Sebagai pratikisi pelabuhan selama belasan tahun, penulis sering diundang menjadi pembicara di berbagai seminar baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Ada perbedaan yang cukup berarti antara Indonesia yang memiliki ribuan pelabuhan dengan negara-negara tetangga yang hanya memiliki satu atau dua pelabuhan saja. Namun negara-negara tetangga tersebut mampu mengelola pelabuhannya yang walaupun hanya satu atau dua pelabuhan; tetapi pelabuhannya dapat menjadi sebuah sumber ekonomi bagi negaranya.
Tidak perlu terlalu detil, tapi dengan kasak mata saja anda dapat melihat bagaimana Singapura mengelola satu pelabuhannya menjadi Centre of Global Vessel Transhipment dan pelabuhannya dapat menjadi sumber ekonomi; pendapatan devisa negara Singapura. Sedangkan Indonesia memiliki ribuan pelabuhan, yaitu: 1.961 pelabuhan tetapi boleh dikatakan tidak ada satupun pelabuhannya yang dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi negara.
Barangkali anda mengatakan bahwa Priok dengan produksi bongkar muat sekitar 7 juta TEUs per tahun dapat dijadikan Indonesia sebagai sumber ekonomi negara. Tetapi jika melihat Singapura (negara kecil) dengan fasilitas lahan dermaga tambatan kapal yang terbatas itu koq bisa menghasilkan produksi bongkar muat sekitar 33.2 juta TEUs per tahunnya.
Sekalipun kapal-kapal internasional antar benua lalu lalang di Selat Malaka dan pelabuhan Singapura dijadikan kegiatan alih angkut kapal-kapal tersebut, tetapi kita juga faktanya sebagai Archipelago Country dengan puluhan ribu pelabuhannya itu berada di garis katulistiwa yang juga dilalui oleh kapal-kapal internasional tersebut. Dan mengapa tidak ada satupun pelabuhan di Indonesia yang dapat dijadikan kegiatan alih angkut kapal-kapal tersebut?
Namun dari sumber data yang ada di atas, Singapura (negara kecil) dengan fasilitas lahan dermaga tambatan kapal yang terbatas itu bisa menghasilkan produksi bongkar muat sekitar 33.2 juta TEUs per tahunnya. Sementara Tanjung Priok dengan luas lahan dermaga dan penumpukan barang yang lebih mumpuni dari Singapura hanya dapat mencapai 7 juta TEUS per tahunnya.
Dan barangkali juga anda masih belum bisa setuju dengan pandangan saya, tetapi mari kita ungkapkan Port Calls Batam sebagai pulau yang juga berada di Selat Malaka dan jaraknya hanya 15 Km dengan negara Singapura.
Jadi sah-sah saja ada perbedaaan pendapat dan bahkan pandangan di artikel juga harus diperdebatkan sehingga kita boleh memiliki berbagai fakta yang semakin nyata bahwasannya pelabuhan dan rencana induk membangun pelabuhan serta menjadikan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi poros maritim dunia itu masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara Singapura.
Transformasi Pelabuhan menjadi sumber ekonomi
Mewujudkan pelabuhan menjadi sumber ekonomi itu harus dilandasi pemikiran yang kokoh tentang berbagai hal sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini. Perihal ini tidak hanya melihat pelabuhan dan membangun konektivitas-nya sebagaimana banyak dibicarakan pada konsep Tol Laut.Â
Atau melakukan kerjasama pelabuhan dengan pihak asing selama puluhan tahun sehubungan dengan tidak adanya dana yang cukup untuk melakukan revitalisasi pelabuhan atau modernisasi pelabuhan dan akhirnya kesemuanya berpotensi terjebak Utang Negara dan tanah-tanah di sepanjang garis pantai Indonesia akhirnya tidak dapat lagi menjadi hak generasi mendatang untuk dikelola sendiri menjadi poros maritim dunia.
- Memandang pelabuhan hanya sebagai kegiatan bongkar muat saja (Port as Loading and Discharge)
- Mentransformasikan pelabuhan menjadi Industrial Port. Pelabuhan telah terhubung dengan kawasan industri sehingga koordinasi antara pelabuhan dan pengelola industri terjalin solid yang dapat melancarkan kegiatan produksi dan juga bahan baku dan barang jadi dapat dipercepat kegiatan bongkar muatnya sehingga dapat memberikan kontribusi kenaikan pendapatan industri dan pertumbuhan ekonomi setempat
- Mentransformasikan pelabuhan menjadi hub logistics chain dari semua kawasan industri di sekitar pelabuhan sehingga pelabuhan dapat diandalkan oleh berbagai pengelola kawasan industri untuk mengendalikan PPIC (Production Planning and Inventory Control) yang dapat menekan biaya produksi, biaya logistik untuk menghasilkan end-user commodity price yang kompetitif.
- Mentransformasikan pelabuhan menjadi etalase maritim; poros maritim dunia (Global Connected Port), dan pelabuhan terhubung secara internasional dengan pelabuhan-pelabuhan negara lain; mewujudkan konektivitas pelabuhan domestik Indonesia sebagai Sentra Logistik Berikat dengan tax duty free dan biaya gudang yang kompetitif dengan gudang-gudang yang ada di Asean; yang diperlengkapi dengan manajemen perencanaan kegiatan alih kapal dan kegiatan bongkar muat yang handal dan fasilitas Global Depot Container, Empty Container Order Cycle including Reefer Container Yartd and etc.
Artikel ini adalah di mulai dari bagian I, silahkan klik ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H