Mohon tunggu...
Rudi Kurniawan
Rudi Kurniawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Warga biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aylan Kurdi dan Potret Pengungsi Perang Sipil Syria

4 September 2015   20:19 Diperbarui: 4 September 2015   20:53 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aylan Kurdi, 3 tahun, adalah potret mengenaskan dari konflik dan perang sipil di Syria. Aylan akan menjadi ikon baru bagi kepedulian dan seruan kepada dunia agar perang segera dihentikan.  Di awali dengan berita tentang 12 pengungsi syria yang mati tenggelam dalam perjalanan mereka menuju kepulauan Kos, Yunani. Dua perahu motor dengan penumpang 23 pengungsi kebanyakan wanita dan anak-anak terbalik di lautan. Aylan Kurdi, 3 tahun, ditemukan dalam keadaan meninggal di pantai Bodrun Turkey, terkulai namun sesekali bergerak  berselungkup deburan ombak dan pasir pantai yang berulangkali menerpa tubuh kecilnya. Saudara laki-laki Aylan berusia 5 tahun juga turut mati tenggelam.  Kejadian ini menghentak kembali kesadaran dunia mengenai tragedi perang sipil yang kini masih terus berlangsung di Syria dan Juga Irak.

Konflik di Syria yang bermula dari Arab Springs kini sudah semakin jauh melebar dan kompleks. Kompleksitas konflik tidak saja melibatkan perang antara rezim yang berkuasa dengan para milisia, tetapi sudah mengundang pihak luar, seperti ISIS untuk masuk mengambil bagian dari konflik.

Seperti hal cerita perang lainnya, tidak saja korban manusia, tetapi hancurnya infrastruktur publik seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, taman bermain, pasar, perumahan, ladang pertanian peternakan, serta terputusnya sanitasi air bersih adalah konsekuensi mengerikan. Tetapi cerita itu juga diikuti dengan meledaknya jumlah pengungsi. Mereka adalah korban nyata yang merasakan kegetiran dari perang berkepanjangan yang menghancurkan kehidupan normal dan damai mereka. Mereka bukanlah orang-orang yang menyebabkan perang, tetapi mereka sekelompok orang yang paling menderita. Mereka tidak mengangkat senjata tetapi mereka merasakan sendiri hujaman peluru-peluru dari senjata yang dimuntahkan dari para pihak yang berperang. Ambisi politik dan kekuasaan merenggut ambisi kebajikan dari masa depan anak-anak.

Menjadi pengungsi adalah pilihan rasional bagi mereka untuk melanjutkan kehidupan sambil berharap perdamaian akan datang setelahnya. Tetapi pengungsi itu sendiri adalah juga problematika besar yang terpaksa dihadapi banyak negara-negara tetangga. Mereka terpaksa menerima banjiran pengungsi dari daerah-daerah konflik, baik Syria dan Irak. Dari data UNHCR untuk penanganan masalah pengungsi konflik Syria saja, tercatat lebih 4 juta orang menjadi pengungsi di negara-negara tetangga mereka. Turkey menjadi tempat bagi 1,9 juta pengungsi,  Lebanon menampung 1,1 juta, Jordania 630 ribu, irak sendiri yang juga berkonflik dengan ISIS kebagian 250 ribu, dan Mesir mengakomodasi sebanyak 132 ribu pengungsi.

Sementara ancaman lebih banyak lagi korban juga masih menghantui. Penduduk sipil syria masih tersisa jauh lebih banyak di Syria.  Populasi Syria kurang lebih 18 juta jiwa. Tersebar di banyak wilayah dan kota. Dari kota-kota dan wilayah yang dikuasai ISIS di Utara seperti Kobane, Rakkah, Deir Al-Zour hingga battle ground antara milisia dengan tentara pemerintah yang terdapat di Allepo, Idlib, hingga ibu kota Damascus.  Dan mereka ini dengan terpaksa tetap bertahan di wilayah konflik tersebut dengan berbagai kondisi yang jauh lebih mencekam tentunya. Empat musim dingin sudah dilalui. Korban perang masih juga terus berhitung mati, terluka atau pergi dari wilayah konflik tersebut.  Dan tidak ada yang bisa memastikan keselamatan mereka yang masih tinggal di Syria, apakah mampu bertahan atau menjadi korban.

Namun dunia masih punya harapan bagi para pengungsi yang kini tersebar di banyak negara tersebut. Walaupun besarnya problematika sosial terjadi di negara penerima pengungsi, harapan bantuan masih bisa diulurkan buat mereka. Tentu saja skema bantuan yang diberikan mencakup kebutuhan dasar kemanusiaan yang terenggut dari kehidupan para pengungsi secara tiba-tiba seiring perang yang semakin berkepanjangan itu.

Untuk menangani bantuan sebesar 4 juta orang itu, diperlukan dana sementara ini sekitar $4.5 milyard dollar selama January hingga Desember 2015. Sementara yang baru terpenuhi per Agustus 2015 ini baru sekitar $1.6 Milyard Dollar atau sekitar 37%. Dari sejumlah bantuan tersebut, tentu ada skala prioritas yang saat ini ditangani UNHCR, yang berada dalam naungan program Regional Refuge and Resilience Plan (3RP). Dalam kerangka UNHCR sendiri dana yang dibutuhkan sekitar $1.35 Milyard, namun yang baru terpenuhi sekitar $550 juta. Angka ini masih jauh dari memadai.

Dana tersebut nanti akan diperlukan bagi pengadaan shelter bagi tempat tinggal pengungsi, sarana kesehatan beserta pemeriksaan dan pengobatan kesehatan, penyediaan sarana air bersih, penyediaan sarana pendidikan buat anak-anak, penyediaan barang-barang kebutuhan pokok  makanan dan termasuk di dalamnya kebutuhan selama musim dingin, dan lain-lain.

Sebagai sebuah hitungan kasar, dana yang baru bisa dipenuhi baru sekitar 30-40%, itupun masih harus di perhitungkan biaya operasional untuk para pekerja volunteer dari berbagai organisasi sosial, maka masih jauh dari layak untuk menangani pengungsi tersebut. Jika diparalelkan, untuk 4 juta pengungsi maka biaya yang saat ini diperloleh bisa jadi baru bisa untuk dimanfaatkan oleh sekitar 1 juta pengungsi.

Karena kendala pendanaan yang masih jauh dari mencukupi itulah, para pengungsi banyak yang merasakan kehidupan yang masih jauh dari layak. Maka tidak heran jika saat ini pengungsi banyak yang tidak mempu untuk bertahan di dalam kamp-kamp pengungsian tersebut. Sebagian dari mereka dengan berbekal materi seadanya baik uang dan pakaian, kemudia nekat melanjutkan perjalanan mencari suaka di banyak negara eropa. Harapan mereka tujukan tentu ke daerah-daerah yang sudah berperan selama ini dalam program bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi syria tersebut.

Jerman adalah salah satu tujuan utama dari para pengungsi untuk bisa masuk ke negara tersebut. Pilihan ini tidak terlepas dari upaya Jerman sebagai negara pertama di Eropah yang berkomitmen membantu para pengungsi syria untuk melanjutkan hidup dengan layak di sana di bawah program bantuan kemanusiaan terhadap korban konfik perang Syria. Tepat dua tahun lalu, pada bulan September 2013, sebanyak 107 orang pengungsi adalah kelompok pertama yang datang di bawah program ini. Jerman mengalokasikan pada tahap pertama ini untuk menaungi sebanyak 5000 orang pengungsi. Di dalam program tersebut mereka akan diberikan fasilitas yang sama seperti halnya warga negara Jerman untuk mendapatkan secara penuh terhadap akses kesehatan, pendidikan dan layanan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun