Merdeka!
Bulan Agustus merupakan bulan yang istimewa bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Di bulan inilah proklamator Soekarno dan Hatta untuk pertama kalinya memproklamirkan kemerdekaan bangsa kepada dunia pada 17 Agustus 1945.
Setiap tahunnya kita merayakan hari ulang tahun tersebut. Kini bangsa kita sudah 79 tahun merdeka. Dirgahayu!
Perlombaan apa yang kalian rasakan untuk merayakan 17an ini di setiap tahunnya?
Banyak.
Di antaranya yang populer bisa disebutkan: lomba panjat pinang, lomba balap karung, lomba membawa kelereng, lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan banyak lagi.
Banyak hasil manis yang telah kita nikmati selama 79 tahun kemerdekaan ini.
Mulai dari kesejahteraan yang semakin makmur, kesehatan yang lebih baik, keamanan, keadilan, dan sebagainya.
Di bidang olahraga bermunculan atlet-atlet bangsa yang harum di dunia. Â Mulai dari bulutangkis dan sebagainya.
Salah satunya yang masih hangat, kontingen Indonesia berhasil membawa pulang dua medali emas dan satu perunggu dari Olimpiade Paris 2024.
Emas dari cabor Panjat Tebing dan Angkat Besi, perunggu dari bulutangkis.
Sebelumnya hanya bulutangkis saja yang mempersembahkan medali emas bagi pertiwi. Kini juga Angkat Besi dan Panjat Tebing.
Terkait dengan HUT proklamasi ke -79 ini dari Panjat Tebing yang membanggakan itu teringat kita kepada lomba Panjat Pinang.
Sejumlah orang menaiki batang pohon pinang berlomba-lomba untuk mencapai puncak dan memetik hadiah yang ada.
Namun tahukah kalian bagaimana sejarah dari Lomba Panjat Pinang ini?
Panjat Pinang di Indonesia mulai dikenal di jaman Belanda.
Panjat Pinang ini diadakan sebagai hiburan bagi orang-orang Belanda untuk merayakan momen penting tertentu misalnya pernikahan, kenaikan pangkat, ulang tahun, dan sebagainya.
Namun orang-orang Belanda hanya menonton saja.
Mereka yang berlomba adalah pribumi.Â
Mereka memperebutkan hadiah yang digantung seperti beras, pakaian, dan sebagainya yang mana pada saat itu barang-barang tersebut sangat berharga dan mewah.
Selain orang-orang Belanda, orang-orang kaya Indonesia yang antek Belanda juga turut tertawa menyaksikan hiburan itu.
Tradisi ini sempat menuai kritikan kemudian karena penjajah dan orang-orang kaya itu menertawakan rakyat yang susah payah.
Dibalik itu ada juga yang memaknai lomba ini.
Mereka berpendapat tradisi tersebut melukiskan perjuangan bangsa Indonesia yang bekerjasama untuk mencapai kemerdekaan dimana buahnya dinikmati dan dibagi rata untuk seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H