Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konflik Rumah Tangga Berimbas pada Anak dan Pekerjaan

14 Agustus 2017   09:52 Diperbarui: 16 Agustus 2017   18:54 3008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepakati dengan pasangan, bahwa walaupun tinggal di rumah orangtua, kepala rumah tangga tetaplah suami. Kalau ada sesuatu, jangan langsung bereaksi, tapi konfirmasi dulu ke pasangan.

"Segala sesuatu harus dibicarakan, belajarlah menahan diri dan jangan cepat merespons negatif," tegas Esther.

Esther mengingatkan, konflik antara suami-istri yang terbuka dan dilihat oleh anak-anak yang masih usia sekolah memiliki dampak cukup besar.

Ada sebuah penelitian yang menguak bahwa konflik antara kedua orangtua ternyata menimbulkan kesan tersendiri bagi anak-anak sampai batas usia 12 tahun. Hal tersebut punya efek pada emosi anak-anak dan bagaimana mereka memandang rumah tangga dan pernikahan.

"Orangtua yang tidak bercerai tapi sering berkonflik, efeknya sama saja bagi anak-anak dengan memiliki orangtua yang berpisah. Selain anak, pekerjaan juga kena imbas, karena konflik membuat pikiran sulit fokus. Bahkan, kehidupan spiritual juga terganggu," kata Esther.

Melly menandaskan peringatan serupa. "Dampak konflik rumah tangga akan dirasakan oleh semua orang yang ada di dalam rumah tersebut. Anak-anak yang melakukan hal-hal negatif di sekolah umumnya berasal dari keluarga yang 90 persen bermasalah di rumah," katanya.

Begitu pula dengan pekerjaan, yang juga tak luput dari imbas konflik rumah tangga. Tidak sedikit dari mereka yang kariernya mandek atau bermasalah dengan rekan kerja ternyata mengalami konflik di keluarganya. Energi konflik itu dirasakan oleh semua pihak dan aspek dalam hidupnya.

Melly menjelaskan bahwa setiap rumah tangga memiliki seni tersendiri dalam menyelesaikan konflik.

"Ada yang konflik tidak diselesaikan, tapi juga tidak menimbulkan perpecahan. Kadang, ada masalah yang bisa diselesaikan oleh waktu, tapi ada pula suami-istri yang selalu membahasnya. Ada pula yang bertengkar terus, namun asyik-asyik saja," ungkap Melly.

Ia mencatat dua faktor yang membuat rumah tangga rentan terkena konflik. Pertama, pasangan suami-istri yang lemah dalam mengelola konflik. Kalau ada masalah, selalu mengadu ke orangtua atau orang lain sehingga apa yang terjadi di dalam rumah tangga selalu dibawa keluar.

"Setiap usia perkawinan cukup rentan konflik. Tinggal seberapa siap kita menerima ketika badai itu datang dan bagaimana kita bisa menyelesaikan dengan tepat. Jika kekuatan cinta tetap ada, maka komunikasi akan jauh lebih lancar," tegas Melly.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun