Harimau mati meninggalkan belangnya, gajah mati meninggalkan gadingnya.
Manusia mati meninggalkan nama.
Perusahaan mati meninggalkan apa?
Utangnya.
Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sritex resmi "tutup usia" yang dinyatakan oleh pengadilan.
Ya, PT Sritex atau PT Sri Rezeki Isman Tbk. resmi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang.
Perusahaan yang memiliki kode saham SRIL di Bursa Efek Indonesia tersebut tutup karena memiliki banyak utang yang kian menggunung dan banyak karyawannya yang dirumahkan.
Tercatat hingga September 2022 PT Sritex mempunyai utang sebesar 1,6 milyar USD atau setara dengan Rp 25 triliun.
Karena tidak mampu atau terlambat dalam cicilan pembayaran liabities nya, tentunya utang tersebut semakin membengkak karena harus membayar bunga.
PT Sritex bukanlah perusahaan "kemarin sore".Â
Perusahaan tekstil legendaris yang pernah menjadi "raja" industri tekstil Indonesia ini sudah berdiri lebih dari 50 tahun yang lalu.
Si Raja Kain ini tercatat mulai melantai di BEI pada 17 Juni 2013 dengan harga IPO pada waktu itu Rp 240 per lembar saham.
Dua tahun berselang harga saham SRIL sempat melambung hingga 107 persen, dan ini catatan tertingginya, yaitu Rp 497 per lembar saham.
Dalam dunia portofolio, sebenarnya SRIL dikenal sebagai emiten yang rajin membagikan deviden kepada para pemegang sahamnya sejak IPO tersebut.
Namun sayangnya, SRIL mulai "malas" bahkan tidak lagi memberikan deviden pada tahun 2021.
Usut punya usut ternyata Si Raja Kain tercatat mulai mengalami kerugian pada tahun itu dan kerugian itu terus berjalan hingga tahun 2024 ini.
Siapa pendiri PT Sritex?
Tercatat seorang keturunan Cina bernama Le Djie Shin yang kemudian berganti nama menjadi Lukminto sebagai sosok pendiri industri tekstil tersebut.
Pria kelahiran 1 Juni 1946 itu memulai kariernya di dunia kain dengan berjualan tekstil di Solo, Jawa Tengah, kotanya mantan Presiden Jokowi, sejak usia 20 an.
Diketahui, Harmoko, yang dikenal pada masa Orde Baru sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar itu, adalah teman dekat dari Le Djie Shin.
Kedekatannya dengan Harmoko berimbas pula kedekatan Djie Shin dengan "Rumah Cendana"
Dengan demikian pada tahun 1990an itu Lukminto dan PT Sritex mendapatkan banyak orderan kain untuk pembuatan seragam ABRI, Partai Golkar, dan Korpri.
Alhasil dengan demikian, PT Sritex mencapai keemasan dengan mengantongi banyak rupiah dan dolar karena penguasaannya pada pasar kain di dalam dan luar negeri.
Lepas dari penyebab mengapa PT Sritex akhir-akhir ini sepi orderan sehingga rugi, banyak berutang, dan karyawannya yang dirumahkan, Industri tekstil bakal melonjak menjelang Hari Raya.
Terutamanya menjelang Hari Raya Idul Fitri karena mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam membutuhkan pakaian baru.
Namun sayangnya menjelang Lebaran 1446 Hijriyah tahun 2025, PT Sritex tidak akan lagi bisa membanggakan diri sebagai pemasok kebutuhan umat Muslim untuk berpakaian baru di Hari Raya.
Selamat jalan PT Sritex.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H