Mohon tunggu...
Raylis Sumitra
Raylis Sumitra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Isu Pembakaran Bendera HTI, Upaya Mendistorsi Hari Santri

23 Oktober 2018   18:31 Diperbarui: 23 Oktober 2018   19:00 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis Adalah Relawan Barisan Kiai Ma'ruf

Isu pembakaran bendera HTI yang dikemas dengan pembakaran lafal tauhid. Sebuah gerakan sistematis upaya pendistorsian makna peringatan Hari Santri tahun ini.

Peringatan Hari Santri 22 Oktober tahun ini sebuah entri point kebangkitan politik kaum Santri. Relasi moment hari santri ini tahun ini. Sangat berubungan dengan Pilpres 2019 nanti.

Seperti diketahui, Pilpres tahun ini KH. Ma'ruf Amin yang merupakan representasi Santri. Berpasangan dengan Petahana Jokowi maju dalam Pilpres 2019.

Sehingga peringatan hari santri ini, menjadi kekuataan yang menakutkan oleh pihak Prabowo dan Sandi. Dimana artikulasi politik HTI kepada pasangan yang diusung koalisi Gerindra, PKS dan PAN.

Secara faktual memang terjadi pembakaran bendera HTI yang notabene bertuliskan lafal tauhid. Banser sendiri melakukan pembakaran. Karena, HTI merupakan organisasi terlarang.

Lafal tauhid ini lah, bukan pembakaran bendera HTI itulah diplintir untuk mendistorsi peringatan hari Santri. Tentu saja bertujuan untuk menyudutkan kaum santri.

Santri Tidak Boleh Bangkit

Santri selama ini digambarkan sebagai kaum tertinggal. Tidak mampu mengikuti perkembangan kekinian. Secara fashionable tidak hits, paradigmanya kolokan (ndeso) , secara politik hanya warganegara kelas kedua.

Kesan itu sebenarnya tidak berdiri sendiri. Melainkan sengaja dibangun untuk menekan potensi dan kekuataan santri. Penekan tersebut tentu saja hasil dari kebijakan politik disebuah rezim yang sedang berkuasa.

Pada era orde baru, santri tidak memiliki hak dalam sektor-sektor strategis. Misalnya, di sektor aparatur pemerintahan sipil ataupun militer. Santri yang notabene mereka yang belajar di bangku pesantren. Tidak bisa menjadi ASN. Karena rekruitmen ASN standarisasinya adalah lembaga pendidikan reguler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun