Bagi sebagian besar orang mungkin sudah tidak asing lagi jika mendengar kata etika dalam berkomunikasi. Secara umum, etika komunikasi merupakan panduan moral atau norma-norma yang diterapkan dalam segala bentuk komunikasi manusia. Ini termasuk komunikasi antar pribadi, komunikasi di tempat kerja, komunikasi di media sosial dan segala bentuk komunikasi digital.
Etika dalam berkomunikasi meliputi sikap hormat dan menghargai lawan bicara, mau mendengarkan orang lain, jujur, tidak memfitnah, tidak menghina atau menjelek-jelekan orang lain di depan umum, menjaga privasi orang lain dan masih banyak lagi. Jadi etika dalam berkomunikasi adalah suatu adab atau norma kesopanan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Pada kondisi normal biasanya kita lebih mudah mengontrol emosi, sopan, dan menjaga etika komunikasi dengan baik. Namun dalam hidup kadang kita dihadapkan pada situasi yang tidak kita harapkan, menghadapi orang yang menjengkelkan, mau menang sendiri, arogan atau orang yang sengaja memprovakasi kita agar marah.
Pada situasi yang sulit seperti seperti diatas, kesabaran kita benar-benar diuji. Secara alamiah tubuh kita akan bereaksi terhadap situasi yang tidak kita harapkan, adrenalin meluap tanpa bisa kita bendung lagi. Akibatnya adalah tekanan darah naik, nafas memburu, emosi tingkat tinggi, dan pada titik ini amarah sudah tidak terelakkan lagi, rasanya kita mau meledak.
Pada saat amarah yang memuncak, Â kita sudah lepas kendali, tidak bisa berfikir secara rasional lagi. Â Kita melupakan semua sopan santun atau etika komunikasi, sebaliknya kita makin meninggikan suara, berteriak, membentak dan keluar kata-kata yang tidak sopan atau bahkan mungkin tindakan yang agresif seperti melempar, memukul atau menendang.
Amarah adalah reaksi emosional negatif yang bersifat kekerasan, yang dapat disertai dengan perubahan fisiologis dan psikologis. Intensitas kemarahan berkisar dari perasaan tidak puas sampai marah sekali atau murka.
Pada dasarnya bila dua orang saling meluapkan kemarahan dua-duanya kehilangan kendali diri dan dua-duanya pada posisi yang saling melukai baik secara verbal ataupun mungkin secara fisik. Namun demikian dalam norma-norma masyarakat kita, yang lebih muda biasanya akan disalahkan karena dianggap tidak sopan kepada orang tua.
Namun bila salah satu dapat mengendalikan diri dan tidak terprovokasi untuk menanggapi kemarahan lawan bicaranya, dia dalam posisi yang benar tidak melihat lagi lebih tua atau lebih muda.
Dapat mengendalikan diri dan menjaga etika komunikasi pada saat terjadi konflik atau gesekan dengan orang lain terkadang  dapat menyelamatkan kita dari masalah yang lebih besar. Seringkali kita tidak tahu siapa lawan bicara kita, bila ternyata orang yang punya kuasa atau punya pengaruh besar maka kemungkinan kita akan menghadapi masalah besar bila salah kata.
Saat kita marah, biasanya mulut kita akan bekerja lebih cepat daripada otak kita, sehingga kita tidak memikirkan dulu kata-kata yang akan kita keluarkan apakah menyakiti orang lain atau tidak. Sering kali setelah situasi tenang kita menyesali perkataan yang kita lontarkan saat sedang marah.
Oleh karena itu salah satu cara untuk tidak lepas kendali saat beradu argumentasi, berdebat atau mengungkapkan kekecewaan kita adalah dengan tetap menjaga etika kita dalam berkomunikasi.
Etika komunikasi yang dimaksud disini adalah :
- Sikap hormat dan menghargai lawan bicara
- Jujur dan bersikap positif
- Mau mendengarkan orang lain
- Tidak menghina atau menjelek-jelekan orang lain di depan umum
Dengan menjaga etika komunikasi sebenarnya ada beberapa hal yang sangat bermanfaat yang mungkin tidak kita sadari dalam meredam emosi yang memuncak, antara lain.
- Belajar menunda reaksi-reaksi saat emosi sedang menguasai diri
- Belajar memaknai atau merespon secara positif tindakan orang lain
- Belajar melihat masalah dari sudut pandang lawan bicara kita
- Belajar "self talk" atau "self reminder".
Menunda reaksi saat kita sedang emosi terbukti sangat efektif untuk mencegah tindakan-tindakan yang seharusnya tidak kita lakukan. Karena amarah adalah emosi negatif sehingga tindakan yang muncul saat marah cenderung negatif dan merugikan diri kita sendiri.
Dalam praktiknya ada beberapa metode agar kita bisa menunda reaksi, misalnya dengan menghirup nafas secara dalam dan melepaskan dengan pelan-pelan, atau dengan mengakui perasaan kita "Oh.. aku ini marah ya ?", dan berbagai metode lainnya.
Memaknai atau merespon secara positif tindakan orang lain misalnya, "dia ngomongnya dengan nada tinggi mungkin memang terbiasa seperti itu", atau "dia mungkin sedang terburu-buru", "dia mungkin sedang stres atau sedang banyak masalah".
Dengan merespon secara positif membuat kita tidak mudah sakit hati dan lebih maklum dengan tindakan orang lain yang tidak kita sukai atau mengganggu kita.
Melihat dari sudut pandang orang lain artinya berusaha memahami persoalan dari sudut pandang lawan bicara. Ini juga menunjukkan kalau kita mau mendengarkan orang lain dan menghargai lawan bicara kita.
Dengan melihat masalah dari sudit pandang lawan bicara kita akan lebih mudah menemukan titik temu atau kesamaan pandangan dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Melakukan "self talk" atau "self reminder", misalnya: saya sudah dewasa, saya tahu etika dan sopan santun, saya bisa mengendalikan diri, dan lainnya.
Tindakan ini sangat efektif untuk menjaga tindakan kita selalu dalam koridor kesopanan dan norma masyarakat.
Dengan menerapkan etika komunikasi pada saat kita sedang menghadapi situasi yang sulit dan emosional sangat membantu kita untuk meredam emosi kita. Emosi yang terkontrol akan mencegah amarah yang meluap-luap atau berlebihan.
Dan dengan demikian etika komunikasi akan menghindarkan kita dari banyak masalah yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Kadangkala ungkapan "Mulutmu Harimaumu" tetap relevan agar kita tidak jatuh ke dalam masalah yang lebih besar karena salah kata.
Banyak contoh hanya gara-gara kemarahan sesaat yang dipicu hal sepele menyebabkan masalah besar yang berkepanjangan. Salah satu yang viral beberapa waktu yang lalu adalah kasus antara "anak jenderal" dan ibunda anggota DPR.
Contoh lain pentingnya menjaga etika komunikasi agar tidak berakibat fatal adalah dalam komunikasi sehari-hari di tempat kerja. Bila kita tidak bisa menjaga etika komunikasi dan meluapkan marah kepada atasan maka tamat sudah karir kita di perusahaan tersebut.
Namun demikian adakalanya salah satu pihak sengaja membuat drama, menyuarakan seolah-olah dia adalah korban, sehingga sikap kita menunda reaksi dianggap sebagai respon pihak yang salah. Jadi harus tetap bijaksana dalam menerapkan etika dalam berkomunikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H