Indonesia menduduki peringkat ke-7 daftar negara jumlah penyandang diabetes terbanyak di dunia. Peringkat ini diperkirakan naik menjadi nomor 6 pada 2040, Â dengan 16, 2 juta penduduk yang menyandang diabetes. Jangan biarkan ini terjadi dengan mewaspadai penyebab komplikasi diabetes.
Istilah "komplikasi diabetes" kerap kita dengar saat bicara penyakit yang berpotensi merenggut nyawa. Memang, Â Indonesia memiliki prevalensi dan jumlah penderita diabetes yang cukup tinggi.
Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan, Â hanya 30, 4 persen dari keseluruhan penyandang diabetes di Indonesia yang telah terdiagnosis. Dari jumlah ini, Â sepersekian saja yang berobat secara teratur, Â dan lebih sedikit lagi pasien yang kadar gula darahnya terkontrol hingga mencapai target.
Menurut para ahli kesehatan, Â salah satu problem utama penyakit diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah soal kepatuhan minum obat. Padahal, Â ini adalah aspek penting selain gaya hidup sehat yang mesti dijalani. Namun, Â banyak pasien justru abai dan enggan mengkonsumsi obat, Â terutama jika kadar gula darahnya sudah stabil.
Apa saja penyebab utama komplikasi diabetes?
Dr. Suria Nataatmaja, Medical Affairs Director MSD, menyatakan, Â "Diabetes yang tidak terkontrol membuat tubuh berada dalam kondisi hiperglemik kronik. Inilah yang menyebabkan komplikasi, Â baik mikrovaskular seperti kehilangan penglihatan, Â kebas karena saraf rusak, Â atau gangguan ginjal, Â maupun mikrovaskular seperti pengerasan pembuluh darah jantung".
" Pada akhirnya, Â kualitas hidup menurun karena pasien tidak bisa mekakukan berbagai kegiatan dengan optimal. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang sudah terjadi pun amat besar, " tandas Dr. Suria.
Dr. Med. Beny Santosa, Â SpPD, Â KEMD, dari RS Gading Pluit memaparkan hal senada. "Penyebab komplikasi diabetes diantaranya adalah tekanan darah, Â dan kadar lemak darah yang buruk. Kedua, ketidakpatuhan berobat. Sudah terbukti bahwa kegagalan penderita diabetes minum obat yang diresepkan dengan benar (keteraturan dosis dan waktu minum) berkontribusi terhadap kondisi pasien, " tegas Dr. Beny.
Data menunjukkan bahwa sekitar separuh jumlah pasien diabetes menghentikan pengobatan dalam waktu 12 bulan sejak memulai pengobatan. Ini masih ditambah faktor malas berkonsultasi ke dokter untuk sekedar memantau gula darah.
"Ketidakpatuhan pasien dalam berobat inilah yang menjadi salah satu akar masalah yang membuat diabetes tidak terkontrol. Diabetes adalah penyakit kronis sehingga pengobatannya pun jangka panjang, Â bahkan harus terus dilakukan seumur hidup, " Dr. Beny mengingatkan.
Ada sejumlah alasan kenapa pasien diabetes tidak mau rutin minum obat.
Pertama, Â bisa jadi dokter hanya memberikan obat - apalagi dalam jumlah besar - tanpa disertai penjelasan kepada pasien. Kedua, Â pasien mungkin mendapatkan informasi yang salah mengenai efek samping obat.
Misalnya, Â pasien mendengar bahwa jika minum obat dalam jangka panjang maka mereka akan terkena kerusakan ginjal. Padahal, Â kerusakan ginjal pada penyandang diabetes timbul akibat penyakitnya, Â bukan karena obat. Diabetes adalah penyakit yang merusak organ tubuh, Â dari mata, Â kaki, Â sampai saraf - tanpa berobat rutin, Â organ-organ ini akan cepat rusak.
"Faktor yang mempersulit pengobatan diabetes adalah pasien yang merasa sudah lebih baik sehingga berpikir tidak perlu lagi mengkonsumsi obat, " ungkap Dr. Beny. "Atau, Â mereka khawatir obat bisa merusak ginjal dan menghentikan pengobatan, Â lalu memilih obat herbal yang belum diteliti secara ilmiah."
Ketika terjadi komplikasi, Â beban penyakit akan bertambah. Sebanyak 30 persen komplikasi diabetes berbentuk kebutaan, Â 30-40 persen berupa serangan jantung, Â dan 65 persen penyakit ginjal kronik. Nyeri saraf kaki juga dirasakan penyandang diabetes adalah akibat dari komplikasi penyakit. Karena itulah, Â pasien diabetes perlu mengatasi keengganan dan ketakutan mereka terhadap obat.
Patut diketahui bahwa obat-obatan untuk penyandang diabetes telah sangat berkembang. Teknologi pengembangan obat diabetes saat ini sangat maju sehingga ditemukan obat yang efektif dan minim efek samping.
Dulu, obat yang baik barangkali hanya metformin yang selalu diberikan pada semua pasien diabetes. Sekarang tersedia berbagai macam pilihan obat oral maupun insulin yang bekerja dengan cara berbeda. Meski begitu, metformin yang bekerja dengan membuat sel-sel tubuh lebih responsif terhadap insulin masih menjadi lini pertama pengobatan diabetes.
Obat-obatan diabetes terutama bermanfaat untuk membantu pasien mencapai target gula darah. Asosiasi Diabetes Amerika menargetkan nilai HbA1C <7 persen, kadar gula darah puasa 80-130 mg/dl, HbA1C menunjukkan rerata gula darah dalam 3 bulan terakhir. Tekanan darah dan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) juga perlu dikontrol untuk meminimalkan terjadinya komplikasi.
Salah satu inovasi obat anti diabetes terbaru adalah DPP-4 inhibitor. Obat ini bekerja di usus kita melalui sel L dan K. Sel L ini akan melepaskan protein yang disebut inkretin, tapi hanya ketika ada rangsangan makan atau karbohidrat. Inkretin ini kemudian akan merangsang pankreas melepaskan insulin.
Namun, inkretin hanya bekerja dalam waktu singkat, yakni sekitar 3 menit saja. Begitu dia dilepaskan oleh sel L, akan segera terbentuk enzim DPP-4 yang menghentikan inkretin. Oleh karena itu, solusinya adalah dengan menghambat DPP-4 dan membuat inkretin bekerja lebih lama sehingga insulin yang dilepaskan juga lebih lama. Obat ini efektif karena mengurangi risiko hipoglikemia empat kali lebih rendah.
"Pengobatan diabetes tergantung pada durasi dan keparahan penyakit, atau ada tidaknya komplikasi," tegas Dr. Suria.
Yang menarik, menurut Dr. Beny, justru pasien usia lanjut yang lebih patuh berobat dibandingkan pasien usia muda, yang cenderung sering melewatkan obat mereka karena faktor kesibukan. Karena itu, pasien diabetes perlu diedukasi.
Jika penyandang diabetes sudah keburu mengalami komplikasi saat datang ke dokter, maka ia harus langsung diberi obat anti-diabetes
 Parameternya adalah jika kadar HbA1C masih 7,0 atau 6,8 persen, mungkin masih bisa diobati dengan perubahan gaya hidup. Namun, jika HbA1C sudah lebih dari 9 persen - dan kadar gula rata-rata 200 mg/dl, maka terapi tidak bisa hanya lewat gaya hidup, tapi harus ditambah obat.
Ketidakpatuhan pasien karena faktor obat memang selalu ada. Selain faktor lupa, pasien merasa tidak perlu minum obat karena gejala diabetes mungkin tidak dirasakan. Umumnya, jika gula darah tidak kunjung turun, pasien akan menyalahkan obat. Jarang ada pasien yang menyalahkan gaya hidup mereka yang belum diubah menjadi lebih sehat.
Intinya, pengelolaan diabetes harus mulai dari kedisiplinan seorang penyandang diabetes untuk mengubah gaya hidupnya dan didukung oleh obat-obatan untuk mengontrol gula darah, baik oral maupun suntik insulin, sesuai anjuran dokter.
Obat Diabetes Alami
° "Jamu" atau jaga mulut, artinya menjalani diet dan memilih pola makan yang sehat.
° Aktivitas fisik. Tidak perlu olahraga mahal, jalan kaki pagi selama 30 menit, 5 kali seminggu pun cukup. Jalan kaki adalah olahraga paling murah dan sehat, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk tidak berolahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H