Mohon tunggu...
Rudolf W
Rudolf W Mohon Tunggu... Seniman - Robot pekerja.

Hobi olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Nasib Kendal dan Baliho Dico di Pilwakot Semarang

13 Juli 2024   21:42 Diperbarui: 13 Juli 2024   21:52 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi spanduk Dico yang terpasang di salah satu wilayah di Kota Semarang.

SESEKALI ia menunjuk baliho warna biru laut, "Lihat itu.. ", katanya sambil menyetir mobil. "Itu Dico". Nggak penting dan tidak menarik perhatian saya.

Baliho itu memakai tagar #siap memajukan Jawa Tengah. Ada spasi. Seharusnya, tagar itu nyambung. "Dia belum siap," kata kawan saya. Sekali lagi, saya nggak tertarik dengan tampang cover boy dengan senyum misterius itu.

Saya search di Google. Beberapa kali typo. Namanya susah sekali.

Saya penasaran, Dico bilang siap memajukan Jawa Tengah, sampai ke desa-desa, itu siap apa? Rasa penasaran saya menemukan jawaban, beberapa saat kemudian. Kata kawan saya, Dico siap ikut pilgub.

Berbekal jabatan sebelumnya, sebagai Bupati Kendal, dicintai siap naik level ke tingkat provinsi. Apa semudah itu?

Baru saja tadi siang saya baca berita, kalau Dico dicalonkan ikut di Pilwakot Semarang.

Artinya, baliho yang ia tebar kemarin itu semacam tes kacang. Gurih atau tidak, bernas atau tidak. Ternyata, dalam kalkulasi di sekitar orang dekatnya, ikut di kontes Pilgub Jawa Tengah itu terlalu berat bagi seorang Dico. Nggak perlu analisis. sudah jelas, ia pilih ikut hore di Pilwakot Semarang, bukan di Pilgub Jawa Tengah.

Modal Dico, yang sudah jelas dihambur-hamburkan adalah baliho di mana-mana. Lebih dari Rp 5 miliar uang hilang hanya untuk kesalahan kalkulasi Dico.

Punya uang atau tidak, kita bisa menebak, akan seperti apa kualitas seorang pemimpin yang bikin perhitungan ngawur. Maunya menjaring suara dan menguji kedekatan dengan pemilih, hasilnya sebaliknya. Rating nggak naik. Banting stir dari rencana ke Jateng, menjadi Pilwakot Semarang.

Dico mau uang sendiri atau dibantu kawannya, sudah menunjukkan pemborosan dan miskalkulasi.

Kawan saya bilang, Dico memilih keluar dari Kendal karena ada mitos kuat yang beredar. Siapa saja yang ingin jadi bupati 2 periode di Kendal, akan bernasib buruk, kalah atau masalah. Ada juga beberapa tempat lain di mana mitos ini sangat dipercaya.

Popularitas Dico mau didongkrak dengan apa lagi? Mungkin dari follower Chacha, yang mantan artis dan dulu satu circle di geng Squad Girls bareng Nia Ramadhani. Chacha memang punya follower Instagram yang lebih dari sejuta, namun itu bawaan ketika ia masih menjadi aktris sinetron selama 5 tahun kontrak. Chacha, isteri Dico, pintar men-direct suaminya di depan kamera, sebagai pemandangan harmonis untuk para follower.

Chacha bahkan sering terlihat di video singkat, memeluk dan mencium Dico di akun Instagram Chacha. Ini akun Jakarta banget, kelas artis, nggak ada yang menyangka kalau Chacha adalah ketua PKK Kabupaten Kendal (sebagai istri bupati). Juga nggak ada semprit dari KPK, mengapa seorang isteri bupati bisa pasang link donasi untuk pembangunan masjid di Jepang. Itu rekening masuk ke mana?

Singkatnya, Chacha dan follower sebanyak itu, tidak seluruhnya orang Kendal. Bukan sesuatu yang bisa diandalkan sebagai penjamin mulusnya jalan Dico.

Yang paling dipamerkan di pemberitaan adalah keberhasilan Dico. Saya sebut dua di antaranya, yang akan membuat kita lebih bertanda tanya.

Pertama, dana SILPA Kabupaten Kendal 2023 masih tersisa Rp 103 miliar. Artinya ada dana segitu yang belum terpakai namun pekerjaan dianggap beres. Tanda pintar berhemat?

Butuh dana segitu untuk pembangunan di Kendal? Kawan saya cuma senyum sinis. Entah apa artinya.

Kedua, kemiskinan di Kendal turun. Saya bacakan angkanya. Kawan saya bilang ke saya, "Kamu tahu, di Jawa Tengah, kabupaten mana yang punya jumlah TKI paling banyak? Saya tentu tidak bisa menjawab. Indramayu, kemudian disusul Kendal.

Kalau Kendal menjadi kabupaten di Jawa Tengah yang menyumbang TKI terbanyak kedua setelah Indramayu, lalu kenapa mereka nggak kerja di Kendal saja?

Itu karena orang-orang lebih suka melabeli TKI sebagai pahlawan devisa, ditunggu uangnya, tetapi orang-orang yang ditinggalkan, jarang yang memikirkan bagaimana agar putra daerah bisa lebih banyak bekerja di daerahnya sendiri.

Selain itu, kawan saya membisikkan, kalau Dico sempat terlibat konflik dalam kasus tukar-guking. Salah satu orang yang dipenjarakan dalam kasus itu, dinyatakan meninggal, padahal belum terbukti bersalah.

Bagaimana perkembangan selanjutnya?

Sebagai wong asli Semarang, saya selalu aware, jangan sampai Semarang dipimpin oleh orang yang bermasalah dan hanya bermodal popularitas.

Entah apa kata orang Kendal asli, yang berani menceritakan sisi lain seorang Dico yang nekat ikut Pilwakot Semarang, hanya dengan bermodal dukungan partai.(*)

Warung Makan "Nasida Ria" Semarang, 13 Juli 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun