Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memulai Bisnis Saham di Usia Pensiun (Bagian-3)

2 Mei 2023   22:33 Diperbarui: 3 Mei 2023   16:23 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila analisis kita benar kita, maka kita perlu mengecek apakah asumsi-asumsi awal yang kita gunakan untuk menganalisis saham tadi benar terjadi atau sebaliknya asumsi kita tidak terbukti tetapi harga saham memang naik karena faktor keberuntungann semata (beginner's luck).

Bila analisis kita salah, kita juga bisa belajar dimana letak kesalahannya atau mungkin ada hal-hal yang belum kita ketahui atau kita pahami dan belum kita pelajari sebelumnya.

Perlu diingat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memastikan apakah sebuah saham akan naik atau turun. Jadi analisis yang kita lakukan hanya mengenai seberapa besar peluang sebuah saham akan naik atau turun.

Secara sederhana kita harus menghindari membeli saham yang berpeluang besar harganya turun dan hanya membeli saham yang berpeluang besar untuk naik harganya. Sederhana tapi tidak mudah untuk dilakukan.

Sebagai pemain saham ritel pemula seringkali kita membeli saham yang harganya naik tapi ternyata hanya kenaikan sesaat dan setelah itu turun berkepanjangan, dan akhirnya kita jual rugi karena "takut" harganya turun terus.

Fenomena ini dikenal dengan istilah "hobi cut loss" yaitu beli saat harga di pucuk dan jual saat harganya turun. Penyebab dari fenomena ini, pertama karena analisis yang kita lakukan memang tidak akurat sehingga kita tidak yakin terhadap hasil analisis kita sendiri.

Penyebab kedua adalah karena FOMO (Fear of Missing Out), karena kita takut ketinggalan kereta atau takut tidak kebagian "cuan" saham yang sedang naik harganya. Padahal saat itu saham sudah overvalued dan berada di pucuk dalam grafik tren harga, jadi naik sesaat untuk terjun bebas selanjutnya.

Pengalaman-pengalaman di atas terkadang tidak bisa dihindari oleh para pemula karena memang ada harga yang harus dibayar dalam proses belajar di pasar saham.

Tanpa mengalami sendiri proses pembelajaran seperti ini, para pemain saham pemula akan sulit naik ke tingkat yang lebih tinggi baik dari sisi pengetahuan dan pengendalian psikologis saat bertransaksi di pasar saham.

Jadi kuncinya adalah kehati-hatian dan kemampuan memprediksi risiko agar pada saat risiko terburuk (worst case) terjadi, kita tidak rugi melebihi dari yang dapat kita tanggung, yang tentunya berbeda-beda bagi tiap orang tergantung profil risiko dan kondisi keuangannya.

Ada dua aturan dasar agar kita tidak mengalami kerugian besar atau kebrangkutan dalam proses belajar di pasar saham dan selama kita berbisnis di pasar saham. Aturan ini dipopulerkan oleh Warren Buffett, salah satu investor pasar saham paling kaya di dunia, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun