Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Impulsive Buying di Pasar Saham

10 Mei 2023   22:41 Diperbarui: 11 Mei 2023   08:31 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cara jual beli saham. | Shutterstock/Freedomz via Kompas.com

Ada joke yang cukup populer di kalangan para suami, kalau mereka sedang jalan-jalan di mall atau di pusat perbelanjaan bersama sang istri, maka para suami ini wajib menggandeng tangan istrinya.

Bukan karena suami terlalu sayang kepada istrinya atau supaya kelihatan sebagai pasangan yang harmonis, namun alasannya adalah agar istri tidak lepas dan tergoda untuk belanja.

Belanja atau sekadar window shopping adalah hal yang membahagiakan bagi sebagian besar kaum hawa. Bagi mereka belanja bukan sekedar kegiatan membeli barang namun lebih kepada kegiatan refreshing atau healing.

Fenomena ini banyak dimanfaatkan oleh para penjual untuk menjual produk mereka sebanyak-banyaknya dengan berbagai iming-iming seperti harga diskon, display atau penataan produk yang bagus dan membanjiri konsumen dengan banyak pilihan yang kelihatannya sangat dibutuhkan.

Tidak jarang juga para penjual memanfaatkan public figure untuk meng-endorse produk tertentu atau menggunakan artis terkenal sebagai bintang iklan untuk lebih memberikan daya tarik bagi konsumen untuk membeli produk mereka.

Jadi memang bukan salah konsumen semata kalau mereka kalap belanja, para penjual dengan sengaja dan sadar memanfaatkan psikologis konsumen.

Awalnya konsumen hanya ingin melihat-lihat tanpa ada rencana untuk membeli namun karena kepiawaian para penjual dalam menarik perhatian konsumen dan membangkitkan keinginan konsumen dengan berbagai cara, akhirnya konsumen secara impulsif membeli produk yang ditawarkan.

Foto Ilustrasi Impulsive Buying, Sumber: shutterstock via berkeluarga.id
Foto Ilustrasi Impulsive Buying, Sumber: shutterstock via berkeluarga.id

Secara sederhana impulsive buying adalah keinginan seseorang untuk membeli suatu produk secara tiba-tiba tanpa melalui pertimbangan, tanpa proses berpikir panjang dan tentu saja tanpa rencana sebelumnya.

Sebenarnya cara paling mudah dan sederhana untuk menghindari impulsive buying adalah dengan selalu membuat perencanaan atau membuat daftar barang yang akan dibeli ketika pergi ke pusat perbelanjaan, toko atau mall.

Kiat ini sangat efektif untuk mencegah keinginan yang tiba-tiba untuk membeli produk, entah karena tampilannya menarik, lagi ngetrend, harganya sedang didiskon gila-gilaan atau karena bujuk rayu penjual yang memuji-muji produknya sendiri.

Di dunia pasar saham, impulsive buying juga menjadi jebakan yang sangat mematikan bagi para pemula yang baru masuk ke dalam pasar saham, baik sebagai investor maupun trader.

Tidak jarang orang membeli saham hanya karena pom-pom yang dilakukan oleh influencer, setelah membaca berita atau mendengar pendapat orang lain atau karena sebelumnya mereka tahunya hanya saham tersebut diantara ratusan saham yang ada di BEI.

Banyak diantara mereka membeli saham hanya berdasarkan kode emiten, tanpa pernah tahu nama perusahaannya, bergerak dalam bidang apa, siapa pemilik atau pemegang saham pengendali, siapa saja direksi serta komsisarisnya, apalagi tahu kondisi keuangannya.

Jebakan impulsive buying di pasar saham bukan hanya mengancam para investor pemula yang masuk ke pasar saham dengan tanpa persiapan yang memadai, tetapi tidak menutup kemungkinan investor pemula yang telah mempersiapkan diri dengan baik juga terkena jebakan ini.

Penyebab utama investor di pasar saham terjebak impulsive buying kebanyakan adalah karena FOMO, mereka tidak mau ketinggalan kesempatan baik yang lewat di depan mata.

Mereka takut kehilangan momentum, sehingga merasa harus mengambil keputusan untuk BELI saat itu juga, kalau terlambat sedikit kesempatan tersebut akan diambil oleh orang lain atau harga sahamnya sudah keburu terbang.

Pada masa awal-awal saya terjun di pasar saham, saya juga pernah mengalami impulsive buying, dan bukan hanya sekali tetapi beberapa kali meskipun sebelumnya saya sudah mencoba mempersiapkan diri dengan baik.

Kejadian pertama saat saya memutuskan membeli saham emiten batubara karena harganya terus bergerak naik. Pada saat itu sektor batubara sedang booming, harga acuan batubara internasional berada pada titik tertingginya.

Pada kondisi tersebut hampir semua perusahaan batubara dan pendukungnya, baik perusahaan besar maupun kecil keuntungannya meningkat berlipat ganda dibanding periode sebelumnya. Ibaratnya beli saham sektor ini sambil merem saja pasti untung.

Dengan latar belakang situasi seperti di atas, ketika ada salah satu emiten batubara yang termasuk dalam lima besar harganya naik berturut-turut dalam beberapa hari belakangan maka saya memutuskan untuk beli saham tersebut tanpa antri alias hajar kanan.

Beberapa saat setelah membelinya saya baru menyadari kalau keputusan membeli tersebut merupakan tindakan impulsive buying. Setelah beli baru saya cek grafik ternyata harganya sudah paling tinggi (All Time High) dalam 1-2 tahun terakhir.

Asumsi saya waktu itu, harganya masih akan terus bergerak naik karena cum-date masih beberapa hari lagi, namun rupanya harga saham mulai turun tanpa menunggu hari cum-date karena sudah overvalued.

Begitu saya beli, beberapa jam setelahnya harganya mulai turun karena ternyata saya belinya sudah di pucuk. Dengan berat hati akhirnya saya jual rugi (cut loss) hanya beberapa jam setelah beli.

Kejadian kedua saya beli saham sektor oil & gas karena saat itu tren harga minyak dunia naik. Dengan tanpa melakukan analisis fundamental dan tanpa membandingkan perusahaan sejenis dalam satu sektor saya beli salah satu saham gurem di sektor oil & gas ini.

Dalam beberapa hari setelah saya beli harga saham tersebut masih melanjutkan tren kenaikan harga, dan sempat mengalami floating gain meskipun hanya sedikit.

Karena floating gain atau unrealized gain masih kecil saya hold saham tersebut, setelah hold beberapa hari ternyata harganya mulai turun dan floating gain terus berkurang dan menjadi nol. Semakin lama harganya semakin turun sampai akhirnya dari gain berubah menjadi loss, dan akhirnya sekali lagi saya terpaksa melakukan cut loss.

Dari pengalaman di atas, impulsive buying di pasar saham sebagian besar dipicu oleh faktor psikologis yang dikenal dengan FOMO atau Fear of Missing out. Emosi berupa ketakutan akan kehilangan kesempatan atau keuntungan yang lewat di depan mata seringkali merupakan pendorong utama tindakan seorang investor dan terkadang mereka tidak menyadarinya.

Meskipun investor sudah memahami hal ini, tapi mengalami langsung kejadian seperti ini akan mengubah mindset seorang investor agar lebih berhati-hati dalam memutusakan untuk membeli sebuah saham.

Untuk mencegah seorang investor agar tidak jatuh dalam jebakan impulsive buying maka mereka harus disiplin dalam menjalankan salah satu prinsip dasar trading yaitu: PLAN YOUR TRADE AND TRADE YOUR PLAN.

Sebagai investor, kita wajib membuat perencanaan (PLAN) dalam berinvestasi di pasar saham termasuk saham apa yang dibeli, kapan dan diharga berapa harus beli, berapa target harga jual atau kapan jualnya dan seterusnya.

Kemudian setelah kita punya PLAN, kita wajib melakukan trading atau transaksi jual beli saham HANYA berdasarkan PLAN yang telah kita buat sebelumnya.

Jadi kunci untuk menghindari jebakan impulsive buying adalah sebaris mantra ajaib berikut ini:

PLAN YOUR TRADE AND TRADE YOUR PLAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun