pneumonia. Dan pneumonia sendiri sangat mudah ditularkan melalui percikan dahak saat batuk," papar Prof Cissy mengingatkan.

Kendati begitu membahayakan, dr. Cristina mengingatkan, sejatinya balita dapat dilindungi dari pneumonia dengan intervensi sederhana melalui pengobatan dengan antibiotik, imunisasi lengkap, gizi yang memadai dan mengurangi faktor risiko lingkungan.

Kasubdit ISPA ini juga menekankan pencegahan dapat dimulai sejak kehamilan dengan melakukan pemeriksaan antenatal selama kehamilan, minimal empat kali pemeriksaan. Selain itu, memberikan ASI eksklusif, gizi seimbang, mengurangi polusi udara dan lain lain.

Kedua pakar ini sepakat bahwa imunisasi untuk mencegah pneumonia sangat penting dilakukan. Namun keduanya juga menyayangkan bahwa sampai saat ini vaksin untuk pencegahan bakteri pneumokokus belum masuk dalam program imunisasi nasional yang ditanggung oleh pemerintah. Padahal kebutuhannya begitu mendesak mengingat jumlah penderita pneumonia terbilang tinggi dari tahun ke tahun.

Karena itu yang bisa dilakukan sebagai upaya antisipasi adalah dengan deteksi dini sederhana pneumonia yang bisa dilakukan di rumah, yaitu dengan menghitung napas ketika anak tidur dapat dijadikan patokan apakah anak menderita pneumonia atau tidak sehingga dapat dilakukan pengobatan segera. Namun sangat disayangkan bahwa lebih dari 50 persen penderita pneumonia tidak diterapi dengan baik.

Perlu dipahami bahwa imunisasi lengkap dapat membantu mencegah pneumonia, terutama campak, dan DPT (terutama pertusis). Vaksin pneumonia seperti Hib dan PCV (vaksin konjugasi pneumokokus) mempunyai daya proteksi tinggi untuk pneumonia.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan setiap negara di dunia memasukkan vaksinasi pneumonia ke dalam program nasional imunisasinya untuk menekan angka kasus pneumonia di negara masing-masing. Saat ini vaksin PCV untuk pencegahan pneumonia yang tersedia mengandung 10 dan 13 strain bakteri pneumokokus, merupakan strain yang paling berbahaya. Vaksin PCV diberikan 3 kali pada usia 2, 4, 6 bulan dan diulang ketika anak menginjak usia 12-15 bulan.

Prof. Cissy yang saat ini menjabat Ketua Satgas Imunisasi IDAI berharap vaksin pneumokokus dapat segera masuk program pemerintah sehingga semakin banyak anak Indonesia yang mendapatkan manfaat dan terproteksi dari penyakit-penyakit yang disebabkan bakteri pneumokokus.

Vaksin yang sudah lama dikenal yaitu Campak dan Batuk rejan (pertusis/DTP) dapat menurunkan kejadian pneumonia. Sementara itu vaksin yang lebih baru yaitu vaksin Haemophilus influenzae type b (Hib) and Streptococcus pneumoniae mempunyai daya proteksi tinggi untuk pneumonia. Terkait hal ini direkomendasikan setiap negara memasukkan vaksinasi campak, pertussis, Hib dan conjugate pneumococcal vaccines (PCV) kedalam program nasional imunisasi. Dan vaksin yang juga penting adalah influenza.

Adanya faktor risiko pneumonia di antaranya adalah:

  • ASI eksklusif yang kurang
  • Gizi buruk yang berdampak pada daya tahan tubuh
  • Tidak mendapatkan imunisasi, berat badan lahir rendah, dan paparan polusi dalam rumah seperti merokok, asap tungku dapur dan kepadatan penduduk dalam rumah

Lima langkah sederhana mencegah pneumonia yaitu sebagai berikut:

  • Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
  • Ventilasi rumah yang baik
  • Cuci tangan pakai sabun
  • Minum air bersih dan matang serta sanitasi yang baik, dan gizi yang cukup dan seimbang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun