Perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang jarang-jarang saja, yakni deflasi selama lima bulan beruntun, dari Mei hingga September 2024.
Sejumlah pengamat ekonomi memprediksi bulan Oktober ini juga belum berubah, alias masih deflasi.
Termasuk presiden Jokowi yang mengatakan deflasi maupun inflasi yang tidak normal harus dikendalikan, begitu pun juga pandangan para pengamat ekonomi.
Salah satu dampak negatif dari deflasi itu di antaranya menurunkannya pendapatan para pengusaha karena mereka mendapatkan rupiah yang lebih sedikit dari barang atau jasa yang mereka produksi.
Tapi bagi masyarakat awam deflasi atau penurunan global harga-harga barang dan jasa ini seharusnya menjadi kabar baik karena jika kondisi dimanfaatkan maka mereka dapat menikmati barang atau jasa dengan mengeluarkan rupiah yang lebih sedikit.
Serba salah. Inflasi salah, deflasi juga salah.
Seharusnya itu hanyalah lip service saja.
Pernah mengalami inflasi?Â
Maka kondisi kenaikan harga barang dan jasa itu sangat dikeluhkan masyarakat bahkan tidak sedikit yang ingin melakukan demo agar pemerintah mengendalikan harga-harga agar bisa dijangkau masyarakat.
Tak lama lagi "hiasan bibir" seperti yang disebutkan di atas akan dimengerti dan terjadi penyesalan.
Sejumlah pengamat ekonomi memprediksi tahun 2025 akan menjadi petaka bagi warga RI.
Apa alasannya? Mari kita simak.
Memasuki gerbang tahun baru atau per 1 Januari atau awal tahun 2025 setidaknya ada dua kenaikan pajak/cukai yang ditarik untuk mengisi kas negara.
Yaitu kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi 12% atau naik 1% dari sebelumnya yang 11%.
1 persen dari 11 persen itu kan 9,1 persen.
Jika 9,1 persen setahun itu Rp 810 triliunan maka akan ada tambahan sekitar Rp 81 triliun untuk kas negara.
Di tengah melemahnya daya beli masyarakat banyak pengamat menginginkan agar pemerintah menunda rencana kenaikan tarif PPN tersebut karena akan menyebabkan kelas menengah semakin tercekik karena dampaknya.
"Sudah direncanakan, tapi keputusan finalnya tergantung kepada presiden baru Prabowo," kata Menkeu Sri Mulyani tentang rencana kenaikan tarif PPN tersebut.
Ada lagi rencana kenaikan cukai MDBK (Minuman Berpemanis Dalam Kemasan).Â
Diaplikasikan nya tarif cukai MDBK ini selain untuk menambah kas negara juga untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat serta mendorong pengusaha untuk menurunkan kadar gula produknya.
Berbeda dengan rencana kenaikan PPN, rencana kenaikan cukai MDBK ini tidak mengundang reaksi para pengamat ekonomi karena sudah sejak lama rencana menaikkan cukai MDBK ini dicanangkan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat.
Itu dua strategi untuk menambah kas negara yang di atas kertas sudah pasti diterapkan setidaknya mulai awal tahun depan.
Sejumlah tarif lain yang berpotensi akan ditarik di antaranya adalah tarif KRL (Kereta Rel Listrik) berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) mulai 2025.
Ada juga IPL (Iuran Pemeliharaan Lingkungan) pada apartemen dan rumah susun.
Kemudian potensi kenaikan harga gas Elpiji dan BBM.
Jika ditambahkan, pemerintah juga akan memotong gaji untuk JHT (Jaminan Hari Tua).
Konon iuran BPJS Kesehatan juga sudah berhembus angin akan ada penyesuaian.
Apapun yang terjadi kita harus siap-siap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI