Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pamer, Negatif atau Positif?

20 Juli 2017   10:48 Diperbarui: 22 Juli 2017   11:30 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kadang, bila masyarakat tidak peduli atau tidak menilai bahwa itu termasuk perilaku pamer, maka meskipun seseorang bermaksud pamer, tapi ia tidak dikategorikan pamer oleh masyarakat atau lingkungan yang dituju dan perilakunya mungkin dianggap biasa-biasa saja," ujar Endang.

Jika hanya mengunggah teks atau gambar tentang jenis makanan dari sebuah kafe plus harga dan tempatnya, maka kecenderungannya adalah memberikan informasi. Tetapi, kalau yang diunggah tidak hanya makanan namun sekalian dirinya yang hadir bersama makanan tersebut - apalagi kalau harganya relatif mahal - maka hal ini bisa dikatakan masuk kategori pamer.

Pamer kadang dipadankan dengan konsep narsistik, terutama bila motifnya adalah ingin dirinya terlihat hebat di mata orang lain. Pamer juga bisa dikatakan muncul karena adanya rasa kurang percaya diri. Dalam hal ini, pamer justru digunakan untuk menutupi kelemahan diri.

Secara psikologis, konsep pamer sebenarnya cukup kompleks. Bahkan ada pula beberapa masyarakat yang justru membudayakan pamer sebagai sebuah perilaku kelompok yang tidak negatif bahkan keharusan. Salah satunya terkait dengan status sosial dan ekonomi.

"Pamer dapat didefinisikan sebagai sebuah perilaku individu atau bisa juga perilaku kelompok untuk memperlihatkan tentang sesuatu yang dimiliki maupun yang tidak dimiliki tapi 'seolah' merupakan miliknya, dengan tujuan agar orang lain tahu dan memberikan respons," jelas Endang.

Endang menilai ada banyak motivasi yang dapat melatarbelakangi perilaku pamer, baik bersifat positif maupun negatif. Diantaranya adalah untuk "menjual" potensi diri, memberi contoh, riya, ingin mendapat pujian atau dianggap hebat, atau secara sengaja ingin membuat iri. Motivasi pamer paling umum adalah untuk mendapatkan perhatian.

Meski begitu, ada juga individu yang pamer hanya untuk kepuasan diri sendiri, meningkatkan penilaian dan keyakinan terhadap diri sendiri, meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri, seperti citra diri ataupun harga diri, tanpa peduli dengan pendapat orang lain - meskipun jika pamer berkonotasi negatif, bisa jadi harga diri seseorang di mata orang lain menjadi lebih rendah.

Terkait hal ini, Dhanny menilai dunia maya mendorong orang untuk tampil sebagaimana yang diinginkannya, bukan sebagaimana kenyataannya. Tujuannya untuk eksistensi diri, identitas dan membangun citra.

"Dengan mengunggah diri, situasi diri yang dialaminya sedemikian rupa berlebihannya. Pada akhirnya, orang tersebut 'ingin menjadi dan ingin dilihat seperti' citra dirinya - bukan lagi kenyataannya " tukas Dhanny.

Pencitraan berlebihan ini menjadikan identitas dirinya semu. Hal ini bisa jadi justru semakin menjauhkan rasa kepercayaan dari orang lain, meskipun dalam dunia maya bisa saja tidak berlaku sama bahkan sebaliknya.

Bagaimana dengan orang yang bersikap sebaliknya, yakni menyimpan informasi atau foto tentang dirinya dan tidak memamerkan? Menurut Dhanny, umumnya orang tersebut memiliki kerendahan hati atau memang memilih untuk tidak eksis di dunia maya, karena baginya dunia nyata jauh lebih penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun