Mohon tunggu...
AWALUDDIN
AWALUDDIN Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Imajinasi, Kemerdekaan, dan Pendidikan

9 Januari 2018   14:22 Diperbarui: 9 Januari 2018   15:22 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini bangsa Indonesia boleh berbangga mempunyai anak emas yang dikenal oleh dunia dan memiliki karya yang besar, seperti Ir. Soekaro, BJ Habibie, Kyai Ahmad Dahlan, dan ribuan anak bangsa lainnya yang memiliki imajinasi masa depan yang besar.

Ir. Soekarno dengan imajinasi membentuk sebuah negara yang berdaulat dan merdeka dari jajahan negara lain, Kyai Ahmad Dahlan dengan imajinasi mengembalikan kepercayaan ummat Islam kepada ajaran agama Islam yang sebenar-benarnya, B.J. Habibie yang berimajinasi mampu membuat pesawat, semua imajinasi mustahil mereka telah berubah menjadi kenyataan yang memberikan kita mafaat pada hari ini. 

Beberapa tokoh di atas, memberikan gambaran bahwa Imajinasi mampu mengubah seseorang menjadi manusia yang merdeka walaupun berada pada kondisi yang tidak merdeka mereka mampu mengubah keadaan yang sangat sulit untuk menjadi peluang menciptakan perubahan.

Mereka dituntut oleh keadaan untuk menjadi manusia lemah tapi mereka berhasil menjadi manusia kuat karena mereka memiliki jiwa kemerdekaan imajinasi tentang arah kehidupan mereka di masa yang akan datang. Imajinasi mampu membuat jiwa yang berada di dalam penjara sekalipun terasa seperti sedang berada di alam bebas sedangkan hilangnya imajinasi menyebabkan manusia merasa terpenjera walupun sedang berada di alam bebas.

Pendidikan yang mematikan imajinasi siswa

Sebagaimana tujuan utama pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan untuk memanusiakan manusia melalui pembelajaran dan sederet aturan yang rancang agar mampu membentuk manusia yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Proses pendidikan menuntut segala elemen yang yang terlibat di dalamnya harus berjalan sesuai dengan aturan yang telah dibuat sebagai rulependidikan. 

Banyaknya aspek yang harus diperhatikan seorang pendidik menyebabkan semua harus serba cepat, jam pelajaran beberapa puluh menit untuk mengerjakan berbagai aktivitas dalam kelas seperti mengajar, memotivasi, memberikan penilaian, dan pendidikan karakter.

Tentu pendidik tidak akan memiliki waktu cukup mengajarkan semuanya lalu mengabaikan beberapa bagian salah satunya adalah kebebasan berpikir anak untuk mengeksplore pelajaran yang mereka pelajari.  Proses pendidikan menjelma menjadi ladang ilmu pasti, terukur, dan terstruktur yang bersifat absolute. Pendidikan pada akhirnya mencetak lulusan "robot" pendidikan yang dibayang-banyangi rasa takut, cemas dan sedikit kebebasan berpikir sehingga melahirkan siswa yang phobiapendidikan dan memilih putus sekolah.

Hadirnya pendidikan sebagai wadah yang mampu memberikan spirit masa depan bagi peserta didiknya, melalui pendidikan akan tercipta anak-anak bangsa yang mampu berimajinasi untuk menciptakan dunia baru di masa depan. Melalui pendidikan pula peserta didik lahir sebagai manusia kuat karakter menghadapi tantangan masa depan. 

Pendidikan tidak boleh hadir sebagai sosok yang menakutkan, menuntut angka-angka sebagai tolak ukur keberhasilan, kecerdasan diukur dari seberapa banyak rumus yang dihapal. yang bodoh dikucilkan tidak dianggap. Sebab hal itu akan menciptakan dua karakter manusia masa depan.

Pertama, akan terlahir manusia ambisius mencapai nilai lalu lupa makna belajar yang sesungguhnya, menggunakan cara-cara kurang baik juga dianggap baik karena yang terpenting adalah nilai.

Kedua, akan tercipta manusia kurang percaya diri, menjadi manusia lemah lagi bodoh. Kalah sebelum bertanding, tumbang sebelum ditebang.

Pentingnya pendidikan berbasis imajinasi

Pendidikan yang menekankan pada pembelajaran imajinasi akan membuat siswa menjadi manusia yang merdeka dalam berfikir dan bertindak.

Kemerdekaan kecil yang akan didapatkan adalah mampu menciptakan pandangan hidup mereka kedepan walau masih bersifat abstrak, disamping itu anak-anak yang memiliki daya imajinasi akan memiliki kebiasaan bersosialisasi di sekolah dan masyarakat yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh seorang psokologi dari Yale University, Dorothy Singer mengatakan bahwa anak-anak yang aktif berimajinasi cenderung lebih cerdas dan mudah bersosialisasi saat berada di sekolah.

Dengan berimajinasi, anak akan melibatkan kapasitas otaknya, sehingga kecerdasaan otak lebih terasah. Dalam berimajinasi, tentu saja seorang anak sering kali memainkan peran sebagai tokoh tertentu yang tidak selalu sama, sehingga dalam realisasi sehari-hari seorang anak akan lebih mudah berkomunikasi.

Memerankan perannya sebagai anak, teman bahkan inu atau guru. Sang anak juga memiliki banyak cerita berkaitan dengan imajinasinya yang memudahkannya berceloteh, ngobrol dengan temannya dan lingkungan sosialnya. Semua ini akan memudahkan anak untuk memecahkan suatu persoalan karena akan memiliki sudut pandang yang berbeda atas suatu masalah berdasarkan pengalaman dan kemampuan imajinatif.  

Bergabungnya daya imajinasi, kemerdekaan berpikir, dan pendidikan akan melahirkan generasi emas bangsa sekali lagi. Sebuah upaya perbaikan bangsa harus dimulai dari kemampuan sumber daya manusianya, sebagaimana negeri Jepang yang hancur porak poranda setelah dibom lalu memperbaiki Sumber Daya Manusianya (SDM) dengan memperbaiki sistem pendidikan yang berorientasi pada penghargaan terhadap karya anak dan pendidikan berbasis imajinatif.

Di Jepang, banyak Sekolah Dasar yang temboknya penuh dengan tulisan siswanya atau karya seluruh anak di pajang di dalam kelas tanpa membedakan karya yang baik dan kurang baik, sehingga melahirkan generasi yang  maju dalam berfikir, percaya dalam bertindak, dan mengapresiasi sebuah proses serta hasil.

Imajinasi adalah api penyemangat bagi siswa, sehingga pendidikan dan imajinasi tidak boleh dipisahkan. Memisahkan antara imajinasi dan pendidikan sama saja mematikan kemerdekaan berpikir siswa dan akan menimbun kreativitas anak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun