Berkaca dari hal itu, FA dan pemerintah Inggris mengesahkan rekomendasi Taylor yang diantaranya memuat aturan untuk menghilangkan pembatas fisik seperti pagar besi dan tembok, serta memangkas jarak lapangan dengan kursi dari yang awalnya 4-5 meter menjadi hanya 1-2 meter.Â
Aturan lain adalah diterapkannya kursi tunggal untuk setiap penonton. Hal ini untuk menghindari membludaknya penonton sehingga kecelakan bisa diminimalisasi. Aturan ini terbukti mendewasakan suporter Inggris. Tercatat hanya satu insiden yang melibatkan pemain dan dan suporter. Apalagi kalau bukan tendangan kungfu Eric Cantona yang legendaris itu.
Ujian Kedewasaan Supporter Indonesia
Dibangunnya Stadion Batakan dengan desain yang menghilangkan lintasan lari tentu menjadi terobosan di Indonesia. Walaupun pada dasarnya telah ada stadion Maguwoharjo, Sleman dan Lebak Bulus, Jakarta (sebelum dibongkar) yang tak memiliki lintasan lari. Namun, bagi sebuah negara yang sepakbolanya sedang berkembang, memiliki ikon stadion seperti ini tentu memiliki plus dan minus.
Jarak antara tepi lapangan dan tribun Stadion Batakan memang masih cukup jauh sekitar 8 meter. Belum lagi ditambah dengan selokan selebar 1 meter yang terletak persis di tepi tribun. Namun, nilai yang perlu di apresiasi adalah keberanian untuk memotong tinggi pagar yang hanya setinggi sekitar 1 meter.Â
Jauh dibanding stadion Kanjuruhan Malang yang mencapai 2,5 meter. Tentu ini bisa menjadi rawan untuk dilompati dan bentrok antar sesama supporter. Selain itu, saling lempar botol, batu, hingga mungkin petasan menjadi sangat mudah. Mengingat jarak lempar yang pendek.
Namun demikian, sudah saatnya supporter Indonesia merubah pola pikir. Aksesibilitas dan fasilitas stadion yang baik, seharusnya tidak dijadikan kesempatan untuk berbuat onar.Â
Perlu perubahan mentalitas, perilaku, dan gaya dalam mendukung tim favorit. Khususnya bagi Balistik, kelompok supporter Persiba. Agar tak ada lagi cerita tentang lemparan botol, batu, hingga petasan. Baik ditujukan ke lapangan ataupun ke tribun lain, sehingga memakan korban jiwa.
Kita perlu belajar bagaimana supporter Inggris Raya mendewasakan diri. Dalam perjalanannya ketidakdewasaan supporter Inggris telah menelan 257 korban jiwa. Di saat satu nyawa pun sudah terlalu mahal, sepakbola Inggris harus kehilangan 257 Â nyawa untuk meraih kedewasaan.Â
Saya yakin, tak ada satupun insan sepak bola Indonesia yang menginginkan hal itu terjadi. Cukuplah Catur Juliantono yang menjadi martir untuk mendewasakan supporter Indonesia.
Referensi:
Sejarah Tentang Stadion Sepak Bola di Inggris
Mungkinkah "Safe Standing" Diterapkan di Inggris?
Archibald Leitch: Bapak Stadion Sepak Bola Modern
Tragedi Runtuhnya Tangga di Stadion Ibrox
On This Day 1985, Ketika 59 Orang Terpanggang di Stadion
Bradford City fire remembered