Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PTM 100 Persen sebagai Momentum untuk Memperbaiki Study-Life Balance

16 Januari 2022   11:12 Diperbarui: 16 Januari 2022   17:06 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di SDN 010 Batam Kota, Batam, Kepulauan Riau, Senin (10/1/2022).| Sumber: ANTARA FOTO/TEGUH PRIHATNA

Pertengahan tahun lalu saya menerima kiriman video yang cukup menyentuh perasaan. Video ini dibuat oleh keponakan saya dan teman-temannya yang duduk di kelas 2 SMA yang berjudul "Masa-masa yang katanya Indah".

Video tersebut menggambarkan kehidupan masa remaja mereka di era pandemi. Masa remaja adalah masa-masa yang selalu dirindukan hampir semua orang, masa-masa yang indah penuh romantika ketika mereka mulai mengenal kata cinta.

Namun apa yang tergambar dalam video tersebut bertolak belakang dengan harapan mereka. Sebagai remaja yang mulai belajar mengenal dunia dan kehidupan dengan segala romantikanya mereka tidak mengalaminya.

Begitu masuk bangku SMA, praktis mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan teman-temannya hanya pada semester pertama, pada semester berikutnya mereka sudah tidak bisa bersekolah bersama lagi.

Dan baru di awal tahun ini, semester akhir di kelas 3 mereka bisa berkumpul dan bersekolah bersama lagi, sayangnya semester akhir ini waktunya sangat pendek karena mereka harus fokus mempersiapkan jenjang sekolah berikutnya.

Masa indah di SMA dalam film
Masa indah di SMA dalam film "Dilan 1990", Sumber: FalconPicture via viva.co.id

Gegap gempita, riuh rendah dan euforia yang luar biasa dalam menyambut PTM 100 persen dialami oleh sebagian besar anak-anak usia sekolah setelah sekian lama mereka memendam kerinduan yang mendalam untuk dapat bersekolah seperti sebelum masa pandemi.

Meskipun demikian kegiatan belajar mengajar secara tatap muka ini masih dibayang-bayangi ancaman penularan Omicron, sehingga pelaksanaan kegiatan PTM ini harus dilakukan dengan prokes yang ketat terutama pemakaian masker dan cuci tangan.

Selain alasan kesehatan mental -agar anak-anak dan remaja usia sekolah bisa bertumbuh dan bersosialisasi dengan baik- alasan lain pelaksanaan kegiatan ini adalah agar kualitas pendidikan di Indonesia tidak tertinggal jauh dengan negara lain karena pembelajaran online sejauh ini belum seefektif PTM.

Dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko seperti di atas maka pemerintah akhirnya mengambil kebijakan untuk melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas yang wajib diikuti oleh seluruh siswa di Indonesia pada tahun ajaran baru di awal tahun 2022 ini.

Pengaturan kapasitas peserta didik dan durasi pembelajaran dalam penyelenggaraan PTM Terbatas diatur berdasarkan cakupan vaksinasi dosis 2 Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) serta warga lanjut usia. Juga mempertimbangkan level PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di wilayah tersebut.

Namun perlu diingat bahwa PTM mulai saat ini tidak akan pernah sama dengan kegiatan belajar mengajar sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Bukan karena PTM kali ini harus menerapkan prokes dengan ketat tetapi inilah momentum bagi kita semua untuk memperbaiki Study-Life Balance generasi muda Indonesia.

Apa yang dimaksud dengan Study-Life Balance? 

Study-life balance dapat diartikan sebagai keseimbangan antara kegiatan belajar secara formal dengan kegiatan sosial, olahraga, dan budaya (University of Worcester, 2021).

Sebagai makhluk sosial, remaja dan anak-anak butuh berinteraksi, butuh bertemu, bersosialisasi dan bersenda gurau, bermain bersama dan saling bertukar cerita sebagai bagian dari proses pertumbuhan mereka menjadi manusia dewasa.

Jika study-life balance seseorang tidak seimbang maka mereka bisa mengalami penurunan prestasi akademis, hubungan sosial dan antar pribadi kurang harmonis, gangguan kesehatan mental dan fisik, atau putus asa karena ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan di masa depan.

Lebih lanjut, penelitian ini juga menunjukkan bahwa manfaat dari study-life balance yang seimbang, yaitu:

  • Prestasi akademis yang optimal
  • Meningkatkan kualitas hubungan sosial dan antar pribadi
  • Lebih siap dan mampu menghadapi tantangan di masa depan.

Secara empiris dapat kita amati kebanyakan siswa-siswa yang aktif di organisasi siswa atau kemahasiswaan selain prestasi akademisnya bagus mereka juga lebih mudah bersosialisasi dan sukses dalam karirnya di kemudian hari. Meskipun hal ini juga tergantung dari kapasitas masing-masing orang.

Mengapa PTM kali ini menjadi momentum untuk memperbaiki study-life balance generasi muda Indonesia?

Sebelum pandemi Covid-19, sekolah-sekolah berlomba-lomba menambah jam belajar. Semakin lama waktu belajar di dalam kelas dianggap semakin baik sehingga muncullah sekolah-sekolah full-day yang dianggap lebih baik dari sekolah biasa karena waktu belajar di dalam kelas yang lebih lama.

Namun pandemi Covid-19 telah mengubah seratus delapan puluh derajat cara belajar siswa. Selama masa pandemi proses belajar mengajar dilakukan seluruhnya dari rumah, meskipun PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini kurang efektif dibandingkan dengan PTM.

Ini artinya ilmu yang didapat dari pembelajaran kelas online yang disampaikan oleh para guru hanya masuk sebagian sehingga siswa itu sendiri yang harus lebih aktif untuk belajar mandiri baik melalui google, YouTube atau bertanya pada orangtua dan sanak saudara. 

Jadi anggapan bahwa semakin lama waktu belajar semakin baik atau sekolah full day lebih baik dari sekolah biasa tidak sepenuhnya benar. Dengan perkembangan teknologi digital saat ini maka sumber ilmu bukan hanya dari sekolah atau dari guru yang mengajar di sekolah.

Sumber ilmu bisa berasal dari mana-mana, terutama dari internet. Tugas utama sekolah adalah menyediakan kerangka kerja atau kisi-kisi pembelajaran, membantu menjelaskan dan memberikan konsultasi dan memvalidasi hasil belajar siswa.

Siswa harus lebih banyak belajar mandiri, bukan hanya dari internet namun yang lebih penting siswa harus belajar mengembangkan diri, mempelajari keterampilan dasar hidup, bersosialisasi, membangun komunitas, menyalurkan hobi dan kegiatan lain yang bisa dilakukan diluar jam sekolah.

Bila sebelum pandemi waktu belajar di sekolah dari normal sekitar 5-6 jam per hari diperpanjang menjadi 8 jam sehari pada sekolah full-day, maka setelah pandemi ini perlu dipertimbangkan agar waktu belajar di sekolah dikurangi menjadi hanya 3-4 jam sehari.

Pengurangan waktu belajar di sekolah ini akan memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk mengembangkan minat dan bakat, bersosialisasi dan mengasah soft-skill sehingga tercapai study-life balance yang optimal sehingga setiap siswa bisa mencapai performa terbaiknya.

Selain itu cara pembelajaran gaya lama yang menganggap guru sebagai satu-satunya sumber untuk mendapatkan ilmu sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman, khususnya perkembangan teknologi digital.

Dengan pengurangan jam belajar di sekolah menjadi 3-4 jam per hari juga akan mengurangi risiko penularan covid-19 sehingga keberlanjutan kegiatan PTM kali ini dapat berjalan terus tanpa ada lonjakan kasus yang berarti dan sampai pandemi ini reda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun