Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Vivo, Siapa Sebenarnya? Kok Bisa Jual BBM Lebih Murah dibanding Pertamina? Sebuah Strategi Marketing atau Keunggulan Sejati?

6 September 2022   21:08 Diperbarui: 7 September 2022   06:56 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah akhirnya menetapkan kenaikan harga BBM di saat masyarakat sedikit lengah karena isu yang berhembus sebelumnya menyebutkan BBM akan naik per tanggal 1 September 2022, pukul 00:00. Ternyata isu ini tidak terbukti sehingga masyarakat mulai tidak mempercayai isu yang berkembang saat itu dan di tengah-tengah situasi terebut tiba-tiba pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM di siang bolong pada tanggal 3 September 2022, pukul 14:30 WIB.

Sontak keputusan yang mendadak ini membuat masyarakat tidak siap untuk mengantri seperti biasanya, antrian yang biasanya terjadi menjelang detik-detik kenaikan harga BBM. Mungkin ini salah satu strategi pemerintah agar masyarakat tidak mengantri isi BBM sampai mengular dan menghindari SPBU yang nakal dengan mengamankan stok mereka saat itu dengan dalih stok kosong.

Sebetulnya kebiasaan mengantri isi BBM pada detik-detik sebelum kenaikan harga BBM tidak signifikan memberikan penghematan dibanding pengeluaran untuk BBM selama setahun kedepan, namun rasionalitas tampaknya kalah dengan kebiasaan ikut-ikutan.

Kebiasaan ini lebih banyak hanya untuk memuaskan ego pelakunya, mirip dengan kebanggaan orang yang  berhasil menawar harga barang yang paling rendah meskipun itu hanya momen sekali seumur hidup.

Kembali ke pertanyaan awal, mengapa harga BBM di Indonesia lebih tinggi dibanding negara tetangga atau bahkan dari SPBU swasta yang minyaknya 100% dari impor?

Sebagai perbandingan harga BBM non subsidi di Indonesia untuk jenis BBM Pertamax Turbo (RON 98) sebesar 15.900 rupiah, sedangkan jenis BBM yang hampir sama di Malaysia harganya setara 13.318 rupiah per liter untuk RON 97.

Untuk BBM dengan RON 95 di Malaysia harganya jauh lebih murah dibanding di Indonesia yaitu setara 6.983 rupiah per liter padahal harga Pertamax dengan RON 92 sebesar 14.500 rupiah per liter. Perbedaan harga yang sangat besar ini dikarenakan BBM dengan RON 95 termasuk BBM yang disubsidi oleh Pemerintah Malaysia. 

Untuk BBM bersubsidi memang tidak bisa kita bandingkan antara Malaysia dengan Indonesia karena besaran nilai subsidi yang diberikan tergantung kemampuan finansial masing-masing negara dan juga jumlah penduduk Indonesia lebih dari 8 kali lipat jumlah penduduk Malaysia.

Jadi yang dapat kita bandingkan adalah BBM non-subsidi dan BBM yang dijual oleh SPBU swasta seperti Shell, BP, AKR dan Vivo yang merupakan pemain paling baru. Secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan  antara harga BBM di SPBU Pemerintah dan SPBU swasta.

Untuk jenis BBM yang sama Shell, BP, AKR menjual BBM sedikit lebih mahal dibanding SPBU Pertamina. Kecuali Vivo yang menjual BBM RON 89 atau Revvo89 yang harganya lebih murah dibandingkan dengan Pertalite (RON 90) yang merupakan BBM bersubsidi.

Harga Revvo 89 (RON 89) yang dijual Vivo di pasaran sebesar 8,900 rupiah per liter, sedangkan harga keekonomisan pertalite menurut Pemerintah berkisar antara 13.200 - 17.200 rupiah per liter.

Untuk memudahkan perhitungan, kita menggunakan harga keekonomisan Pertalite menurut perhitungan Menkeu sebesar 14.450 yang didasarkan pada harga minyak dunia sebesar USD 105 per barrel.

Dengan kualitas yang hampir sama selisih antara harga keekonomisan Pertalite dan harga jual Revvo89 sebesar 5.500 rupiah per liter. Bayangkan Vivo yang minyaknya 100% impor bisa jauh lebih murah dari Pertamina yang memiliki sumur minyak dan kilang pengolahan sendiri.

Siapa sebenarnya Vivo ?

Vivo atau PT Vivo Energy Indonesia merupakan kepanjangan tangan dari Vitol Asia Pte, yang merupakan salah satu anak usaha dari Vitol Group, salah satu perusahaan perdagangan energi terbesar di dunia.

Vitol Group awalnya didirikan di Rotterdam, Belanda pada tahun 1966 dan merupakan salah satu perusahaan penyalur BBM terbesar secara global yang beroperasi di lebih dari 40 negara.

SPBU Vivo pertama kali hadir di Indonesia pada 2017 di jalan Raya Cilangkap, Jakarta Timur. Saat ini PT Vivo Energy Indonesia mengoperasikan 18 SPBU di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Sebagian SPBU yang dimiliki Vivo ini awalnya merupakan bekas SPBU Total yang memilih hengkang dari Indonesia, ini setelah perusahaan minyak asal Prancis ini menganggap bisnis hilirnya kurang menguntungkan

Vivo menyalurkan BBM non-subsidi dan hanya menjual BBM jenis umum. Ada tiga jenis BBM yang dijual SPBU Vivo antara lain Revvo 89, Revvo 92 dan Revvo 95.

Revvo 89 adalah BBM jenis bensin dengan harga paling murah yakni Rp 8.900 per liter. Vivo menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga BBM Pertamina dengan alasan untuk menghabiskan stok lama.

