bocil (bocah cilik) yang cuci darah.
Belakangan kita dikejutkan dengan pemberitaan RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta kebanjiranKalau yang berobat itu mereka yang sudah termakan usia lanjut sih masih bisa diterima.
Semakin tua usia seseorang maka daya tahan tubuh mereka menurun yang jadinya rentan terhadap berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan sebagainya.
Berbagai kalangan berpendapat fenomena banyaknya bocil-bocil yang cuci darah itu karena mereka mengonsumsi MBDK (Minuman Berpemanis Dalam Kemasan).
Kesaksian bocil-bocil korban cuci darah itu semakin membenarkan jika penyebabnya adalah banyak mengonsumsi minuman manis.
Secara kebetulan ketika saya memasang channel di sebuah stasiun televisi, di situ ditayangkan bocil-bocil yang cuci darah itu ditanya.
"Kamu suka minum yang manis?"
"Ya saya sering minum yang warna-warni," jawab si bocil.
Warna-warni yang dimaksud si bocil itu adalah minuman yang memang berwarna, minuman manis.
"Kamu ga suka minum air putih?" Tanya lagi.
"Ga saya ga suka itu," jawab si bocil.
Ada tiga bocil setidaknya yang diwawancara, mereka semua mengaku sering minum minuman "berwarna".
Mengenaskan oleh karenanya mereka harus melakukan cuci darah 3 kali seminggu.
Itu di atas salah satu kasus yang mencemaskan dimana kendati masih bocil mereka justru harus melakukan cuci darah.
Merunut ke belakang, kasus diabetes pada anak di Indonesia mengalami peningkatan yang mengejutkan yaitu 70 persen pada tahun 2023.
Bukan hanya pada bocil-bocil saja, angka-angka peningkatan penderita diabetes secara keseluruhan di Indonesia pun berbicara.
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) prevalensi penyakit diabetes di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 5,7%. Kemudian pada tahun 2013 6,7%.
2018 di angka 8,5%. Jumlah ini diprediksi akan meningkat lagi menjadi 10,7 persen di tahun-tahun berikutnya jika tidak dimitigasi dengan baik.
Pemerintah RI bukannya tinggal diam melihat fakta yang mencemaskan ini.
Dilansir dari berbagai media pemerintah RI akan menerapkan cukai pada MBDK (Minuman Berpemanis Dalam Kemasan).
Hal ini dimaksudkan guna mendorong perusahaan yang memproduksi BMDK menurunkan kadar gula di produknya.
Kondisi itu akan mulai berlaku pada bulan Januari 2025.
Dalam hal ini perusahaan yang memproduksi BMDK itu tentunya tidak mau rugi atau pendapatannya menurun.
Rasa manis merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen apalagi anak-anak.
Tidak enak rasanya kalau minum tidak manis.
Ada beberapa negara yang sudah lebih dahulu menerapkan aturan pemungutan cukai pada BMDK mereka.
Salah satunya Inggris. Di negaranya Raja Charles itu pemerintah memungut cukai untuk BMDK dengan kadar gula tertentu.
Semakin tinggi kadar gulanya maka semakin tinggi pula besaran cukainya.
Nyatanya, Inggris berhasil menurunkan angka penderita diabetes di negaranya.
Begitu juga dengan Meksiko, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina, dengan pemungutan cukai atas BMDK mereka, negara-negara itu berhasil menurunkan angka diabetes di negara mereka.
Bukannya telat, pemerintah RI sebenarnya sudah ingin menerapkan "taktik" ini sejak tahun 2017 dimana Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan yang punya wacana.
Namun karena berbagai kendala, wacana ini baru terlaksana dan mulai berlaku bulan Januari 2025 mendatang.
Tentunya ada "kerjasama" setidaknya antar dua instansi yaitu Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Keuangan.
Di satu sisi penerapan cukai itu akan mendorong perusahaan menurunkan kadar gula pada produknya, di sisi lain pemerintah bisa menambah dompetnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H