Kedua, karena proses pemberian izin ekspor yang dilakukan oleh pejabat Kementerian tidak transparan.
Dalam hal ini tidak ada informasi yang terbuka untuk publik. Sebagai contoh perusahaan yang akan mengekspor CPO wajib memasok kebutuhan dalam negeri 20% dari volume ekspor mereka. Apakah hal ini sudah dilakukan atau belum tidak ada yang tahu kecuali orang dalam atau pejabat Kementerian.
Dengan demikian dipenuhi atau tidaknya seluruh persyaratan tersebut sangat tergantung pada "diskresi kementerian". Ini yang menjadi celah untuk melakukan kongkalikong atau mendorong terjadinya korupsi.
Ketiga, proses untuk mendapatkan dokumen perizinan ekspor minyak goreng di Kementerian Perdagangan, masih manual.
Proses perizinan secara manual selain menyebabkan proses tidak bisa transparan juga mudah diintervensi oleh pihak-pihak yang berwenang. Hal ini juga mendorong terjadinya lobi-lobi atau "pendekatan" secara personal agar izin bisa dikeluarkan.
Bisa jadi ketiga perusahaan MGS yang terlibat dugaan tindakan korupsi kali ini hanya merupakan puncak gunung es. Apakah perusahaan MGS lain selain dari tiga perusahaan yang sekarang diselidiki sudah memenuhi DMO sesuai aturan yang berlaku?
Masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat mengembangkan kasus ini pada seluruh pelaku industri MGS lainnya termasuk pelaku di internal Kemendag harus diusut secara tuntas.
Untuk mencegah hal ini terulang di masa depan, pemerintah harus membangun sistim yang lebih transparan dalam proses pemberian lisensi atau persetujuan izin ekspor-impor.
Menyikapi hal ini Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada tanggal 22 April 2022, telah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022 hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Keputusan ini sebenarnya tidak menyelesaikan akar masalah yang terjadi, bahkan beberapa pengamat menilai ini hanya akan mengulang kesalahan melarang ekspor batu bara pada awal tahun ini.
Pada saat itu pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor batu bara per 1-31 Januari 2022 karena terjadi krisis batubara dalam negeri yang disebabkan banyak perusahaan batu bara tidak memenuhi kewajiban DMO.