Begitu Pertamina mengumumkan kenaikan harga BBM, popularitas Vivo langsung meroket, kalau sebelumnya masyarakat banyak yang tidak mengetahui adanya SPBU Vivo sekarang semua orang justru membicarakan mengenai Vivo.

Benar-benar strategi marketing yang luar biasa, sebuah brand yang dalam waktu singkat dikenal oleh ratusan juta penduduk Indonesia dan mengalahkan popularitas SPBU swasta yang sudah lama ada seperti Shell, BP dan AKR.

Benarkah harga Revvo 89 yang lebih murah daripada Pertalite saat itu hanya sebuah strategi marketing (marketing gimmick) ataukah Vivo memang jauh lebih efisien dan lebih unggul dalam menjalankan bisnis ritel BBM dibanding Pertamina ?

Pertama, kita akan uji beberapa parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi proses bisnis antara induk perusahaan Vivo yaitu Vitol Group dibanding Pertamina.

Kebetulan kedua grup perusahaan ini sama-sama bergerak di bidang Energi dari hulu sampai hilir, yang meliputi eksplorasi, trading dan ritel bahan bakar minyak dan gas alam.

Vitol Group yang berkantor pusat di Swiss merupakan salah satu perusahaan energi terbesar dunia. Pada tahun 2021 lalu mereka mencatatkan pendapatan sebesar 279 miliar dollar AS dan laba bersih sebesar 4 miliar dollar AS.

Sementara Pertamina pada tahun 2021 membukukan pendapatan sebesar 2,79 miliar dollar AS dan laba bersih sebesar 471 juta dollar AS. Dari Perbandingan di atas pendapatan dan laba bersih Pertamina hanya sepersepuluh Vitol Group.

Disisi lain jumlah karyawan Vitol Group hanya 1.400 orang sedangkan jumlah Karyawan Pertamina sekitar 34 ribu orang atau sekitar 25 kali lipat karyawan Vitol Group.

Dari rasio antara pendapatan dibagi jumlah karyawan, Vitol Group jauh lebih unggul dibanding Pertamina. Secara rata-rata satu orang karyawan Vitol Group menghasilkan pendapatan 199,3 juta dollar AS per tahun, sementara Pertamina hanya 82 ribu dollar AS per tahun.

Selain itu Vitol Group juga beroperasi di lebih dari 40 negara dan memperdagangkan 367 juta ton minyak mentah dan produk turunannya pada tahun 2020 sehingga mereka lebih unggul dari sisi koneksi dan pengalaman untuk mendapatkan supplier terbaik dan termurah.

Jadi dari sisi biaya produksi Vitol Group memang lebih efisien dibanding Pertamina karena salah satu komponen biaya tetap (fix cost) yaitu biaya SDM di Pertamina sangat besar yang disebabkan jumlah karyawan terlalu banyak dan tidak efisien.

Tapi tunggu dulu, meskipun secara korporasi Vitol Group jauh lebih unggul dan lebih efisien dibanding Pertamina namun barang yang dijual Vivo (sebagai anak perusahaan Vitol Group) 100% beli dari pihak lain sedangkan Pertamina sekitar 50% bahan bakunya diambil dari bumi Indonesia sendiri alias gratis.

Meskipun Vivo lebih efisien namun mereka juga butuh laba sehingga harga jual meliputi harga dasar "kulakan" ditambah biaya operasional proses bisnis dan ditambah laba. Sementara Pertamina harga "kulakan" lebih rendah karena 50% dibikin sendiri meskipun biaya operasional proses bisnis lebih tinggi.

Jadi ada alasan yang lebih masuk akal kenapa Vivo bisa menjual Revvo 89 dengan harga lebih rendah dari Pertamina, salah satunya adalah strategi marketing yang memang sudah dipikirkan dengan matang.

Sedikitnya ada dua alasan mengapa ini hanya sebuah strategi marketing yang dijalankan Vivo dengan cantik dengan memanfaatkan situasi yang sedang tidak menentu ditengah isu kenaikan harga BBM oleh Pertamina.

Pertama, BBM yang dijual oleh Vivo yang harganya lebih rendah dari Pertamina hanya Revvo 89, untuk Revvo 92 dan Revvo 95 harganya lebih mahal dari Pertamax dan Pertamax Turbo. Sebagai perbandingan kita ambil harga per tanggal 3 September 2022 pukul 14:30 WIB, seperti tabel dibawah ini.

Perbandingan harga BBM setelah kenaikan harga BBM Pertamina, Sumber: Matranews.id
Perbandingan harga BBM setelah kenaikan harga BBM Pertamina, Sumber: Matranews.id

Kedua harga Revvo 89 sebesar 8.900 rupiah per liter tidak bertahan lama, sehari setelah pengumuman kenaikan harga BBM Pertamina pada tanggal 3 September 2022, besoknya SPBU Vivo sudah kehabisan stok Revvo 89 karena diserbu pembeli.

Pada Tanggal 5 September 2022 SPBU Vivo kembali menjual Revvo 89 namun dengan harga yang sudah naik menjadi 9.900 rupiah per liter dan selang satu hari kemudian harganya naik lagi menjadi 10.900 rupiah per liter atau lebih tinggi dari harga Pertalite dengan RON 90.

Strategi marketing yang dilakukan oleh Vivo terbukti sukses besar memperkenalkan brand Vivo ke ratusan juta penduduk Indonesia. Sebuah strategi cerdik yang memanfaatkan momentum sesaat ditengah kekagetan masyarakat menerima keputusan pemerintah menaikkan harga BBM di siang bolong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun