Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mana yang Lebih Penting, Mengubah Gaya Hidup atau Keterampilan Mengelola Keuangan?

5 Desember 2021   11:15 Diperbarui: 5 Desember 2021   19:50 5274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menikmati hari tua | Sumber: Business Insider

Ada dua orang sahabat Agus dan Budi. Agus adalah karyawan perusahaan biasa, sedangkan Budi adalah seorang manajer lembaga keuangan yang terkemuka. Beberapa tahun lagi keduanya akan memasuki masa pensiun.

Membayangkan kehidupan setelah pensiun sebenarnya Agus cukup risau dan tidak terlalu percaya diri.

Tabungan untuk hari tua tidak seberapa karena gajinya juga pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan uang pesangon yang akan diterima nanti tidak terlalu besar.

Sebenarnya Agus iri kalau melihat sahabatnya Budi, yang lebih siap memasuki masa pensiun. Betapa tidak, sebagai seorang manajer di lembaga keuangan yang besar gajinya sangat besar sehingga setiap bulan Budi bisa menabung. Selain itu bila pensiun Budi juga akan menerima uang pesangon yang jumlahnya sangat besar.

Membandingkan Agus dan Budi mengingatkan kita pada fabel perlombaan lari antara kura-kura dan kelinci. 

Kelinci dengan segala kelebihannya semestinya dengan mudah unggul dalam perlombaan ini. Tapi ternyata pada akhirnya kura-kura yang lebih unggul.

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi di dalam kehidupan nyata?

Kembali pada kisah dua sahabat ini. Siapa akhirnya yang lebih sukses melewati masa pensiunnya?

Agus menyadari keterbatasannya dalam memasuki masa pensiun, dia "tahu diri" akan kondisinya oleh karena itu dia mulai menyesuaikan gaya hidupnya bahkan pada level yang paling rendah yang mungkin harus dilaluinya.

Pelan-pelan dia mulai mengatur pengeluaran meskipun sebelumnya juga tidak terlalu besar atau terlalu boros alias memang sudah pas-pasan. 

Namun mengingat masa depan yang akan dijalani cukup sulit, dia dan keluarganya harus mulai membiasakan diri dan menerima keadaan.

Pengeluaran yang masih bisa diturunkan, misalnya untuk makanan, keluarga Agus menghindari untuk membeli makanan dari luar, semua makanan dibuat sendiri bahkan untuk makanan kecil atau penganan/snack.

Selain itu keluarga ini juga mulai membuka toko-toko kecil-kecilan yang menyediakan keperluan sehari-hari dengan memanfaatkan teras dan ruang tamu rumah yang sebenarnya sudah sempit. Mereka juga menjual penganan buatan sendiri yang dibuat di sela-sela waktu luang menjaga toko ini.

Sebenarnya hasil penjualan di toko ini tidak seberapa, bahkan jual pengananpun kadang tidak ada labanya alias impas, namun mereka bisa makan penganan yang tidak laku tanpa beli. Inilah salah satu keuntungannya.

Meskipun kelihatannya hal yang sepele, namun membuka toko dan berjualan di rumah merupakan salah satu langkah penting yang membuktikan bahwa kelauarga ini secara mental sudah siap menerima keadaan.

Dengan demikian mereka mulai menunjukan ke lingkungan sekitar, para kenalan dan handai taulan bahwa mereka sudah tidak "semakmur" sebelumnya. Ini salah satu langkah penting untuk menurunkan ekspektasi orang lain terhadap keluarga ini.

Keluarga Agus juga mulai menyisihkan sedikit uang untuk ditabung, dan sudah berencana bila dapat pesangon uangnya akan digunakan untuk merenovasi dan membesarkan tokonya.

Keluarga ini juga mulai peduli dengan kebiasaan hidup sehat dengan cara sederhana dan murah, seperti menanam dan memanfaatkan tanaman obat atau herba, juga mengikuti senam gratis yang diadakan komunitas setempat.

Berbeda dengan keluarga Agus, keluarga Budi lebih percaya diri dalam menatap masa depan. Sebagai manajer di lembaga keuangan, Budi sangat melek finansial.

Keluarga Budi sangat menyadari perlunya menabung untuk persiapan pensiun, oleh karena itu setiap bulan mereka menyisihkan sisa gaji yang sudah dikurangi pengeluaran untuk gaya hidup saat ini yang cukup besar.

Mereka juga sudah merencanakan uang pesangon pensiun yang sangat besar ini akan diinvestasikan sebagai deposito sehingga setiap bulan mereka akan mendapatkan bunganya sebagai sumber pemasukan di masa pensiun.

Dengan kondisi yang demikian, keluarga ini sangat yakin mereka akan baik-baik saja di masa pensiun nanti. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan tidak perlu menurunkan gaya hidup "seperti orang susah".

Tiga tahun berlalu setelah kedua sahabat ini memasuki masa pensiun, ternyata keadaan berbalik. Agus kelihatan lebih sehat dan enerjik seolah tidak ada masalah besar yang dihadapi selama pensiun. Sebaliknya Budi kelihatan kurang bahagia dan raut wajahnya kelihatan lebih tua dari Agus.

Ilustrasi menikmati hari tua | Sumber: Business Insider
Ilustrasi menikmati hari tua | Sumber: Business Insider

Setelah pensiun, keluarga Budi hidup seperti masa sebelum pensiun, mereka masih mempertahankan beberapa buah mobil dengan alasan kalau keluarga besar ada acara seperti biasa mereka akan menyediakan mobilnya untuk dipakai bersama.

Mereka juga masih sering makan di resto, liburan atau mengajak sanak saudara makan bersama. Selain itu kalau mereka sakit mereka enggan menggunakan kartu BPJS, alasannya ya ndak level lah, masak seperti "orang susah" harus ngantri lama dan "tidak dianggap" oleh para nakes di RS.

Di tahun pertama mereka masih bisa mempertahankan gaya hidup ini meskipun hasil dari bunga deposito masih jauh dari pengeluaran setiap bulan namun masih ada uang cash dari sebagian pesangon dan simpanan dibank yang tidak didepositokan.

Memasuki tahun ke-dua uang simpanan di bank yang bisa ditarik sewaktu-waktu mulai habis, sehingga praktis hanya mengandalkan bunga deposito setiap bulannya. Tapi ini jauh dari cukup untuk menopang gaya hidup selama ini, jadi mereka mulai menggunakan kartu kredit untuk menutup pengeluaran, toh nanti bisa dibayar dengan mencairkan sebagian "kecil" deposito yang ada.

Memasuki tahun ketiga masalah mulai muncul, kartu kredit yang harus dilunasi mulai membengkak sehingga sebagian deposito harus dicairkan. Akibatnya deposito menjadi berkurang sehingga bunga yang diterima semakin kecil dan semakin besar gap antara pemasukan dan pengeluaran.

Selain itu masalah kesehatan juga mulai muncul yang harus ditangani dengan serius sehingga menguras dana yang cukup besar karena mereka enggan menggunakan BPJS. Lagi-lagi mereka harus merelakan barang-barang kesayangan dijual untuk menutup pengeluaran ini.

Pada titik ini, keluarga ini menyadari kondisinya, mereka harus mengubah gaya hidupnya selama ini, tidak bisa mereka terus-terusan hidup "lebih besar pasak daripada tiang" seperti yang selama ini mereka laukukan.

Namun merubah gaya hidup tidak semudah yang dibayangkan, banyak hal yang biasanya dibanggakan sekarang tidak ada lagi dan harus menerima kenyataan bahwa kita memang "orang susah". 

Banyak hal yang harus diletakkan pada "titik nol" baik itu gengsi, ego dan mungkin harga diri. Tidak semua orang bisa berubah dengan cepat dan mudah, dan kalaupun mereka berubah sekarang itu baru permulaan dari "penderitaan" yang panjang sebagai proses dari perubahan itu sendiri. Banyak orang yang tidak siap dengan semua itu.

Ibarat lomba lari kura-kura dan kelinci, fase ini sudah mendekati garis finish. Kura-kura dengan langkah yang lambat namun konsisten tinggal selangkah lagi masuk garis finish.

Kelinci yang tadinya bersantai-santai mulai menyadari keadaaan ini, namun biarpun kelinci dapat berlari berpuluh kali lipat daripada kura-kura tapi sudah terlambat, kura-kura sudah tidak mungkin terkejar lagi.

Akhir cerita ini sungguh ironis. Begitupun dengan kondisi Agus dan Budi dalam melewati masa pensiun ini. Ternyata pesangon yang besar serta ketrampilan mengelola keuangan yang baik tidak selalu berakhir dengan baik bila tidak disertai perubahan gaya hidup.

Pengeluaran kita berbanding lurus dengan gaya hidup dan gaya hidup ini ibarat anak macan. Pada saat masih kecil anak macan masih bisa kita kendalikan dan tidak akan mengancam keselamatan hidup kita. Namun bila anak macan sudah menjadi macan yang besar, maka sedikit saja kita lengah saat itu juga si macan akan menerkam kita.

Inilah yang sering tidak disadari oleh banyak orang bahwa mengubah atau lebih tepatnya menyesuaikan gaya hidup lebih utama dalam mempersiapkan masa pensiun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun