Kalian juga mengalaminya?
Viral dl media generasi Z terkena "wabah" doom spending.
Kecanduan doom spending dapat membuat generasi Z jatuh miskin. Kok bisa?
Doom spending kini juga sedang mewabah di negara kita.
Sebelumnya mari kita lihat dulu apa yang dimaksud dengan istilah tersebut.
Doom bermakna hasil yang buruk di akhirnya. Atau ujung-ujungnya buruk.
Sedangkan spending adalah belanja atau mengeluarkan uang.
Banyaknya aplikasi berbelanja online di Google Play Store yang mudah diunduh menjadi penyebab munculnya wabah doom spending itu.
Aplikasi belanja online semakin mudah dan memanjakan para pelanggannya.
Tinggal memilih barang apa yang dicari lalu mengklik metode pembayarannya maka tak lama kemudian packing sudah sampai di rumah atau alamat lainnya yang diinginkan.
Namun bukan lewat aplikasi itu saja generasi Z atau generasi lainnya ketagihan belanja. Bisa juga saat jalan-jalan ke mall atau supermarket lainnya.
Generasi Z berpikiran "hidup adalah hari ini" oleh karenanya mereka memuaskan diri dengan memiliki barang yang diinginkannya.
Dari sudut psikologi, mereka berbelanja untuk meredam stres yang mereka alami.
Dengan berbelanja itu generasi Z atau generasi lainnya merasa terhibur dan stresnya hilang.
Bukan soal Rp 5 ribu, 10 ribu, atau 30 ribu yang dikeluarkan untuk belanja namun jika mereka gelisah mereka berbelanja.
Doom spending ini mulai muncul di Amerika pada tahun 2020 yang pada waktu itu makna istilah tersebut terapi belanja.
Pembeli tersebut selalu belanja atau ketagihan tanpa peduli dengan keuangannya di masa depan.
Mereka menghindari stres yang mereka alami.
Generasi Z atau generasi lainnya beranggapan menabung tidak akan membantu mereka untuk bisa membeli rumah atau mobil.
Ada juga sebagian dari mereka yang beranggapan berbelanja tidak akan mengurangi jatah mereka untuk menabung.
Data Psychology Today mendapatkan 27 persen responden orang Amerika membelanjakan uang mereka untuk membeli barang-barang yang tidak atau kurang diperlukan.
Hal tersebut dilakukan mereka di tengah-tengah ketidakpastian ekonomi atau politik yang terjadi.
Responden survei tersebut terdiri dari 35 persen generasi Z, 43 persen milenial, dan sisanya lain-lain yang melakukan doom spending.
Dalam survei ini ada 32 persen responden yang berutang lebih banyak dalam enam bulan terakhir.
Memuaskan belanja dengan berutang namun kemudian mereka mengalami masalah lainnya yaitu harus membayar utangnya.
Hal tersebut karena hasrat untuk berbelanja itu sangat sulit untuk dikendalikan.
Dalam hal ini generasi Z tengah berada dalam masa transisi menuju dewasa di tengah situasi dunia yang sulit.
Bukan hanya itu, lingkungan sekitar juga mempengaruhi generasi Z doom spending.
Jadi jelaslah perilaku memuaskan hasrat dengan doom spending yang sulit untuk dikendalikan itu bisa membuat sebagian gen Z jatuh miskin dan tidak punya masa depan.
Cara untuk mengatasi doom spending ini adalah dengan cara menghapus aplikasi belanja di gadget kamu dan alih-alih meredam stres dengan belanja, berpikir lah untuk masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI