Mohon tunggu...
RUDI KURNIADI
RUDI KURNIADI Mohon Tunggu... wiraswasta -

mencari keadilan di dunia ini... ternyata memang sulit...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apakah Kami Korban "Kejahatan Bank"?

23 Februari 2012   14:39 Diperbarui: 4 April 2017   16:47 1673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum Wr. Wb.

Apakah saya salah satu dari sekian banyak korban akibat "Kredit Macet" ?? yangterpaksa harus pasrah menerima kenyataan Rumah kami harus disita, dijual paksa secara sepihak oleh si Kreditur akibat "Wanprestasi"...

Saya ingin berbagi pengalaman dengan para pembaca dimanapun berada.Bahwa sekiranya perlu kita waspadai untuk lebih hati-hati terhadap praktek perkreditan Bank Swasta yang bisa saja menyesatkan Anda dan merugikan masyarakat, terutama masyarakat Pedesaan yang kurang sekali akan informasi.

Terlebih dahulu perkenalkan nama saya Rudi Kurniadi & Tri Murniati (istri), alamat ?… Maaf kalo domisili saya saat ini tidak jelas… karena status kependudukan saya hilang setahun yang lalu, …Rumah kami di Desa Pliken Kec.Kembaran Banyumas telah di Sita secara paksa oleh Danamon Simpan Pinjam (DSP) Unit Pasar Wage Purwokerto (“Kreditur”). Untuk sementara ini saya, istri, ayah dan ketiga anak saya tinggal di Jl.Brigade 117, Ledug Purwokerto.

Peristiwa itu terjadi pada saya tepatnya tgl. 29 Oktober 2010, Rumah kami dijual paksa secara sepihak oleh “Kreditur”, dengan cara-cara licik, tidak transparan, tidak manusiawi dan tidak bertanggung jawab hanya karena “Wanprestasi” katanya...

Beberapa tips atau saran dari saya dibawah ini semoga bermanfaat untuk Anda sebelum Anda memutuskan untuk mengambil tawaran Kredit, atau bagi Anda yang berniat ingin mengajukan Kredit kepada Bank Swasta menggunakan Sertipikat Rumah/Tanah sebagai Jaminan Kreditnya dan bagi Anda yang Kreditnya sudah berjalan.

1.    Pelajari dulu Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1999
Jangan tanya kepada Petugas Bank yang menawarkan Kredit pada Anda. Anda bisa cari di Internet Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1999 (cari saja di Google) …atau kalo mau Anda bisa hubungi saya…

Hati-hati..!! Jangan sampai Sertipikat Rumah Anda melayang di sita Bank dikala Anda pada saat tertentu atau dalam kondisi keuangan tertentu yang sulit Anda duga, Anda belum bisa atau terlambat membayar angsuran. Seperti yang saya alami… Nanti Anda bisa di cap “Wanprestasi”. (Pasal 6 UUHT)

Ini benar-benar terjadi pada saya, Pertama, Debt. Collector yang Arogan dan biasanya “Belagu” itu bisa saja mempersulit Anda. Kedua, biasanya Pasal 6 UUHT No.4 Tahun 1999 di pakai si Kreditur sebagai senjata Pamungkas untuk pelunasan hutang Anda, lebih ekstrem lagi Sertipikat Anda di Lelang di KPKNL (Aneh ya... Kenapa yang dipake cuma Pasal 6..? Padahal Undang-Undang Hak Tanggungan itu terdiri dari 31 Pasal lho.. lihat juga dong Pasal-Pasal lainnya, misalnya Pasal 14,20,26. Apakah tindakan Kreditur itu sudah sesuai dengan Prosedur Undang-Undang..?), Ketiga, bila hal itu terjadi.  Jangan harap Anda akan mendapat sisa dari penjualan Lelang itu… dan yang Keempat, siap-siap saja angkat kaki dari rumah Anda sendiri atau di Eksekusi Paksa oleh Pengadilan…Tragis bukan !.

…Apakah ini salah satu kejahatan suatu Bank yang tersistem? Ataukah hanya kejahatan yang dilakukan segelintir oknum Kreditur saja? Tanpa mempedulikan Hak Asasi Manusia, seolah-olah Sertipikat Jaminan Kredit itu menjadi miliknya, Kreditur menjual Sertipikat saya seenak perutnya sendiri, terlebih lagi dibantu oleh Pejabat Lelang KPKNL. Soal dokumen Persyaratan Lelangnya..? (untuk kasus saya, ternyata Kreditur memakai Surat Peringatan Lama dan Surat Peringatan Palsu). Mungkin Kreditur berpikir bahwa saya tidak mungkin tahu kalo dokumen saya sebenarnya di Rekayasa …saya punya dokumen lengkap, saya bisa buktikan dan pertanggung jawabkan! makanya saya tahu kalo dokumen Persyaratan Lelangnya ASPAL alias Asli tapi Palsu …Licik ya..

Sangat di sayangkan bahwa berdasarkan pernyataan dari Pejabat KPKNL bahwa “Kantor Lelang KPKNL hanya bersifat Pasif sebagai pelaksana Eksekusi saja, tanpa perlu memeriksa ulang kebenaran dari keseluruhan dokumen persyaratan lelang yang diajukan Kreditur. Semua persyaratan lelang menjadi tanggung jawab Kreditur seandainya ada gugatan dikemudian hari”. Apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang?

Apakah itu termasuk Pemalsuan Dokumen terhadap Akta Otentik (Risalah Lelang) yang dilakukan oleh Kreditur ? Ini jelas suatu perbuatan melawan hukum, melanggar Pasal 263, 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemalsuan Surat dan Pemalsuan terhadap Akta Otentik yang ancaman hukumanya 5 - 8 tahun.

Bagaimana untuk Balik Nama Sertipikat? Itu mah soal keciiil, Asalkan KPKNL langsung membuat Kutipan Risalah Lelang buat si Calon “Pemenang Lelang”, maka saat itu juga Kepala Kantor Pertanahan bisa memBalik Namakan Sertipikat Anda dengan ‘Kereta Expressnya’ alias SUPER KILAT..!!  …Percaya ngga, Sim Salabim.. 2 hari saja Sertipikat saya sudah berubah menjadi Nama orang lain, Luarr Biasa..!!

Bagaimana bila dikaitkan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak atas Tanah? Apakah Instruksi Menteri tersebut saat ini masih berlaku? Mengapa Kepala Kantor Pertanahan bisa melakukan Balik Nama Sertipikat tanpa sepengetahuan Pemilik aslinya? Apa itu sudah sesuai Prosedur Pak..?

(Peristiwa menyakitkan ini, memang kebodohan saya sendiri, akibat kurangnya informasi saat itu, tidak berpikir akan resiko terburuk dikemudian hari. Ditambah lagi petugas Bank yang sejak awal tidak menjelaskan perihal Hak Tanggungan, Prosedur Lelang, Proses Balik Nama, dll. Mungkin saja sengaja tidak menjelaskan atau petugas Bank sendiri tidak tahu soal itu karena biasanya Marketing suatu Bank hanya fokus mengejar target untuk kepentingan Prestasinya saja).

Ambil saja Hikmahnya sebagai Pengalaman yang sangat berharga, Dengan demikian kita saja sebagai masyarakat yang harus lebih Waspada dan lebih Hati-Hati..!!!

2.    Hati-hati… Sebelum Anda tanda tangan “Akad Kredit”
Jangan tanda tangan sebelum Anda mengerti isi Perjanjian Kredit, Bacalah dan pahami sampai mengerti pasal demi pasal yang akan Anda tanda tangani. Tanyakan pada Pejabat Notaris yang membacakan isi Perjanjian Kredit apabila dirasa perlu. Hati-hati terhadap klausul-klausul yang dapat merugikan Anda di kemudian hari.
Sebaiknya Anda teliti isi Perjanjian Kredit yang di bacakan oleh Notaris. Biasanya Syarat dan Ketentuan Umum tidak dibacakan oleh Notaris dan terpisah dengan Perjanjian Kredit.

Bila sudah terjadi, mintalah Salinan Surat Perjanjian Kredit dan semua salinan dokumen yang Anda tanda tangani pada saat Akad Kredit, karena Salinan dokumen itu adalah Hak Anda sebagai Debitur dan akan menjadi sangat penting bagi Anda pergunakan pada saat Anda mengalami masalah dengan Kreditur di kemudian hari.

Saran saya, Sebaiknya Anda pelajari juga Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum lihat Pasal 12 Ayat 3, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-09/PJ.42/1999. Termasuk kategori manakah kredit Anda; Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan atau Kredit Macet.

(Kesalahan saya saat itu tidak tahu dokumen apa saja yang disodorkan Kreditur untuk saya tanda tangani pada saat Akad Kredit, dan lebih celakanya lagi saya tidak meminta Salinan dari keseluruhan dokumen yang saya tanda tangani. Saat itu saya hanya memikirkan Uang Pencairan yang segera mau saya gunakan untuk tambahan modal dan saya pun percaya pada Kreditur dengan menyerahkan Sertipikat Rumah sebagai Jaminan Kredit.. bukan dijual kepada Kreditur. Sampai sekarang saya sendiri tidak tahu termasuk dalam kategori mana Kredit saya sebenarnya? Kalo berdasarkan hitungan sendiri saya belum termasuk kategori Kredit Macet. Tapi sayangnya si “Kreditur“ tidak bersedia memberikan klarifikasi secara transparan kepada saya.. ya sudahlah..)

3.    Simpanlah dengan Tertib semua Dokumen Kredit Anda
Simpanlah dalam satu tempat (Map misalnya) semua Dokumen Kredit Anda, mulai dari Salinan Perjanjian Kredit, Slip Setoran, Surat Peringatan (SP) apabila pernah terjadi keterlambatan membayar angsuran, dll. Print/Cetak selalu Buku Tabungan Anda setiap Anda melakukan Pembayaran dan Hindari pembayaran melalui petugas Debt. Collector apabila tidak disertai Bukti Slip Setoran. Mintalah secara berkala Print Out/History Pembayaran Setoran Kredit Anda. Dengan demikian sisa Hutang Anda akan selalu terkontrol.

4.    Tanyakan perhitungan Suku Bunga
Perhitungkan, Apa keuntungan dan kerugiannya buat Anda? Hati-Hati sistem perhitungan suku bunga dengan Anuitas menurun. (pengalaman saya, baru saya sadari setelah 6 bulan kredit berjalan, begitu dicetak “Loan Pay Off”, ternyata pokok hutang hanya berkurang sedikit sekali, bahkan masih utuh, karena ternyata perhitungan pada angsuran awal itu sangat besar untuk membayar bunga dan kecil sekali potongan pokok hutangnya, ini sangat merugikan sekali apabila akan dilakukan pelunasan pada pertengahan kredit atau pelunasan sebelum jatuh tempo, celakanya lagi disaat terlambat membayar angsuran pada tanggal jatuh tempo, maka bunga, denda akan dihitung per hari… Hati-hati ini lebih kejam dari hitungan Rentenir lho….)

Demikian beberapa Tips dan saran diatas hanyalah sebagian kecil dari bentuk keprihatinan dan kepedulian saya. Apabila diantara Pembaca ada yang ingin berbagi pengalaman bisa hubungi atau SMS saya. Tujuan saya semoga dapat menjaga dan menjadi perhatian bagi para pembaca agar jangan sampai ada lagi diantara saudara-saudara kita mengalami peristiwa pahit seperti yang saya alami. Atau mungkin diantara pembaca ada yang bernasib sama dengan saya? tidak ada salahnya Anda tuliskan pengalaman Anda mudah-mudahan melalui Media ini kita bisa saling membantu mengingatkan, mencegah atau menyelamatkan saudara-saudara kita yang belum terlanjur diperlakukan hal serupa oleh si Kreditur.

Untuk Kasus yang menimpa saya, Hingga tulisan ini dibuat saya sudah menempuh upaya penyelesaian dengan Kreditur baik secara Lisan maupun Tertulis tetapi hingga tulisan ini dibuat Kreditur tidak juga menjawab Surat Pengaduan dan Surat Permohonan Klarifikasi yang saya berikan.

Lalu upaya selanjutnya meminta bantuan kepada Pengawas Perbankan Bank Indonesia di Purwokerto. Bahkan sudah 3 bulan berjalan, tetapi akhirnya tidak mendapatkan hasil yang diharapkan dan sangat mengecewakan. Padahal sejak pertama kali saya mengadukan permasalahan ini beliau menjanjikan akan mengupayakan penyelesaian melalui Mediasi Perbankan dan akan dicarikan win-win solutionnya, tetapi setelah sekian lama akhirnya dibatalkan tanpa alasan yang jelas dan berdasarkan Surat Balasan dari Pemimpin Bank Indonesia Purwokerto mengenai Eksekusi Lelang beliau menyuruh saya untuk menyelesaikan dengan Bank yang bersangkutan atau menempuh jalur hukum yang ada.

Kenapa tiba-tiba Mediasinya dibatalkan ya..? Berdasarkan Pernyataan Beliau bahwa “Ketentuan Bank Indonesia tentang Mediasi Perbankan itu hanya berlaku antara Nasabah dan Bank. Sedangkan posisi saya sekarang ini bukan lagi sebagai Debiturnya.

Kami sangat kecewa... Kenapa alasan semacam itu baru dikemukakan sekarang, setelah sekian lama menunggu dan berharap akan adanya penyelesaian damai melalui Mediasi Perbankan? …Kalo soal posisi saya sekarang bukan Debiturnya lagi, …itu sih mestinya beliau sudah tahu sejak pertama kali saya mengadu, kenapa tidak langsung ditolak saja Pengaduan saya? Bukankah Kasus yang menimpa saya itu terjadi akibat dari hubungan saya sebagai Debitur saat itu yang mana status Debiturnya di akhiri oleh si Kreditur melalui Eksekusi Lelang secara sepihak..??  Aneh juga ya…

Terima Kasih kepada Redaksi atas dimuatnya tulisan ini, semoga Tips dan Saran saya ini bermanfaat bagi para Pembaca dimanapun berada. Semoga dapat menjadi bahan kajian untuk semua pihak terkait, bukankah praktek perbankan seperti ini apabila tidak ditertibkan dan lemahnya kontrol dari masyarakat serta lemahnya Pengawas Perbankan, tentunya akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran dan anak terlantar di Negara Republik Indonesia ini. Karena banyak sekali yang bernasib sama dengan saya, seperti hilangnya status kependudukan akibat penyitaan dan hanya bisa pasrah diperlakukan tidak adil.

Kalo sudah begini, kemana lagi sekiranya saya harus Mencari Keadilan? Lapor kepada pihak kepolisian? Atau melalui Pengadilan? Tentunya karena keterbatasan materi, Bisa Anda bayangkan untuk mendaftarkan kasus ini ke pengadilan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ditambah biaya untuk membayar Kuasa Hukum, Darimana saya dapat uang untuk ini semua? Untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah repot, apalagi untuk membayar Pengadilan yang biayanya berjeti-jeti.

Mudah-mudahan melalui tulisan ini saya sangat berharap, Semoga saja di antara pembaca dimanapun berada atau Pihak Terkait bisa membantu meluruskan Permasalahan yang menimpa saya dan mencarikan Solusi penyelesaiannya? Tolong hubungi saya atau SMS... saya tunggu Kritik dan Sarannya..

Wassalam,

Rudi Kurniadi - Tri Murniati

(0281) 7646467 - 082138046460

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun