Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Strategi Bisnis Rintisan dari Jor-joran Diskon Sampai Bakar Uang dan Relevansinya di Masa Krisis Pandemi

29 Agustus 2021   18:23 Diperbarui: 30 Agustus 2021   12:41 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menciptakan pasar baru bisa dimulai dari ide-ide sederhana namun sebenarnya diperlukan oleh konsumen yang selama ini belum terungkap dan belum dipenuhi oleh pemain lain.

Selain strategi Samudra Biru, bagi perusahaan rintisan konvensional biasanya harus mempertimbangkan 4L, yaitu Low investment, Low cost, Long term dan Loyalty. 

Sebaik apapun prospek sebuah bisnis tetap memiliki resiko gagal, oleh karena itu pada saat memulai sebuah usaha maka investasi awal harus dibuat sekecil mungkin, kalau bisa nol dengan menjalin kerjasama dengan pihak lain dan jeli melihat peluang yang ada. 

Prinsip kedua perusahaan harus beroperasi dengan sangat efisein sehingga biaya produksi juga rendah (Low Cost). Selanjutnya perusahaan juga harus berpikir jangka panjang (Long term), khususnya dalam menetapkan harga jual. 

Diawal biasanya mereka mengambil untung yang kecil, namun sampai berapa lama ini dilakukan harus mempertimbangkan kemampuan bertahan perusahaan dalam jangka panjang termasuk cash flow dan kekuatan modal. Terakhir adalah Loyalty, artinya perusahaan harus menjaga loyalitas pelanggan dengan cara memberikan nilai yang terbaik dan harga yang terbaik.

Berbeda dengan perusahaan rintisan konvensional, perusahaan rintisan teknologi digital mempunyai "masa depan" yang tidak bisa dibayangkan untuk saat ini. 

Nilai perusahaan di masa depan dibawa ke saat ini sehingga banyak faktor yang masih sebatas asumsi turut serta mengangkat nilai dari perusahaan saat ini. Untuk memberikan kesan bahwa perusahaan ini sedang bertumbuh salah satu indikatornya adalah pertumbuhan pengguna atau user. 

Oleh karena itu berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan jumlah pengguna termasuk memberikan diskon besar-besaran, bahkan berani rugi di depan agar pengguna bertambah. Pertumbuhan pengguna ini akan mengangkat valuasi perusahaan berlipat-lipat dimata investor dengan demikian harga saham perusahaan meningkat jauh diatas asset riil perusahaan.

Beberapa perusahaan rintisan teknologi cukup sukses menerapkan strategi ini, diantaranya yaitu Bukalapak. Berdasarkan laporan keuangan Bukalapak, dalam tiga tahun terakhir mereka membukukan kerugian berturut-turut sebesar 1,3 triliun pada tahun 2020, rugi sebesar 2,8 triliun pada tahun 2019 dan pada tahun 2018 rugi Rp 2,2 triliun. 

Aset Bukalapak pada tahun 2020 sebesar 2,5 triliun, dengan laba minus 1,3 trilun maka Return on Asset (ROA) adalah minus 52%. Namun demikian Bukalapak suskes melakukan IPO, dengan asset yang "hanya" 2,5 triliun mereka berhasil menjual 25% dari saham mereka seharga 21,9 trilun, atau seluruh saham perusahaan setara dengan 87,6 trilun. 

Sehingga secara fundamental perbandingan aset perusahaan dengan kapitalisasi pasar saham adalah 1:35, atau nilai perusahaan di pasar saham sama dengan 35 kali asetnya. Dan yang luar biasa, beberapa hari setelah IPO harga saham mereka sempat meroket meskipun saat ini sudah terkoreksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun