Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Disrupsi Rantai Pasokan Global yang Berimbas ke Seluruh Dunia

24 Oktober 2021   10:43 Diperbarui: 25 Oktober 2021   15:45 1886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Banyak negara-negara di dunia saat ini menghadapi tersendatnya pasokan barang dan bahan-bahan pokok mulai dari kopi, tisue toilet, kertas, batu bara, mainan anak, chip komputer, mobil, obat-obatan bahkan sampai air kemasan.

Seperti dilaporkan Wall Street Journal akhir bulan yang lalu, Nike Inc. tidak mempunyai cukup stock untuk dijual pada musim liburan mendatang. Demikian pula Costso Wholesale Corp. menerapkan kembali pembatasan pembelian untuk "paper towel".

Harga pohon natal akan naik sekitar 25% pada musim Natal kali ini. Demikian pula stock mainan yang biasanya digunakan sebagai hadial pada saat perayaan Natal tahun ini diperkirakan akan langka atau tidak ada stocknya.

Bukan hanya di Amerika Serikat dan Eropa, di negara lain juga menghadapi kelangkaan barang jenis tertentu. China menghadapi kekurangan pasokan batu bara sebagai bahan bakar lebih dari separuh pembangkit listriknya dan harganya melambung tinggi.

Krisis listrik ini menyebabkan pabrik-pabrik di China harus mengurangi produksinya sehingga pasokan barang-barang seperti kertas, makanan, tekstil, dan mainan hingga chip iPhone akan mengalami kekurangan.

Kekurangan barang dan bahan pokok ini disebabkan ketimpangan antara permintaan yang tinggi sementara pasokan sedikit selain itu juga disebabkan terbatasnya sarana pengiriman. Ada beberapa permasalahan mendasar yang saling terkait sehingga mengakibatkan dampak yang meluas di seluruh dunia.

Pertama karena dampak pandemi covid-19, dimana banyak pabrik yang tutup atau terpakasa mengurangi produksinya karena pembatasan kegiatan dan pembatasan jumlah karyawan yang masuk sesuai protokol kesehatan yang harus dijalankan. Pada saat kondisi pandemi mulai membaik permintaan barang kembali mendekati level normal namun persediaan barang tinggal sedikit sementara produksi perlu waktu untuk memenuhi permintaan yang ada dan untuk mengisi persediaan ke level semula.

Foto Antrian Kapal Bongkar Muat di Pelabuhan Los Angeles, Amerika Serikat, sumber: news2sea.com
Foto Antrian Kapal Bongkar Muat di Pelabuhan Los Angeles, Amerika Serikat, sumber: news2sea.com

Penyebab yang kedua adalah sistim rantai pasokan global selama ini ternyata tidak mampu menyerap fluktuasi demand dan supply yang terjadi akibat dampak pandemi covid-19. Seperti kita ketahui sistim rantai pasokan global saat ini didasarkan pada konsep "just in time". Ini berarti bahwa barang diproduksi "hanya" dalam jumlah sesuai permintaan konsumen.

Namun proses produksi barang sampai ke tangan konsumen tidak sesederhana itu, banyak proses yang saling berkaitan mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pengemasan, distribusi dan seterusnya.

Bila salah satu mata rantai terganggu maka seluruh proses akan terganggu atau stop dan untuk memulai kembali bukan hal yang mudah karena setiap mata rantai saling terkait sebagai konsekuensi dari konsep "Just In Time". Pada saat pandemi ini permintaan barang yang tiba-tiba drop akan membuat seluruh sistim terganggu, dan begitu permintaan kembali normal sistem tidak bisa berjalan optimal seperti semula karena kekurangan tenaga kerja dan bahan baku.

Pandemi kali telah memperlihatkan bahwa "lean manufacturing system" yang didasarkan pada konsep Just In Time ini sangat bagus pada saat kondisi normal namun akan rapuh manakala menghadapi ketidakpastian permintaan dan gangguan pada salah satu mata rantainya.

Penyebab yang ketiga adalah kelangkaan kapal laut (shipping) pada jaringan distribusi global. Distribusi barang secara global saat ini mengandalkan jalur laut (shipping) sebesar 90% dari seluruh distribusi barang dunia. Saat ini dunia sedang menghadapi kelangkaan kapal laut yang kronis sejak pertengahan tahun lalu dan sampai saat ini belum bisa diatasi.

Sebagai contoh pengiriman barang dari China ke Inggris menggunakan kontainer 40-feet yang sebelum pandemi paling mahal adalah 2,700 poundsterling saat ini ongkosnya menjadi 15,000 poundsterling. 

Kenaikan harga ini juga terjadi di seluruh dunia, termasuk di kawasan ASEAN, untuk pengiriman kontainer 20-feet dari Indonesia ke Thailand yang sebelum pandemi berkisar 150-200 USD, saat ini melonjak menjadi 800-1000 USD. Di samping ongkos yang naik tajam ketersediaan kapal juga sangat terbatas sehingga banyak pengiriman yang tertunda.

Kelangkaan kapal ini juga menyebabkan distribusi barang diseluruh dunia terganggu, kelangkaan kontainer untuk mengirim barang dan antrian di setiap pelabuhan semakin menumpuk karena jadwal pengiriman menjadi tidak jelas.

Banyak penyebab yang memicu terjadinya kelangkaan kapal laut saat ini. Salah satunya adalah selama pandemi banyak kegiatan bisnis dan perdagangan terhenti sehingga kontainer menumpuk di mana-mana.

Pada saat pandemi mereda dan permintaan pengiriman barang mulai naik sirkulasi kontainer kosong tersendat karena penumpukan sebelumnya, sehingga harus dilakukan reposisi kontainer dari pelabuhan tujuan kembali ke pelabuhan asal yang membutuhkan.

Pada saat yang bersamaan kapal laut yang pada masa pandemi operasinya dihentikan butuh waktu agar bisa dioperasikan kembali, sehingga kelangkaan kapal laut menjadi semakin parah. Dan kelangkaan ini semakin parah dan terus berlanjut seiring naiknya pengiriman dengan kapal laut karena permintaan pengiriman barang secara global meningkat.

Selain itu ada beberapa faktor pemicu seperti terganggunya jalur kapal laut di Terusan Suez karena ada kapal pengangkut kontainer super besar yang nyangkut ketika melewati terusan Suez. Akibat peristiwa ini Terusan Suez tidak bisa dilintasi selama enam hari sehingga menimbulkan kerugian sekitar 1 miliar USD karena penundaan pengiriman dan antrian yang berkepanjangan.

Foto kapal pengangkut kontainer yang tengah melewati terusan Suez, sumber: istockphoto.com
Foto kapal pengangkut kontainer yang tengah melewati terusan Suez, sumber: istockphoto.com

Masalah kelangkaan kapal laut ini menimbulkan masalah turunan seperti kelangkaan kontainer, biaya pengiriman yang melambung tinggi, penundaan pengiriman dan masih banyak lagi. Dampak dari masalah ini juga dialami perusahaan-perusahaan dalam negeri yang berorientasi ekspor. Sejak pertengahan tahun lalu mereka bergulat dengan masalah yang sama dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan kembali normal seperti sebelum pandemi.

Kelangkaan kapal laut untuk pengiriman barang diseluruh dunia saat ini sebenarnya dimulai sebelum pandemi.

Pada akhir tahun 2019, semua shipping line atau perusahaan pelayaran dunia telah mengumumkan kenaikan "freight cost" mulai awal tahun 2020. Kenaikan freight cost ini karena implementasi dari aturan IMO (International Maritime Organization), dimana per 1 Januari 2020 semua kapal laut yang beroperasi wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 0.5% dalam mendukung zero-emission.

Implikasi dari aturan ini pemilik kapal atau shipping line wajib menggunakan bahan bakar low-sulfur yang harganya lebih tinggi atau tetap menggunakan bahan bakar biasa (kandungan sulfur 3-4%) namun mereka harus memasang alat tambahan untuk mengurangi kandungan sulfur gas buang mesin kapal.

Dalam menyiasati aturan dari IMO ini banyak shipping line yang akhirnya me-pensionkan armada kapal yang sudah berumur karena tidak efisen. Hal ini juga menyebabkan jumlah armada secara global berukurang dan turut berkontribusi terhadap kelangkaan kapal laut saat ini.

catatan:

IMO,  the International Maritime Organization, adalah adalah badan khusus PBB yang bertanggung jawab atas Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Dunia dan pencegahan pencemaran laut karena tumpahan bahan bakar dan pencemaran udara dari gas buang kapal. IMO mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dan pencapaian Net-Zero Emission yang diprakarsai oleh PBB.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun