Saya tidak melihat sebuah paradigma dan grand-scenario pembangunan yang sungguh-sungguh berbeda antara pasangan cagub/cawagub DKI Jakarta. Apa yang dikemukakan hingga saat ini adalah catatan-catatan kaki dari apa yang sudah ada saat ini. Oleh karena itu, saya menilai bahwa dana kampanye yang  dikeluarkan saat ini adalah pemborosan semata-mata.
 Kalau total biaya kampanye per propinsi mencapai puluhan hingga ratusan miliar, maka total biaya kampanye untuk seluruh Indonesia bisa mencapai triliunan. Kalau saja pasangan cagub/cawagub memang mempunyai paradigma dan grand-scenario pembangunan yang betul-betul berbeda, itu tidak apa-apa dikampanyekan dengan biaya besar. Tetapi, kalau hanya membuat catatan-catatan kaki saja, mengapa harus mengeluarkan uang triliunan rupiah?
 Pesta demokrasi? Ngebuang duit triliunan rupiah? Ah… Mungkin kita harus sadar, bahwa kita ini negara yang masih kepepet. Utang bejibun di sana sini. Belum habis akhir tahun, Menkeu kita sudah nyari utang-an yang baru. Mengapa harus pesta (demokrasi)? Ini sebuah kecanduan berpesta kah? Hanya untuk memilih pemimpin dengan program yang bersifat  catatan kaki?
 Daripada buang-buang duit, mendingan buat arisan pemilihan gubernur/wakil-gubernur. Ambil kertas A4, dipotong-potong dan diisi nama serta dilinting ke dalam potongan kecil sedotan. Terus dikocok. Nama pertama yang keluar jadi gubernur, dan nama kedua yang keluar jadi wakil gubernur. Beres. Kita tidak perlu ngeluarin duit triliunan rupiah, tetapi hanya ceban doang.Â
 Yang kecanduan berpesta, tentu akan melongo dengan ide tersebut di atas. Tetapi, yang coba berpikir rasional, tentu bisa memahaminya. Toh, program-program yang ditawarkan mirip-mirip dan hanya berupa catatan kaki saja. Ini betul-betul menghemat uang dan waktu. Penghematan yang sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia yang masih hidup dalam pusaran utang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H