Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, salah satu masalah yang mempengaruhi keuangan Garuda Indonesia adalah terkait lessor. Maskapai ini tercatat bekerja sama dengan 36 lessor.Â
Sebagian lessor tersebut diduga terlibat dalam tindakan koruptif dengan manajemen lama. Oleh karena itu, pemetaan diperlukan untuk mengetahui lessor yang bertindak nakal guna dilakukan negosiasi yang tepat.
Saat ini negosiasi dan komunikasi dengan para kreditur masih terus berjalan guna mencapai penyelesaian terbaik dan restrukturisasi yang optimal untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan.
Dalam proses negosiasi ini wajar bila kedua belah pihak saling melakukan "psywar" untuk mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Para kreditur atau lessor berharap agar pemerintah Indonesia selaku pemegang saham utama mau menyuntikan dana agar Garuda dapat membayar hutang-hutangnya.
Sementara itu Pemerintah juga mengambil sikap yang tegas dan tidak mau didikte oleh para lessor. Biasanya pemerintah memang akan sedikit "jaim" dan berusaha untuk menyelamatkan maskapai flag carrier karena merupakan salah satu ikon kebanggan bangsa Indonesia. Namun pemerintahan Jokowi kali ini kelihatannya tidak tidak terlalu "jaim" dan bersikap lugas dan pragmatis dengan lebih mempertimbangan sisi ekonomi daripada gengsi.
Sikap tegas ini merupakan sinyal agar para lessor tidak mengambil keuntungan ditengah krisis yang dihadapi Garuda. Dengan kondisi pandemi covid-19 saat ini semestinya resiko bukan hanya ditanggung oleh Garuda namun juga para kreditur.
Namun bila kreditur tetap bersikukuh untuk menekan Garuda dan tidak mau ambil bagian menanggung resiko yang ada maka pemerintah juga sudah menyiapkan resiko terburuk yaitu membiarkan Garuda pailit dan tutup, dan menyiapkan maskapai baru sebagai penggantinya.
Namun demikian "psywar" kali ini masih baru masuk babak awal, pertarungan akan semakin memanas karena para kreditur juga tidak mau tinggal diam. Mereka menggugat Garuda bertubi-tubi melalui badan arbitrase Internasional.
Dalam hal ini pemerintah harus sangat serius dalam menyiapkan tim konsultan dan tim lawyer yang tangguh untuk menghadapi gugatan para lessor. Dalam beberapa kasus Garuda sering kalah di pengadilan arbitrase internasional, ini harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah agar jangan sampai Garuda dijadikan "bancakan" oleh para lessor.
Berdasarkan laporan keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk terbaru, per 30 Juni 2021, ekuitas perusahaan tercatas sebesar minus 2.8 miliar USD, membengkak dibanding tri-wulan sebelumnya, per 31 Maret 2021 sebesar minus 2.3 miliar USD, dan per 31 Desember 2020 sebesar minus 1.9 miliar USD. Ini artinya dalam 6 bulan terakhir defisit yang dialami Garuda terus membesar.
Seandainya saat ini Garuda pailit dan ditutup, dan seluruh asset perusahaan dijual tidak akan cukup untuk membayar semua kewajiban perusahaan, masih kurang sekitar 2.8 miliar USD atau sekitar 40 triliun rupiah.