Faisal Basri telah tiada.
Akan menarik jadinya apa yang akan dianalisa begawan ekonomi yang bergelar S.E., M.A. itu mengenai kondisi perekonomian bangsa yang sedang gelap.
Faisal Basri dikenang sebagai seorang ekonom yang kritis terhadap kebijakan pemerintah di bidang ekonomi.
Kondisi perekonomian bangsa saat ini sedang 'kanker' dimana trending jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan sudah sejak 5 tahun terakhir.
Penurunan disini bukannya mereka naik ke kelas bangsawan namun menuju ke kelas menuju ke kelas menengah dan kelas bawah.
Jika kategori kelas menengah itu adalah mereka yang mampu mengeluarkan biaya Rp 2-7 juta per bulan.
Namun kini mereka hanya mampu mengeluarkan biaya Rp 500-900 ribu per bulan saja.
Itu berarti mereka sudah masuk kategori kelas menuju kelas menengah atau bawah.Â
Asumsi di atas bisa dicontohkan dari percakapan sehari-hari.
"Pengeluaran saya per bulan Rp 5 juta sebulan,"
"Wah, berarti kamu masuk kelas menengah," jawab orang lainnya.
Mampu mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu yang besar dianggap bergengsi bahwa dia orang yang "berada"
Nah jika kini seseorang hanya mampu mengeluarkan uang Rp 500 ribu saja per bulan misalnya, apa gengsinya turun?
Mereka khawatir disebut "orang miskin"
Kondisi kelas menengah yang menurun ini bahkan bisa menimbulkan revolusi.
Seperti apa yang dikatakan oleh Bustanul Arifin, seorang ekonom senior Institute for Development of Economics (Indef).
Ya, jika kanker kondisi kelas menengah seperti yang terjadi saat ini dibiarkan saja, maka berdasarkan pengalaman di negara-negara Amerika Latin, akan menyebabkan revolusi.
Di negara Amerika Latin yang dimaksud seperti Venezuela, Panama, dan Kolombia jumlah kelas menengahnya sedikit karena jatuh ke kelas bawah.
Oleh karenanya perbandingan antara kelas menengah dengan para "bangsawan" di negara-negara tersebut jomplang.
Para tuan tanah semakin kaya, sementara kelas menengah justru hampir habis.
Tentunya kita harus belajar dari pengalaman negara-negara yang disebutkan di atas dimana menyusutnya kelas menengah maka itu menyebabkan revolusi di sana.
Kanker perekonomian Indonesia semakin parah dimana baru-baru ini pemerintah sudah merencanakan akan memotong gaji pegawai setiap bulannya untuk Jaminan Hari Tua (JHT).
Sudah potongan ini itu banyak mereka yang bakal terdampak oleh PP ngomel-ngomel.
"Apalagi nih? Sudah hidup susah, gaji mau dipotong lagi, macam-macam saja!"
Itu contoh omelan mereka.
Kondisi mereka tersebut ibarat seorang penderita kanker.
Penyakit kankernya bukannya semakin pulih namun kian bertambah parah.
Dengan potongan gaji untuk JHT itu pemerintah bermaksud mengatur finansial pekerja agar dapat menikmati hari tua mereka setelah pensiun nanti.
Tapi supaya adilnya, pemerintah harus mengatur dan menetapkan pekerja dengan besaran gaji berapa yang akan dipotong gajinya untuk JHT.
Dan mana pekerja yang tidak diwajibkan.
Bukti daya beli masyarakat Indonesia semakin melemah dapat dilihat dari data statistik perekonomian.
BPS (Biro Pusat Statistik) merilis perekonomian Indonesia mengalami deflasi selama empat bulan beruntun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H