Mohon tunggu...
Rudy Kisaran
Rudy Kisaran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sebuah Perjalanan yang Penuh Kenangan

28 September 2016   21:34 Diperbarui: 28 September 2016   21:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hembusan angin yg deras menerpa wajahku saat Saya menjulurkan kepala keluar melihat rangkaian panjang gerbong dari pintu gerbong, kedua tanganku memegang  erat lengan bapakku yg sedang memelukku,  takut juga saya terjatuh dari pintu, cepatnya pemandangan sawah dan pohon2 yang dilewati oleh kereta api tujuan Medan-TJ Balai, Indah sekali. Saat itu saya baru berusia tujuh tahun, baru kelas 1 SD, kami sekeluarga bersama tante2ku serta sepupuku juga dalam perjalanan ke Kisaran menemui kakekku, Sebagai anak2 , saya ingat saat itu bersama sepupuku  serta kakakku merasa seperti berada dalam sebuah kelas yg bergerak, kami berlarian di antara bangku2  , tertawa riang, menjelajahi  gerbong  tersebut, dari ujung pintu depan ke pintu belakang, sesekali terdengar panggilan dari Ibu kita masing2 agar kembali duduk dan tidak mengganggu penumpang lain, 

Kami baru berhenti bermain saat merasa kereta api tersebut melambat dan kembali duduk di bangku yang saling berhadapan, terdengar  Ibuku dan tanteku berseru bahwa kita sudah sampai stasiun tebing tinggi, mereka berharap semoga saja tidak terlalu lama berhenti menunggu kedatangan kereta api lainnya dari arah Tj Balai, karena masih sistem Rel tunggal, maka kereta api yang Saya tumpangi wajib berbagi dan menunggu Kereta api arah sebaliknya tiba sebelum melanjutkan perjalanannya dan berhenti di stasiun pembantu selanjutnya. Saya dan Kakakku serta sepupu2ku kembali duduk dan tidak sabar menunggu Kereta Api tersebut berhenti total di Stasiun, karena saat itu akan naik para pedagang asongan ke dalam gerbong juga tawaran dari jendela gerbong yang kala itu terbuka separuh dibagian atasnya.

"Pecal. Pecal, sate kerang"

" Telur Rebus... Telur"

" Kue.. Kue..Pisang Goreng"

"Es..es Ganefo"

Para Pedagang Asongan saling berteriak menjajakan produk mereka, yang diluar maupun yang didalam gerbong.

"Mama..mama ..sate ma,.....aku mau sate" 

Saya merengek sama  Ibuku untuk dibelikan sate kerang, seorang Pedagang asongan lalu merapat ke bangku Kami, dia lalu jongkok dan membuka baskom bawaan dia, masih ingat olehku saat itu mereka belum gunakan plastik untuk menutup, tetapi kumpulan daun yang disatukan dengan lidi. Selain menjual Sate, dia juga ada menjual pecal dan kue getuk, dengan daun yang dipincuk pedagang asongan tersebut lalu mengambil sejumlah sate pesanan ibu dan tanteku, mereka juga belanja beberapa macam kue, seperti Getuk, peyek dan lainhya. Saya lalu diberikan oleh Ibuku setusuk sate kerang dan sebuah es ganefo, Saya duduk di antara ibuku dan Kakakku, Kunikmati jajanan tersebut tertawa riang bersama sepupuku  sambil sesekali kami membandingkan warna es ganefo kita. 

Sesaat kemudian terdengar lengkingan pluit dan kulihat semua pedagang asongan tersebut turun dan perlahan kurasakan gerbong kami mulai bergerak meninggalkan Stasiun. Seingatku dulu butuh waktu sekitar 5 jam lebih tiba di kota kelahiran bapakku, jadi biasanya Ibu dan Tante2ku menyediakan bekal, kala saat makan tiba, Ibu dan tante2ku menyiapkan makanan untuk bapak dan paman2ku yg duduk dibangku depan kami, yah memang biasanya sengaja berpencar antara pria dan wanita, mungkin lebih cocok topik obrolan mereka masing2. saya disuapi oleh Ibuku karena kondisi Gerbong yang terguncang menyulitkan saya makan, 

Kereta Api yang saat itu masih dengan bantalan Rel dari Kayu ,maka sangat kuat terasa goncangan dan suara terantuknya sambungan baja Rel dengan Roda baja Gerbong sangat terasa sekali dalam Gerbong. Kondisi toilet gerbong zaman tersebut juga kotor dan bau pesing walaupun dari lobang kloset tersebut langsung terlihat kerikil dan bantalan Rel kayu bawah gerbong, terkadang jika ada yg sedang menggunakan toilet tersebut Bapakku lalu membawaku kepintu gerbong yg selalu terbuka, memelukku dan diriku  yg saat itu masih kecil tanpa malu membuka celana dan langsung melepaskan pipisku yg terbawa oleh angin.

Sejak pamanku membeli mobil, Saya tidak pernah lagi merasakan deru angin di pintu gerbong dan nikmatnya dagangan pengasong, apalagi setelah kakekku meninggal, kami sekeluarga jarang lagi pergi ke Kisaran. Saya tidak pernah naik kereta api yg di pulau jawa, ataupun daerah lain, sekarang ini hanya kereta api jurusan airport Kuala Namu yang sering Saya naik , tentu saja berbeda sekali dengan kondisi masa kecilku, cepat , nyaman dan tidak ada pedagang asongan. 

Meskipun sering ke luar kota, tetapi lebih sering Saya membawa mobil sendiri daripada naik Kereta Api. Membaca dari beberapa media sepertinya perkeretaapian nasional sudah banyak berkembang, meskipun belum ada kereta api cepat, jadi keunggulan naik Kereta api belum begitu terlihat selain murah, kecelakaan yg terjadi juga menunjukkan belum seaman naik Pesawat terbang yang harganya sekarang tidak jauh perbedaanya lagi.

 Saya kurang tahu apakah PJKA masih disubsidi oleh Pemerintah? tetapi perbaikan  kondisi gerbong dan pelayanan yang membuat diriku ingin merasakan kembali kenangan masa kecilku itu sudah mustahil lagi sekarang,Puluhan tahun sudah berlalu  dan terlihat perkembangan Perkeretaapian nasional jauh bagus , stasiun KA  juga bagus dan megah juga, sayang sekali sebenarnya Stasiun lama kota Medan yg memiliki jam Gadang nya diganti dengan bangunan beton yg kunilai jelek sekali yah , gedung baru, tetapi nilai estetikanya rendah dibandingkan dengan desain stasiun dulu. Saat mobil Saya berhenti di perlintasan Kereta Api,

Kenangan indah masa kecilku saat berlarian dalam Gerbong sering muncul kembali disaat kulihat  lokomotif yang menarik gerbong -gerbong dengan cat yang mengkilap dan kaca Biru yang tertutup semua, juga pintu2 gerbong dalam keadaan tertutup sudah, hanya saja kalaupun terbuka, tidak akan saya ulangi lagi sekarang berdiri di pintu dan pipis dari sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun