Ade Bhakti, Sekretaris Damkar Kota Semarang). Artis bukan, politisi bukan, sempat jackpot main slot juga bukan.
KAWAN saya, terpesona melihat angka 466K follower di akun ADB (Yang menjadi pertanyaan kawan saya, "Mungkinkah orang ini akan ikut di konstelasi Pilwakot Semarang 2024?"
Tidak semudah itu.
Para politisi dan petinggi partai, punya cara hitung berbeda. Mereka ini lebih detail dalam mengantisipasi kemungkinan buruk. Mereka tidak akan sembarangan mengajak pesohor kelas akun Instagram, semacam ADB.
Yang mendasar dan harus ada di suatu akun yang diperhitungkan sebagai influencer, syaratnya lumayan berat. Â
Apa saja itu? Yang mendasar ini. Jumlah pengikut sudah sekian ratus ribu. Untuk masalah "jumlah follower", ADB punya itu. Belum pasti, berapa banyak pengikut yang aktif, karena, kalau mau mau pakai cara "keranjang hijau", asalkan masih ada saldo, maka follower aktif real indo bisa dibeli.
Konsistensi posting juga terpenuhi, karena ADB jadwal yang konsisten. Ke mana ia melangkah dan berpeluang menaikkan popularitas, ia akan posting. Biarpun kualitas produksi konten masih "low" (sebenarnya follower disuruh lihat muka), konten ADB tetap terencana dan berkesinambungan, yaitu.. ke manapun melangkah, posting ke IG.Â
Serius, saya nggak lihat prestasi, nggak lihat bagaimana ia bekerja. Yang saya lihat adalah "branding" pribadi. Kalau disingkat, tanpa perlu diucapkan, yang ada di bawah caption itu hanya satu kalimat: "Inilah saya.." dan diulang-ulang. Itu hal-hal yang paling mendasar.
Fitur yang harus terpenuhi untuk "memimpin", atau memakai media sosial sebagai jembatan, lebih berat dan penuh aral melintang. Spoiler: Selain tidak mudah dipenuhi, ada kemungkinan tidak-mungkin dipenuhi seorang ADB. Saya akan buktikan, kalau akun ADB itu nggak layak diperhitungkan di bursa Pilwakot Semarang 2024.
Tarik napas dalam-dalam, mulai baca pelan-pelan.
Tingkat interaksi (like, komentar/reply, dan share) harus tinggi.
Jenis konten, nggak pernah lepas dari politik, opini, dan analisis. Setidaknya, perlihatkan masalah bersama dan ajak orang mengatasi masalah itu dengan tindakan.
Akun influencer politik, menggunakan bahasa yang persuasif dan emosional (melampaui hal-hal rasional), memakai humor atau satire untuk menarik perhatian. Influencer sungguhan, punya data dan fakta. Mau jual pemutih kulit atau jual susu anak, semua orang pakai data dan fakta. Tanpa itu, orang tidak melihat "kesalahan".Â
Akun menjadi tanpa cela, karena nggak punya sikap, tidak punya tindakan yang diperbincangkan publik. Tanpa sentimen negatif, tanpa kontroversi, perbincangan tidak terjadi. Tidak bisa mempengaruhi opini.Â
Ini tercermin dalam penggunaan hashtag yang sedang tren, bagaimana suatu akun menggunakan keyword atau frase politik tertentu. Saya tidak menemukan ini di akun ADB, secara, dia ini pemain aman. Bukan risk-taker. Bukan tipikal pembela yang berada di depan orang yang bermasalah. Akun IG ADB, sekali lagi, sengaja dirancang untuk kepentingan dirinya sepenuhnya.
Influencer punya kemampuan berkolaborasi dengan influencer atau tokoh politik lain. Bukan sekadar berjumpa dan selfie bareng. Influencer punya bakat menyebarkan informasi politik secara cepat dan luas.
Engagement rate (angka keterlibatan) dengan pengikut di akun IG ADB juga tidak terlalu tinggi. Dari 466K pengikut, berapa yang terlibat dan berkomentar? Disebut tinggi kalau terjadi interaksi, percakapan di komentar, bukan pemilik akun yang "among tamu" dan penuh senyum. Orang datang ke suatu akun, karena mereka berharap melihat sesuatu yang berbeda, ingin mendengarkan pendapat dan sikap yang layak diikuti. Punya konten eksklusif yang sangat ditunggu para pengikut setia, atau opini yang mengguncang pikiran orang.
Sayang sekali, tidak ada yang seperti itu di akun IG ADB.
Apa mungkin dulu pernah ada content viral di akun IG ADB? Saya scroll sampai bawah, terus ke bawah. Saya mengingat beberapa content viral dan menambahkan nama ADB di pencarian. Hasilnya, tidak ada. Mungkin ADB pernah terlibat sangat aktif dalam kampanye politik atau gerakan sosial? Kampanye, tidak. Mendukung, iya. ADB tidak terlalu membuat perbedaan.
Filtering terakhir, saya ingin mencari apa kata orang-orang yang sudah ngehit tentang ADB. Mungkin saja, diam-diam ia aktif berpartisipasi dalam diskusi atau debat politik? Terhubung dengan akun-akun politik penting lainnya? Atau ia menggalang dukungan dan mengajak para pengikut dengan "ajakan untuk bertindak"? Merespons isu politik terbaru? Mendapat dukungan atau endorsement dari tokoh politik atau organisasi tertentu? Memang sangat berat, kecuali orang itu memang suka politik dan memproyeksi dirinya sendiri untuk memimpin. Tidak. Jawabannya: Tidak.
Atau setidaknya menunjukkan kepada publik, bagaimana ia bekerja? Bagaimana ia mengatasi masalah yang terjadi di Kota Semarang? Tidak. Jawabannya masih tidak.
Mungkin akun dengan follower 466K itu tinggal berisi para pengikut pasif dan beberapa akun yang berseberangan pandangan dengannya, yang ingin mengingatkan agar ADB lebih total menjadi selebritas Instagram. Tidak perlu menggadang diri sebagai politisi baru. Mungkin saatnya kita memakai akal sehat untuk berhenti menjadi "penonton" di akun IG ADB. Kesimpulan saya mungkin berbeda dari 466K follower ADB. Saya memilih tidak pernah follow orang ini. Waktu saya tidak akan saya habiskan untuk melihatnya di Beranda saya.
Skip ADB. Unfollow ADB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H