Saat ini kita hidup di tengah pesatnya perkembangan teknologi digitalisasi. Hampir semua sektor kehidupan tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informasi atau digitalisasi. Masyarakat memanfaatkan teknologi ini untuk mempermudah kehidupan, yang ditandai dengan berbagai layanan digital untuk mengakomodasi kebutuhan ini.
Dampak dari perkembangan teknologi digital ini menyebabkan masyarakat saat ini cenderung tidak sabar dan ingin segala hal yang mereka mau terpenuhi dengan sesegera mungkin. Hal ini memang salah satu sifat dari teknologi digital yaitu "instant gratification" (pemenuhan kebutuhan atau kepuasan secara sangat cepat).
Dengan demikian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi serba terburu-buru dan ingin menyelesaikan tugas yang menumpuk dengan cara yang cepat, bersamaan dan praktis. Hal ini telah menjadi gaya hidup yang biasa bagi banyak orang, sehingga muncul istilah multitasking untuk merespon tuntutan tersebut.
Kata multitasking digunakan selama beberapa dekade untuk menggambarkan kemampuan pemrosesan paralel komputer, namun sekarang istilah ini juga banyak digunakan sebagai upaya manusia untuk melakukan berbagai hal secara bersamaan sebanyak mungkin, secepat mungkin dan semaksimal mungkin.
Di zaman teknologi digital saat ini, iklan untuk gadget elektronik, perangkat digital genggam, dan sejenisnya menawarkan gagasan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan beberapa hal sekaligus.Â
Para produsen gadget elektronik ini berlomba menggunakan "prosessor" berteknologi tinggi sehingga menjamin kinerja tinggi untuk melakukan berbagai hal sekaligus secepat mungkin dan sebanyak mungkin.
Bekerja di kantor juga tidak lepas dari multitasking, mulai dari membuat laporan untuk presentasi sambil menjawab email yang masuk dan memantau WAG dari banyak grup untuk urusan pekerjaan ataupun menjawab panggilan telepon yang masuk.
Benarkah sistem kerja multitasking ala prosesor komputer sesuai diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari? Atau, mungkinkah kita dapat melakukan pekerjaan lebih dari satu jenis dalam satu waktu dan semua hasilnya memuaskan ?
Hal pertama yang harus kita perhatikan adalah masalah safety. Sebagai contoh dilarang keras menggunakan ponsel sambil berkendaraan karena dapat merusak fokus saat berkendaraan. Jadi bila kita melakukan multitasking pastikan bahwa itu aman baik untuk diri sendiri maupun orang lain, bila tidak jangan pernah melakukannya.
Kedua, untuk sebuah kegiatan atau tugas penting jangan melakukannya bersamaan dengan aktivitas lain atau dengan kata lain jangan melakukan multitasking bila salah satunya adalah kegiatan penting.
Sebagai ilustrasi, suatu hari seorang manajer sebuah perusahaan menghadiri sebuah meeting besar dengan jajaran direksi, di tengah meeting dia menerima email dari klien dari ponselnya. Karena merasa aman dia membalas email sambil menghadiri meeting.
Ternyata aktivitas mengirimkan email tersebut harus dia lakukan berkali kali karena ada balasan email dari klien yang harus dia jawab. Namun, tanpa disadari ditengah meeting itu dia tidak menyimak pertanyaan penting yang disampaikan salah satu direktur pada dirinya.
Akibatnya dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari salah satu direktur tersebut, bahkan dia tidak tahu masalah yang ditanyakan karena saat direktur tersebut menjelaskan dan mengajukan pertanyaan, dia tengah fokus membalas email dari klien.
Riset di University of California menemukan bahwa para karyawan memerlukan waktu rata rata dua puluh lima menit untuk bisa kembali fokus kepada pekerjaan utama mereka setelah sebelumnya pekerjaan utama mereka disela/diinterupsi oleh kegiatan menerima telepon atau menjawab email.
Bahkan dalam suatu diskusi tentang multitasking di New York Times pada tahun 2007 dinyatakan bahwa multitasking telah menyebabkan kerugian secara ekonomi di Amerika Serikat ratusan Milyar US Dollar sebagai nilai kerugian hilangnya produktivitas kerja.
Hasil temuan dari Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Psychiatry di University of London, menyatakan bahwa, "Pekerja yang terganggu oleh e-mail dan panggilan telepon mengalami penurunan IQ lebih dari dua kali yang ditemukan pada perokok ganja." Psikolog yang memimpin penelitian menyebut informasi ini sebagai ancaman serius bagi produktivitas kerja.
Secara umum dampak negatif multitasking adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan produktivitas
Penelitian yang dilakukan oleh Meyer dalam Journal of Experimental Psychology, menunjukkan bahwa pekerja yang melakukan multitasking justru mengalami penurunan produktivitas sekitar 40%. [1]
2. Menurunkan kecerdasan otak
Informasi yang masuk ke otak secara bersamaan akan membuat otak tidak bisa bekerja secara maksimal. Berdasarkan penelitian bekerja secara multitasking dapat menurunkan kecerdasan otak atau IQ.
3. Berpotensi menyebabkan stres
Melakukan multitasking terus menerus dalam jangka waktu lama dapat berpotensi memicu stres. Jika dibiarkan terus menerus, hal ini akan memicu burnout dan kecemasan.
Karyawan yang stres dan kemudian sakit, produktivitasnya akan menurun dan pada akhirnya akan merugikan perusahaan.
4. Menurunkan kualitas dan efisiensi kerja
Perilaku multitasking bisa berujung pada sulitnya mengatur pikiran dan menyaring informasi yang tidak logis. Tanpa disadari, pekerjaan yang dilakukan secara multitasking menjadi tidak efisien.
5. Penurunan fokus
Salah satu dampak negatif multitasking adalah penurunan fokus. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang multitasking lebih sulit untuk fokus dan lebih mudah terdistraksi.
Demikian beberapa kelemahan dari multitasking yang harus kita pahami sebelum melakukan multitasking dalam kegiatan sehari-hari baik di rumah maupun di tempat kerja.
Untuk mengeliminasi dampak negatif dari multitasking di atas, salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan mengubah multitasking menjadi Task Switching melalui pembuatan "To Do List".
"To Do list" merupakan sebuah daftar kegiatan atau tugas-tugas yang harus kita kerjakan sehingga tidak ada kegiatan penting yang terlewatkan karena semua telah dicatat di dalam daftar tersebut.
Task Switching adalah berpindah-pindah dari satu tugas ke lainnya dalam satu proses kerja. Dengan switching ini kita bisa melakukan banyak tugas secara berganti-ganti sesuai dengan "to do list"yang telah kita susun sebelumnya.
Task Switching ini kerapkali memang diperlukan untuk mencegah kejenuhan atau kebosanan, bahkan terkadang sebuah masalah yang sebelumnya sulit dipecahkan tiba-tiba muncul solusinya ketika kita sejenak menarik diri dan berpindah untuk fokus ke tugas/masalah yang lainnya.
Kebalikan dari multitasking adalah deep work. Deep Work adalah pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam keadaan konsentrasi penuh, bebas gangguan yang mendorong kemampuan kognitif secara maksimal. Upaya ini menciptakan nilai baru, meningkatkan keterampilan kita, dan sulit untuk ditiru.
Banyak tokoh-tokoh dunia yang telah menghasilkan karya-karya besar dan luar biasa dengan metode deep work ini. Di bawah ini beberapa tokoh yang melakukan deep work dalam berkarya.
Woody Allen, penulis skenario dan sutradara, dalam periode 1969 sampai 2013, telah menulis dan menyutradarai empat puluh empat film yang menerima dua puluh tiga nominasi Academy Award---tingkat produktivitas artistik yang tidak ada bandingnya. Selama periode ini, Allen tidak pernah menggunakan komputer.
Demikian pula Peter Higgs, seorang fisikawan teoretis yang melakukan pekerjaannya dalam isolasi total, terputus total dari dunia luar sehingga para jurnalis tidak dapat menemukannya setelah diumumkan bahwa dia telah memenangkan Hadiah Nobel.
J.K. Rowling, di sisi lain, absen dari media sosial selama penulisan novel Harry Potter-nya. Staf Rowling membuat akun Twitter atas namanya pada musim gugur 2009, saat dia bekerja di The Casual Vacancy, dan selama satu setengah tahun pertama, satu-satunya tweetnya berbunyi: "Ini aku yang sebenarnya, tapi kamu tidak akan sering mendengar kabar dari saya, saya takut, karena pena dan kertas adalah prioritas saya saat ini."
Contoh lain adalah CEO Microsoft Bill Gates yang mengadakan "Think Weeks" dua kali setahun, di mana ia akan mengisolasi dirinya sendiri (seringkali di pondok tepi danau) untuk tidak melakukan apa pun selain membaca dan memikirkan pemikiran besar.
Beberapa nama tokoh dunia diatas telah membangun "tempat khusus yang terisolasi" menjadi tempat di mana mereka mengoptimalkan kemampuannya untuk berpikir secara mendalam. Pemikiran ini yang pada akhirnya menghasilkan karya dengan orisinalitas yang begitu menakjubkan sehingga mengubah dunia.
Multitasking, Task Switching dan Deep Work masing-masing punya peran dalam meningkatkan produktivitas di tempat kerja tergantung dari sifat pekerjaan yang kita lakukan.
Multitasking harus dilakukan secara selektif karena banyak dampak negatifnya. Pekerjaan yang bisa dilakukan dengan metode ini antara lain pekerjaan rutin, berulang-ulang yang tidak membutuhkan pemikiran lagi, biasanya pekerjaan yang bersifat mekanis atau motorik.
Contohnya adalah pekerjaan di rumah seperti menyapu, membersihkan rumah, memasak atau beres-beres rumah bisa dilakukan secara paralel atau multitasking.
Bila akan melakukan multitasking di tempat kerja kita harus berhati agar secara safety aman dan bukan tugas dengan kategori "penting sekali".
Multitasking mungkin juga cocok untuk menyelesaikan  tugas yang memerlukan update informasi secara real time. Sebagai contoh menyusun laporan sambil membaca email mengenai informasi terkini yang dubutuhkan untuk membuat laporan.
Task Switching merupakan metode yang moderat yang menjembatani antara multitasking dan deep work. Metode ini bisa diterapkan untuk pekerjaan kantor dimana tugas bertumpuk-tumpuk dengan deadline yang ketat.
Task Switching merupakan keseimbangan antara kecepatan dan kualitas. Kebanyakan pekerjaan atau tugas dikantor harus segera diselesaikan secepatnya sehingga terjadi trade-off antara kecepatan eksekusi dengan kualitas pekerjaan.
Metode bekerja yang paling ideal adalah Deep Work. Metode kerja ini dilakukan untuk menghasilkan hasil kerja yang sempurna atau sebuah mahakarya yang sama sekali baru, orisinal dan tidak ada duanya.
Deep work memerlukan totalitas, konsentrasi penuh dan fokus pada kualitas kerja yang sempurna. Metode Ini juga memerlukan sebuah proses pemikiran yang sangat dalam untuk menghasilkan karya yang bernilai tinggi.
Jadi mana dari metode kerja di atas yang paling efektif untuk meningkatkan produktivitas tergantung dari sifat pekerjaan itu sendiri. Ada pekerjaan rutin yang harus diselesaikan dengan cepat tanpa berpikir, ada pekerjaan yang memerlukan pemikiran mendalam dan konsentrasi penuh dan ada yang berada diantara keduanya.
Yang perlu diperhatikan adalah, bila kita salah memilih metode yang kita gunakan maka akan menyebabkan produktivitas tidak maksimal atau bahkan dapat merusak karir dan potensi diri kita.
Referensi
[1] Rubinstein, J. S., Meyer, D. E. & Evans, J. E. (2001). Executive Control of Cognitive Processes in Task Switching. Journal of Experimental Psychology: Human Perception and Performance, 27, 763-797.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H