Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

GoTo Segera IPO, Sebuah Exit Strategy atau Tanda Berakhirnya Fenomena Bakar Uang?

20 Maret 2022   08:04 Diperbarui: 21 Maret 2022   06:41 3368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktifitas di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Sumber: dok Group GoTo via KOMPAS.com

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. atau GoTo mengumumkan rencana akan melaksanakan pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Rencana gelaran pencatatan saham perdana GoTo di BEI akan dilaksanakan pada 4 April 2022, sedangkan pemesanan saham perdana dapat dilakukan pada 29-31 Maret.

Dalam prospektus IPO, GoTo akan melepas 52 miliar lembar saham setara dengan 4,35 persen dari total saham GoTo. Harga saham IPO GoTo ditetapkan berada dalam rentang Rp316-Rp346 per lembar.

Dengan demikian aksi korporasi ini akan memberikan dana segar bagi GoTo senilai Rp16,43 triliun sampai Rp17,99 triliun. Dana segar ini digunakan sebagai suntikan modal perusahaan yang sampai saat ini masih terus membukukan kerugian.

Berdasarkan prospektus, angka kerugian GoTo mencapai Rp8,17 triliun hingga 31 Juli 2021. Hingga tutup buku, nilai kerugian tersebut diperkirakan meningkat hingga lebih dari 15 T.

Pada 2020, GoTo mengalami kerugian sebesar Rp16,74 triliun. Pada 2018 dan 2019, perusahaan juga mencatat rugi masing-masing sebesar Rp11,75 triliun dan Rp24,08 triliun.

Meski terus mencatatkan rugi, pendapatan bersih perusahaan terus meningkat. Dalam laporan keuangan hingga 31 Juli 2021, perusahaan mencetak pendapatan bersih sebesar Rp2,52 triliun. Naik 56% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Diproyeksi 2021, pendapatan bersih Goto akan mencapai lebih Rp 5 T.

Fenomena perusahaan startup di mana pendapatan bersih terus meningkat yang mengindikasikan perusahaan masih terus bertumbuh namun labanya negatif alias masih terus merugi biasanya kita kenal dengan fenomena "bakar uang".

Rencana IPO di tengah kondisi keuangan yang masih berdarah-darah alias masih merugi ini mirip dengan kondisi Bukalapak saat melakukan IPO pada 6 Agustus 2021.

Saat itu Bukalapak juga mencatatkan kerugian selama 3 tahun berturut-turut sebelum melakukan IPO. Antara tahun 2018-2020 Bukalapak mencatatkan total kerugian sebesar 6,3 triliun, angka ini jauh lebih kecil dibanding kerugian yang dialami GoTo sebesar 52,6 triliun pada periode yang sama.

Langkah korporasi yang dilakukan Bukalapak dengan melakukan IPO pada saat itu ditengarai sebagai sebuah "exit strategy" atau jalan keluar dari kondisi perusahaan yang masih terus merugi.

Setelah melakukan IPO, kinerja Bukalapak masih merugi sebesar 1,12 triliun pada periode 2021. Sementara itu GoTo pada periode 2021 diestimasikan juga masih merugi sekitar 15 triliun.

Harga saham Bukalapak setelah IPO juga terus mengalami penurunan. Pada saat IPO saham Bukalapak dilepas dengan harga Rp850 dan beberapa hari setelah IPO harga saham sempat melonjak sampai Rp1.110 namun setelah itu terus turun dan saat ini harganya hanya sekitar Rp270.

Dalam waktu sekitar 6 bulan setelah IPO harga saham Bukalapak telah turun menjadi sepertiga dari harga penawaran perdana. Fenomena ini semakin menguatkan dugaan bahwa langkah korporasi yang dilakukan Bukalapak adalah sebuah "exit strategy".

Sebenarnya perusahaan startup yang harga sahamnya terus menurun setelah IPO bukan hanya Bukalapak, perusahaan startup lain juga mengalami hal yang sama.

Sebagai contoh harga saham Grab, Didi global dan Rivian, perusahaan startup yang juga melakukan IPO di tahun 2021, harga sahamnya juga terus menurun.

Bahkan perusahaan startup yang sekarang telah menjadi perusahaan raksasa global seperti Facebook/Meta, Uber dan Alibaba juga mengalami penurunan harga saham beberapa saat setelah IPO namun setelah itu harganya terus naik jauh di atas harga IPO.

Bagaimana dengan harga saham GoTo nantinya? Apakah harganya akan turun setelah IPO sama seperti Bukalapak, Grab, Didi global dan Rivian? Dan kapan saham perusahaan-perusahaan startup ini akan mulai naik dan melewati harga IPO?

Mengacu pada fenomena yang dialami oleh Bukalapak dan perusahaan startup lainnya, kemungkinan besar GoTo juga akan mengalami hal yang sama. Harga sahamnya akan turun beberapa bulan atau beberapa tahun setelah IPO.

Bila demikian tentu tidak ada investor yang mau membeli saham GoTo pada saat IPO, para investor akan "wait and see" sampai harga saham mencapai titik terendah baru mereka akan mempertimbangkan untuk beli.

Untuk meyakinkan para investor bahwa mereka tidak akan rugi membeli saham perdana GoTo maka GoTo akan mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan harga saham melalui dua skema yaitu skema greenshoe option dan hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS).

Skema greenshoe option dapat menstabilkan harga saham setelah IPO dengan cara mengalokasikan sekitar 15 persen dari saham yang di-IPO-kan untuk greenshoe atau untuk menstabilkan harga saham.

Sebagai contoh, anggaplah IPO Rp20 triliun, 15 persennya sekitar Rp3 triliun akan digunakan untuk menstabilkan pasar. Jadi underwriter punya keleluasaan menstabilkan harga di pasar bisa jual atau beli.

Underwriter adalah penjamin pelaksana emisi efek, dalam IPO GoTo yang bertindak sebagai underwriter adalah PT Indo Premier Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. (TRIM).

Skema greenshoe option diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No.XI.B.4 tentang Stabilisasi Harga Saham dalam Rangka Penawaran Umum Perdana (IPO).

Regulasi ini membolehkan emiten atau investee melakukan intervensi atau stabilisasi harga dengan ketentuan maksimal 15 persen dari saham IPO dengan jangka waktu pelaksanaan maksimal 30 hari.

Tujuan dari skema greenshoe adalah untuk stabilisasi harga apabila harga saham diperdagangkan di bawah harga IPO agar tidak merugikan investor.

Jadi skema greenshoe akan memberikan rasa aman pada para investor bahwa setelah listing harga saham akan terus terjaga sehingga tidak jatuh di bawah harga penawaran perdananya.

Skema yang kedua adalah skema hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS). Skema ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel atau multiple voting shares (MVS) pada Desember 2021 lalu.

Regulasi MVS menyebutkan para founder atau pendiri perusahaan memiliki hak suara lebih banyak (voting rights) dari pemegang saham lainnya melalui saham berkelas khusus, meski jumlah sahamnya sama.

Tujuan dari skema ini adalah agar visi dan misi perusahaan tetap terjaga dan tetap sejalan dengan visi para pendiri perusahaan. Namun, syaratnya saham para pendiri harus dikunci untuk jangka waktu tertentu. 

Dengan mengikuti skema MVS ini, saham dari pemegang hak suara multipel akan dikunci (lockup) selama 2 tahun sejak listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara seluruh pemegang saham biasa sebelum IPO akan terkena lockup 8 bulan.

Para pemegang saham yang terkena lockup tidak dapat memindahtangankan sahamnya kepada pihak lain, termasuk menjualnya.

Ketentuan inilah yang semakin menegaskan komitmen perusahaan bahwa IPO tidak menjadi "jalan keluar" bagi para investor dan pemegang saham sebelum IPO.

Kedua skema ini, skema greenshoe option dan skemas MVS bertujuan untuk meyakinkan para investor bahwa GoTo berkomitmen untuk terus bertumbuh menjadi perusahaan yang sehat sesuai visi dan misi para pendirinya.

Dan pada akhirnya akan meyakinkan para investor agar tidak ragu lagi untuk membeli saham perdana GoTo pada saat IPO digelar nanti.

Pertanyaan selanjutnya adalah berapa lama lagi GoTo masih akan terus merugi atau masih akan terus melakukan "bakar uang"?

Dalam prospektus GoTo yang diterbitkan menjelang IPO, secara eksplisit perusahaan menyatakan bahwa ada faktor risiko investasi pada saham GoTo seperti yang ditulis, "Perusahaan tidak dapat menjamin bahwa perusahaan akan dapat membukukan laba bersih di masa mendatang"

Ini artinya besar kemungkinan GoTo akan terus mengalami kerugian dalam beberapa tahun kedepan meskipun mereka akan terus berusaha mencetak laba dengan berbagai strategi dan inovasi yang sudah direncanakan.

Kemampuan GoTo untuk mencapai profitabilitas sebagian besar bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan memasarkan bisnisnya secara efisien serta mengoptimalkan sumber dayanya.

Upaya-upaya di atas membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang mungkin lebih lama dari yang diharapkan, sementara hasilnya juga belum pasti.

Dengan demikian belum bisa dipastikan sampai kapan GoTo masih akan terus melakukan "bakar uang". Dan selama belum ditemukan strategi lain yang lebih efektif dan terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan GoTo selain strategi "bakar uang", strategi bakar uang ini kemungkinan akan terus dilakukan.

Kembali pada rencana IPO yang akan dilakukan GoTo, tidak ada seorangpun yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa depan.

Namun demikian kita dapat me-mitigasi resiko yang mungkin terjadi dan mempertimbangkan komitmen GoTo dalam menjamin stabilisasi harga saham melalui dua skema yang dijelaskan di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun