Pada saat SNMPTN anak saya memilih jurusan arsitektur, gabungan antara teknik dan seni. Dan yang paling penting jurusan arsitektur masih tergolong jurusan teknik baik di ITS maupun ITB.Â
Pilihan dijatuhkan ke teknik arsitektur ITS Â Surabaya, namun tidak lolos karena secara nilai dan peringkat SMA tidak mendukung.
Setelah jalur SNMPTN gagal, sebenarnya masih ada jalur SBMPTN dan jalur mandiri. Namun saya bilang kepada anak saya kalau saya tidak mau dia masuk ke jalur mandiri, bukan apa-apa, karena masuk jalur mandiri di ITS dipatok 75 juta rupiah. Jadi dia harus masuk jalur SBMPTN agar bisa berhemat 75 juta rupiah.
Melihat prestasi anak saya yang rata-rata kelihatannya sangat sulit untuk bisa lolos UTBK-SBMPTN karena kuotanya hanya 30% dan diperebutkan secara nasional.Â
Jadi dengan segala cara saya suruh dia les, baik yang offline maupun online, tapi itu tidak jalan sama sekali, les offline alasannya jauh dan les online dipaksa daftar hanya ikut tidak lebih dari sebulan.
Menurut anak saya, dia lebih nyaman belajar sendiri, padahal anak-anak lain seperti dia justru berlomba-lomba ikut les sebanyak mungkin.Â
Saya semakin skeptis saja tapi tetap saya paksa ikut les atau belajar dari keponakan yang sudah mahasiswa.
Dengan kondisi seperti ini maka satu-satunya harapan adalah strategi memilih jurusan agar bisa lolos UTBK-SBMPTN dan diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur yang anti mahal ini.
Setelah berdiskusi dengan anak saya, akhirnya pilihan jatuh pada jurusan desain interior ITS Surabaya dan jurusan arsitektur Universitas Brawijaya, Malang. Kebetulan kedua jurusan tersebut masuk dalam kelompok IPA di UTBK-SBMPTN.
Sebenarnya untuk pilihan kedua, saya menyarankan jurusan kelompok IPS seperti jurusan ekonomi manajemen, akuntansi atau psikologi agar peluang lolos lebih besar. Namun anak saya tidak mau ikut yang kelompok campuran IPA/IPS, karena tidak nutut kalau belajar IPA dan IPS.